> EPILOG

EPILOG

 Kamu saat ini sedang membaca  Kanojo ni uwaki sa rete ita ore ga, shōakumana kōhai ni natsuka rete imasu  volume 4,  epilog. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw



"Yuuta-kun, bagaimana minggu pertama dalam hubungan pacaran pura-pura itu?"


Setelah kuliah selesai, di perjalanan pulang, aku berjalan bersama Reina.


Aku merasakan sinar matahari terbenam menyinari punggungku, memikirkan kembali kejadian minggu lalu.


"Semuanya selesai dalam sehari, jadi sekarang semuanya kembali seperti semula."


Saat aku menjawab pertanyaan itu, Reina mengeluarkan suara terkejut, 


"Eh?"


Sepertinya jawabanku di luar dugaan.


"Sudah selesai begitu cepat?"


"Ya, memang singkat."


"...Aku pikir paling tidak seminggu. Apa kau bertengkar dengan Mayu-chan?"


"Tidak kok kami tidak melakukannya. Dia pasti sudah merasa puas dalam sehari."


Reina terlihat berpikir sejenak dan menundukkan kepalanya.


Hubungan pacaran pura-pura itu berakhir dalam satu hari karena tujuan Shinohara tercapai dengan cepat. 


Dia melakukan hubungan pacaran pura-pura hanya untuk memastikan sesuatu yang dia rasa perlu, dan segera menyelesaikannya pada hari itu juga.


Hari pacaran pura-pura itu benar-benar mencerminkan sifat Shinohara yang sangat inisiatif.


"Puass... ya, begitu."


"Jangan salah paham, aku cuma bilang, kami tidak melakukan apa-apa."


Setelah itu, langkah Reina menjadi sangat lambat.


Aku terpaksa menyesuaikan langkahku, dan Reina memandangku, lalu dengan cepat menoleh ke samping.


"Aku tidak khawatir soal itu."


"Oh, kalo begitu, tidak masalah."


Kalo kesalahpahaman ini sampai terdengar oleh Natsuki, aku mungkin akan mendapat kata-kata tajam darinya lagi. 


Kebanyakan dari kata-katanya memang bersifat membangun, dan terkadang itu bisa sangat membantu, tapi jujur saja, aku lebih memilih untuk menghindari situasi semacam itu kalo bisa. 


Tidak ada yang ingin dimarahi pada usia seperti ini.


"Maaf ya, karena keegoisanku kalian jadi menjalani hubungan pacaran pura-pura."


"Tidak apa-apa kok, semuanya sama saja, tidak ada yang berubah."


"Dan satu lagi, maafkan aku. Aku sudah menceritakan hal ini pada Ayaka-san."


Sejenak, aku tidak mengerti maksud dari perkataan Reina, dan kakiku yang hendak melangkah berhenti seketika.


Setelah menurunkan kakiku dengan perlahan ke tanah, akhirnya aku mulai memahami maksudnya.


"Jadi, bukan hanya soal hubungan pacaran pura-pura itu saja. Apa kau bertemu dengan Ayaka?"


"Ya. ...Dia minta maaf. Katanya dia berkata kasar waktu kita bertemu dulu."


"Begitu. ...Itu memang seperti dia."


Saat musim sakura mulai gugur, 


Ayaka pernah mengatakan lewat telepon, 'Kau harus minta maaf'. 


Waktu itu, aku juga berniat ikut bersamanya, tapi Ayaka memilih untuk bertemu Reina sendirian.


"Ayaka-san itu, sebenarnya merasa lebih bertanggung jawab dari yang Yuuta-kun kira. Mungkin di hadapanmu dia selalu terlihat biasa saja."


"Eh?"


"...Aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku tidak ingin mengirimkan garam."


"Maaf, aku dengar semuanya kok."


"Jadi kenapa kau masih bertanya?"


Reina menatapku dengan tatapan tajam.


Ekspresi yang jarang aku lihat, sangat berbeda dengan penampilannya yang biasanya tenang, dan aku merasa sedikit rindu melihatnya.


"Aku yang salah, kalo begitu. Untuk lebih jelasnya, dia memang tidak suka pergi berdua denganku."


Reina berkedip dan menundukkan kepalanya. 


Kemudian, dengan ujung jari kaki, dia menendang sebuah kerikil pinggir jalan.


"...Begitu. Ternyata memang seperti itu."


Di balik suara lembutnya, ada perasaan lain yang tercampur.


Tapi, naluriku mengatakan kalo lebih baik tidak memikirkannya terlalu dalam.


"Baiklah, aku sekarang harus kerja paruh waktu."


"Oke. Semangat ya."


"Terima kasih."


Reina tersenyum lebar dan menyeberang jalan. 


Begitu sampai di trotoar, dia berbalik menghadapku dan melambaikan tangan kecil.


Saat aku melambaikan tanganku untuk membalas, kali ini Reina berjalan menuju stasiun.


Setelah mengamati punggungnya yang berwarna oranye, aku sejenak menoleh ke sekitar.


Ternyata, jalan ini juga tempat di mana Reina pernah berjalan bersama pria lain.


Sampai beberapa minggu yang lalu, aku berpikir kalo aku tidak akan punya kesempatan berbicara dengan Reina lagi. 


Dalam waktu singkat, hubungan-hubungan dekatku kembali berubah.


Meskipun tidak ada perubahan kelas, hubungan dengan orang lain bisa berubah begitu cepat. 


Mungkin ini adalah karakteristik hubungan antar lawan jenis.


Aku terkejut dengan pemikiran tersebut, lalu tanpa sadar aku menendang kerikil itu. 


Sepertinya obrolan tentang cinta dari Shinohara mempengaruhiku.


Begitu aku melihat apartemenku, aku tidak sengaja tersenyum. 


Perubahan yang terus-menerus adalah tantangan dalam hubungan manusia, tapi di sisi lain, itu juga menjadi daya tariknya.


──Dan, hal-hal yang tidak berubah juga merupakan daya tarik tersendiri.


Dari lorong lantai 2 apartemen tua, Kouhai yang nakal melambaikan tangannya ke arahku.


"Senpai—! Kau lupa memberikan kunci padaku, aku harus menunggu selama 5 menit!"


"Kau kan tidak menunggu terlalu lama. Dan jangan bicara seperti aku selalu memberimu kunci cadangan!"


Aku mengeluarkan gantungan kunci dari saku, sambil menaiki tangga yang berderit satu per satu.


Aku memegang gantungan kunci macan tutul, lalu membuka pintu seperti biasa.


Sinar matahari sore yang menyentuh punggungku tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda.


Aku bertanya-tanya apa musim hujan akan segera datang, sambil melangkah melewati ambang pintu apartemen.


Seperti biasa, aku membawa Mayu bersamaku.


Tapi, bau bunga sakura sudah lama hilang.


Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال