> EPILOG

EPILOG

 Kamu saat ini sedang membaca  Kanojo ni uwaki sa rete ita ore ga, shōakumana kōhai ni natsuka rete imasu  volume 3,  epilog. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw




『Jadi, mulai sekarang, kau akan berinteraksi dengan Reina-san seperti biasa, kan?』

Saat aku memberitahunya tentang apa yang terjadi dengan Reina, Ayaka menghela nafas panjang melalui telepon.

Sehari setelah aku berbicara dengan Reina.

Saat aku sedang dalam perjalanan pulang setelah kuliah, aku menerima panggilan telepon dari Ayaka.

Setelah beberapa obrolan ringan yang biasa, aku pun mulai menceritakan kejadian kemarin.

Aku sengaja tidak menyebutkan kalo Ayaka adalah penyebabnya. 

Karena kesalahan ada padaku, aku tidak ingin Ayaka merasa bertanggung jawab atas hal yang sudah terjadi.

Lagipula, saat perjalanan ke onsen, Ayaka sempat mengatakan tentang perselingkuhan Reina, "Apa itu salahku, ya?"

Aku hanya menceritakan sebagian dari kejadian tersebut, bahwa kurangnya perhatian dariku yang membuat Reina merasa tersiksa dan akhirnya terpaksa melakukan tindakan seperti menggenggam tangan. 

Mungkin, dengan hanya cerita ini saja, Ayaka sudah bisa menangkap keseluruhan cerita.

Setelah beberapa saat terdiam di telepon, Ayaka memanggilku, 『Hei.』

『Ada satu hal yang aku tidak mengerti.』 

"Apa itu?"

『Saat kau memberitahuku kalo kau bertemu Reina-san beberapa waktu lalu, aku sudah tahu. Kalo ada sesuatu yang terungkap tentang Reina-san, kau pasti akan memberitahuku, kan?』 

Setelah mengambil nafas, Ayaka melanjutkan.

『Makanya, aku bilang kalau aku hanya orang luar dalam masalah ini. Agar aku tidak membuatmu merasa terbebani seperti sekarang.』

Ternyata, Ayaka memang sudah menyadari hal itu.

Kalo sebagian dari alasan perpisahanku dengan Reina adalah karena keberadaannya.

Dan aku yang sengaja menyembunyikan hal itu saat bercerita.

"Maaf. Apa kau sudah tahu?"

『Seharusnya kau lebih bisa menjaga ekspresi wajahmu.』 

"Itu menakutkan, apa kau bisa melihat ekspresiku ya?"

『Aku bisa menebaknya hanya dari suaramu.』 

"Eh, itu malah lebih menakutkan." 

Saat aku secara naluriah menjauhkan Hp-ku, dan terdengar suara tawa Ayaka yang samar.

Setelah aku kembali mendekatkan Hp-ku ke telingaku lagi, Ayaka melanjutkan pembicaraan.

『Kita mungkin punya hubungan yang tidak seharusnya terlalu diumbar ke orang lain,.』 

"Itu tidak benar. Aku ingin bisa bangga dengan hubungan kita ini."  

Aku langsung menanggapi pernyataan Ayaka.

Sejak di SMA, aku menginginkan lingkungan yang bebas tanpa ada yang mengatur. 

Setelah melewati berbagai hal, akhirnya aku bisa meraihnya.

『Aku rasa kau bisa bangga. Tapi, itu berbeda dengan memberitahu orang lain. Ingat waktu perjalanan ke kota onsen, aku ingin memposting di SNS tapi kau mencegahku. Itu berarti kau juga berpikir tentang perasaan orang lain, kan?』 

Aku terdiam sejenak. 

Saat itu, aku mencegahnya karena aku tidak ingin mendapatkan penilaian negatif dari orang lain.

Tapi, tindakan itulah yang justru menunjukkan kalo aku secara tidak sadar merasa lebih baik kalo hal ini tidak diketahui banyak orang.

『Sebenarnya, dengan membicarakan tentang hubungan kita, itu yang membuat Reina-san menderita, kan?』 

"──Itu salahku. Aku yang salah."

『Aku tidak akan meminta maaf atas waktu yang aku habiskan bersamamu. Reina-san pasti paling benci kalo sampai kau meminta maaf karena itu.』  

Aku bisa memahami pendapat Ayaka.

Reina sedang merasa bingung karena mungkin dia kalah dibandingkan Ayaka sebagai kekasih. 

Kalo Ayaka meminta maaf, itu berarti dia akan mengakui hal tersebut.

『Tapi, tentang bagaimana kau menyebutnya selingkuh dan mengatakan banyak hal, suatu saat kau harus minta maaf untuk itu.』 

Ayaka mengatakan itu sambil menghela napas kecil.

──Tiba-tiba, aku teringat perpisahan kemarin.

Apa yang terlintas di mataku adalah ekspresi kesepian Ayaka.

Mungkin itu hanya perasaanku saja.

Mungkin itu hanya khayalan yang mengerikan.

Tapi, karena ada kemungkinan itu benar, aku merasa harus menyampaikan satu hal.

"Tunggu dulu. Izinkan aku mengatakan ini."

『Apa?』 

"Ayaka, kau bukan orang luar. Apapun yang terjadi."

Kemarin, Ayaka mengatakan kalo dirinya adalah orang luar, tapi saat aku merasa terpuruk setelah perpisahan, dia adalah sumber dukungan mental bagiku.

Bagi ku, keberadaan Minori Ayaka tidak bisa diselesaikan hanya dengan kata 'orang luar.'

Ayaka terkadang mengatakan, "Semoga kita tetap bisa berhubungan meski sudah dewasa nanti."

Mungkin itu karena dia sudah tahu suatu hari nanti akan ada hari seperti ini. 

Karena itu, aku menambahkan kata-kata berikut.

"Sejak dulu, dan juga nanti."

──Beberapa detik terdiam.

『...Apa itu, sebuah pengakuan?』

"Jangan bercanda."

『Ahaha, maaf.』 

Ayaka tertawa dan meminta maaf.

『Itu benar. Mungkin kita akan terus terikat dengan hubungan yang sulit lepas ini.』 

"Sebetulnya, kita sudah terikat dengan hubungan seperti itu sejak lama."

Karena Ayaka kembali tertawa, aku pun ikut tersenyum.

"Kalo begitu, sampai nanti."

『Ya, sampai nanti.』

Sapaan yang selalu kami ulangi sejak SMA.

Karena sudah biasa, aku merasa tenang dengan percakapan ini.

Aku sangat berharap hubungan dengan Ayaka tetap seperti ini, tidak berubah, dan terus berlanjut.


◇◆ POV AYAKA ◇◆


Setelah telepon selesai, aku menghela napas.

Di layar Hp-ku, terlihat chat dengan nama 'Hasegawa Yuta'. 

Aku sudah berbicara dengannya selama sekitar 20 menit.

Dalam waktu singkat itu, banyak hal yang terlintas di pikiran ki.

──Sebenarnya, aku sudah mulai merasakannya sejak pesta Valentine.

Pada saat aki bertemu dengan Reina-san di acara itu, aku bisa melihat ada sedikit kebencian di mata Reina-san saat dia memandangku.

Kenapa dia tidak menunjukkan perasaan itu di tempat tersebut, itu karena Reina-san memang tidak ingin berbicara dengan ku. 

Mungkin dia tidak ingin menunjukkan sisi emosionalnya di depan orang itu.

Aku menyadarinya. Hubungan ki dengan orang itu memang tidak biasa.

Tapi, meskipun orang lain berpikir apa, bagi ku, itu adalah tempat yang akhirnya aku temukan.

Aku juga ingin bisa membanggakan diri. 

Mengakui kalo hubungan ini tidak bisa diumbar kepada orang lain terasa sangat menyedihkan untukku.

Reina-san merasakan hal yang sama. 

Aku juga ingin tahu seperti apa hubunganku dengan orang itu, makanya aku mengajaknya pergi liburan ke onsen.

Yang aku ketahui adalah kalo orang itu benar-benar menghargai ku, dan juga kalo dia sendiri masih belum bisa menentukan batasan dalam hubungan kami.

Kalo alasan Reina-san selingkuh sesuai dengan yang aku duga, mungkin sejak saat itu orang itu tidak akan pernah menyebutkan hubungan kami kepada orang lain.

Membicarakannya di SNS yang bisa menimbulkan kebencian, itu sangat tidak mungkin.

Ketika aku berpikir kalo hubungan ku dengan orang itu mungkin akan disembunyikan, aku merasa ingin memiliki bukti kalo kami pernah pergi berlibur ke onsen bersama.

Karena itu, setelah liburan ke onsen, aku menyelipkan foto gantungan kunci di SNS.

──Aku juga berpikir aku melakukan sesuatu yang sangat bodoh.

Kalo orang itu menyembunyikan keberadaan ku, itu pasti untuk kebaikan ku.

Tapi, dari percakapan hari ini, aku akhirnya menyadari kalo dia sebenarnya tidak berniat untuk menyembunyikan ku. 

Aku merasa sangat kekurangan tekad.

Aku sudah mengatakan pada dirinya kalo aku adalah orang luar, tapi di saat yang sama aku menyesalinya.

Sebenarnya, aku tidak ingin mengatakan kalo aku adalah orang luar dalam hubungan kami, meskipun hanya dengan kata-kata.

Karena itu, aku merasa lega saat dia berbicara tentang Reina-san dalam telepon tadi, dan aku benar-benar senang ketika dia dengan jelas mengatakan,『Ayaka, kau bukan orang luar.』

Aku teringat percakapan kami tadi.

Dia berkata, 『Sejak dulu, dan juga nanti.』

...Sebuah pengakuan, dengan kata-kata yang hampir mirip dengan pengakuan cinta.

"──Sebenarnya, aku tidak bercanda."

Kata-kata itu keluar tanpa sengaja.

Angin kencang yang tiba-tiba datang menerbangkan kelopak bunga sakura.





Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال