> EPILOG

EPILOG

 Kamu saat ini sedang membaca  Kanojo ni uwaki sa rete ita ore ga, shōakumana kōhai ni natsuka rete imasu  volume 2  epilog. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw



──Sungguh sia-sia.


Aku menghela napas dalam hati.


Apa mungkin seseorang mengungkapkan perasaannya sekaligus kepada 3 orang?


Setidaknya, dengan jelas terlihat bahwa 2 orang lainnya akan ditolak, apa mereka benar-benar percaya kalo mereka akan menjadi satu-satunya yang diterima?


Kalo pengakuan itu berhasil, bagaimana mereka akan memperlakukan 2 orang lainnya?


...Dengan memikirkan hal seperti itu, mungkin saja kata-kata dari ke-3 orang itu tidak sampai ke telingaku.


Sekalipun mereka menyatakan tekad mereka.


Sekalipun mereka menyusun kata-kata indah.


"──Maaf. Aku minta maaf kepada kalian berh3."


Jawabannya sudah pasti.


Aku tidak berniat menjalin hubungan asmara dengan siapapun di SMA.


Kalo aku ingin bersenang-senang, itu akan dimulai dari aku kuliah.


Aku terjebak dalam dunia kecil yang penuh dengan desas-desus tanpa dasar.


Itulah situasi ku, Mino Ayaka, yang hampir menyelesaikan semester ke-3 di tahun pertama SMA.


Kalo aku mulai berkencan dengan seseorang, orang yang menjadi pacarku pasti akan menjadi perhatian, baik dalam arti positif maupun negatif.


Aku sangat menolak kalo ada orang yang diam-diam mendengarkan percakapan antara aku dan pacarku.


Jika kelak aku berada dalam situasi di mana aku harus berpacaran dengan seseorang, itu hanya akan terjadi setelah aku berada dalam lingkungan yang memungkinkan aku memiliki privasi dan bisa ber-2 dengan pasanganku tanpa gangguan.


Meskipun aku terus menolak pengakuan cinta dengan pikiran seperti itu, pada akhirnya rumor-rumor aneh tetap saja mengikutiku.


──Misalnya, dikatakan kalo aku memiliki kepribadian yang sulit.


Memang, aku menyadari kalo sifatku tidak terlalu baik, tapi aku rasa aku masih jauh lebih baik dibandingkan dengan orang-orang yang menyebarkan rumor-rumor seperti itu.


Aku terus berpura-pura tidak tahu tentang rumor-rumor tersebut, mungkin lebih karena harga diri. 


Kalo aku bisa menghapus rumor-rumor itu sambil tetap mempertahankan diriku, itu akan menjadi kemenangan untukku. 


Kalo aku kalah dan terpengaruh oleh rumor-rumor itu, maka aku kalah.


Tapi, setelah melihat ekspresi 3 orang di depanku yang menatapku setelah aku menolak pengakuan mereka──


Aku mulai berpikir, mungkin aku berada dalam posisi yang lebih lemah.


Selama ini, meskipun aku menolak pengakuan cinta, mereka selalu memperlihatkan perhatian dengan berkata, "Apa aku merepotkanmu?" atau "Oh, maaf kalo aku tiba-tiba mengatakannya," dan semacamnya.


Tapi, ke-3 orang ini tidak mengucapkan apapun, tapi ekspresi mereka jelas menunjukkan ketidakpuasan, seolah-olah berkata, "Kenapa begini? Kita sudah dekat, kan?"


Aku sudah merasa ada ketertarikan tersembunyi saat kita berteman, dan sekarang berakhir seperti ini.


Sambil memandang punggung ke-3 orang yang pergi meninggalkanku, aku berpikir.


──Apa sebenarnya arti persahabatan itu?


Apa hubungan yang begitu mudah hancur ini bisa disebut sebagai persahabatan?


Selama sekitar 6 bulan terakhir, aku menghabiskan waktu istirahat bersama 3 pria itu. 


Meskipun begitu, aku rasa mereka tidak akan kembali padaku di masa depan.


"....Kenapa?"


Aku memiliki wajah yang cantik. 


Itu adalah hal yang aku yakini berdasarkan pengalamankj selama ini. 


Bukan dengan maksud sombong, tapi aku memang pernah mendapatkan keuntungan karena penampilanku.


Tapu, sepertinya sifatku dan wajahku tidak cocok satu sama lain. 


Setelah memasuki SMA, hal itu menjadi semakin jelas.


Aku hampir terseret oleh rumor-rumor yang tidak penting, dan itu adalah buktinya.


Saat di SMP...


Aku berusaha untuk mengingat kembali, tapi kemudian membatalkannya.


Pada saat aku berpikir ingin kembali, aku tahu aku tidak akan bisa berkembang dari situ.


──Dan kemudian.


Satu bulan setelah menolak pengakuan cinta dari ke-3 orang itu.


Seperti yang sudah diperkirakan, rumor itu sepertinya telah menyebar ke seluruh kelas.


Temanku yang memberitahuku. 


Seorang teman yang memiliki wajah yang tampan, berada di klub yang sama, dan menghabiskan waktu paling banyak denganku, yaitu Sakakishita.


Sekarang, kami berada di kelas yang sama di tahun ke-2 SMA.


Biasanya, apa teman akan memberitahukan tentang rumor yang beredar seperti itu?


Karena kenyataannya, kalo seseorang tahu bahwa dirinya sedang dibicarakan, rasanya jelas tidak akan membuatnya merasa baik, kan?


Setidaknya, kalo melihat sifatku, aku pasti tidak akan merasa nyaman, dan dia yang sudah setahun mengenalku seharusnya bisa memahami itu.


Aku tidak meminta untuk memahamiku sepenuhnya, tapi setidaknya aku berharap dia tidak membuatku merasa tidak nyaman.


"Begitu ya, itu cerita yang agak sombong."


Aku memandang pemandangan lapangan sekolah melalui jendela sambil berbicara sendiri.


Aku tidak sedang menginginkan pemahaman, meskipun aku bukan anak kecil lagi.


Saat memandang lapangan, entah kenapa, hatiku yang bergejolak mulai terasa lebih tenang. 


Aku pun memajukan tubuhku sedikit.


Aku ingin lebih lama menikmati pemandangan dan sejenak mereset pikiranku.


"Sei, oh!" teriakan dari kelompok yang sedang berlari menarik perhatianku.


Dari postur tubuh mereka, aku langsung tahu itu adalah anggota tim basket laki-laki.


"...Sei, oh," aku ikut berbisik dan tertawa kecut.


Apa yang sedang mereka lakukan?


──Ngomong-ngomong, sejak memasuki tahun ke-2 SMA, ada satu lagi teman sekelas laki-laki selain Sakakishita yang aku ingat.


Laki-laki itu sepertinya juga anggota klub basket. 


Selain itu, aku tidak ingat banyak tentang dia, tapi sikap dan kata-katanya yang sedikit lebih bijaksana dari teman-teman laki-laki lainnya membuatnya teringat dengan jelas.


──Siapa namanya ya?


Aku cukup percaya diri dalam mengingat nama orang. 


Apalagi sejak masuk SMA, aku mulai lebih memperhatikannya.


Tapi, kalo aku masih tidak ingat, berarti aku masih harus banyak belajar.


"Kau sedang melihat apa?"


Aku terkejut dan tubuhku sedikit gemetar.


Aku sama sekali tidak mengira ada yang akan berbicara padaku di kelas setelah pelajaran selesai.


Sebenarnya, kalo aku tahu ada orang lain, aku tidak akan berbicara sendiri seperti itu.


Aku tiba-tiba menatap tajam ke arah suara itu, berpikir apakah mereka mendengarku.


"Apa?"


Suara yang keluar dari mulutku terdengar jauh lebih dingin dari yang kusangka.


Hanya karena dia berbicara padaku, aku mengeluarkan suara seperti itu. 


Aku sendiri tertawa kecil di dalam hati, menyadari kalo memang aku memiliki sifat yang agak sulit.


Melihat laki-laki yang sepertinya sudah aku kenal, setelah mendengar jawabanku yang dingin, dia hanya mengangkat bahu dan duduk di meja yang ada di dekatnya.


"Kita sudah sekelas sejak kelas 1, kan? Jangan bersikap dingin seperti itu?"


Melihatnya tersenyum, akhirnya aku ingat siapa dia.


Hasegawa Yuta.


Dia adalah salah satu dari 2 orang yang terus sekelas denganku selama 2 tahun berturut-turut.


"...'Sudah sekelas' kah, tapi kalo kau mengatakannya sehari setelah pergantian kelas, itu rasanya aneh. Lagi pula, waktu kelas 1 dulu, aku tidak ingat kita sering berbicara."


Ternyata, hari ini aku benar-benar memiliki sifat yang buruk.


Aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri.


Aku malah berusaha menjadi tipe orang yang paling aku benci.


Aku ingin seseorang, siapa saja, yang bisa menghentikan ku yang sedang berusaha menjadi jelek ini?


"Apa benar Mino-san punya kepribadian buruk?"


Aku hampir tertawa mendengar pertanyaan jujur yang dia ajukan.


Siapa yang akan menanyakan rumor yang beredar langsung kepada orang yang bersangkutan?


Ini benar-benar pengalaman pertama bagiku.


Hatiku menjadi lebih tenang.


Itu sangat mudah dan membuat frustrasi.


"Itu, seharusnya kau yang menentukannya sendiri."


Meskipun sebelumnya aku merasa kesal, tiba-tiba aku merasa malu karena dia melihatku hampir tersenyum, aku menjawab tanpa menoleh.


Setelah sedikit ragu, dia pun berkata.


"...Benar juga."


Aku perlahan menoleh padanya, dan dia memandangiku dengan tatapan yang langsung.


Dalam tatapannya, hanya ada satu hal—ketertarikan padaku, itu saja.


Akhir-akhir ini, banyak orang yang mendekatiku dengan niat tersembunyi atau perhitungan tertentu, tapi tatapannya terlihat begitu murni dan berbeda.


───Hasegawa Yuta-kun, kah.


Aku ingin berteman dengan orang ini, pikirku.


Sudah lama rasanya aku merasa seperti ini, aku ingin menjalin hubungan dengan seseorang, bukan karena alasan lain.



Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال