Kamu saat ini sedang membaca Shū 4 de heya ni asobi ni kuru shōakuma gāru wa ku bittake! (GA bunko) volume 1 epilog. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
Pada akhir pekan berikutnya, di lapangan yang biasa, aku sedang berlatih menggunakan bola basket yang baru kubeli.
Layup, tembakan mid-range, dribble dengan fake untuk melewati musuh yang tidak terlihat...
Di bangku yang cukup dekat, Misa sedang memperhatikanku.
"Ibu bilang dia akan membatalkan rencananya untuk menikah lagi."
Misa mulai berbicara, jadi aku memutuskan untuk berhenti sejenak dan mendengarkan.
"Ah, jadi kau yang memaksa Bibi, ya?"
"Bukan begitu."
Misa menggembungkan pipinya.
"Aku bilang kalo aku setuju dengan rencana itu. ...Apa kau ingin tahu alasan kenapa Ibu ingin menikah lagi dan kenapa akhirnya dia membatalkan?"
"...Iya."
Meski kurasa ini akan menjadi percakapan yang merepotkan, aku juga sedikit terlibat, jadi aku setuju untuk mendengarkan.
"Ibu bilang dia merasa perlu seorang ayah untukku. Itu sebabnya dia ingin menikah lagi."
"Hmm..."
Ternyata, itu adalah keputusan yang diambil demi Misa.
Tentu saja, jika dia tidak tertarik pada orang itu, pasti dia tidak akan mempertimbangkan pernikahan lagi.
"Jadi kenapa dia membatalkannya?"
Aku mendorong Misa untuk melanjutkan.
"Ibu bilang, 'Kalo ada kakak yang bisa diandalkan seperti itu di dekat sini, aku merasa lebih tenang.'"
"..."
Aku ingin tau siapa orang yang dimaksud 'kakak' itu?
"Begitu... Aku tidak tahu kalo ada orang seperti itu."
"Ya, aku juga tidak tahu."
"Ha?"
Aku pura-pura bingung, dan ternyata jawabannya sangat tak terduga.
"Ada pria yang pergi ke hotel bersamaku..."
"Tunggu, itu pasti aku yang dimaksud sebagai 'kakak'."
Saat aku cepat-cepat menjawab, Misa langsung menatapku dengan mata berbinar.
"Ah, begitu. Kalo begitu, bagaimana kalo kita bermain 'kakak adik yang melakukan hal-hal cabul' saat orang tua sedang tidak di rumah?"
"Jangan!"
"Kalo begitu, bagaimana kalo kita bermain 'adik yang sangat manja'? Apa kau lebih suka dipanggil 'Onii-chan' hanya saat kita ber-2, atau juga di luar?"
"Aku menolak keduanya. Bahkan, jangan panggil aku begitu."
Ternyata, ini memang sudah menjadi kebiasaan Misa yang asli.
Aku bertanya-tanya, sampai sejauh mana ini adalah sisi aslinya, dan sampai sejauh mana dia hanya melakukannya karena marah atau frustrasi.
"Tidak mungkin aku punya adik seperti mu."
"Jadi, apa itu berarti aku bisa berharap bisa menjadi lebih dari sekadar adik?"
"Silakan berpikir begitu, tapi tidak akan pernah seperti itu."
Aku menegaskan dengan jelas.
"Kalo begitu, apa yang kau maksud? ...Ah, aku mengerti."
Misa tiba-tiba tersenyum licik, seolah-olah dia baru saja mendapat ide yang buruk.
"Ngomong-ngomong, Seiya-san, kalo di pikir-pikir bukankah kau sudah melihat ku telanjang?"
"Eh!?"
"Aku tidak menyombongkan diri ku, tapi aku memang sudah terlihat lebih dewasa, aku punya tubuh yang bagus, dan sedikit nakal... Maksudnya, kau tidak mungkin punya adik yang tumbuh seperti itu. Apa kau kira aku terlihat seperti anak 14 tahun?"
"Ke—"
"Benarkah itu tidak seperti yang kau kira?"
Misa memotong kata-kataku dan bertanya.
"Yah, mungkin ada sedikit..."
Aku menjawab dengan suara yang sedikit ragu.
"Kalo begitu, apa aku harus mengirimimu foto selfieku?"
"Jangan pernah mengirimkannya kepadaku."
Misa tertawa kecil mendengar jawabanku.
"Aku juga ingin Seiya-san menjadi orang lain selain 'kakak'."
Dia berkata begitu dengan nada santai, seolah-olah itu adalah hal biasa.
"Kalo begitu, mintalah itu pada orang lain."
Aku memunggungi Misa dan melepaskan tembakan lompat dari posisi strategis.
Sayangnya, tembakan itu meleset.
Sudut 45° dari tengah adalah area yang biasanya aku kuasai, dan kalo aku bebas, aku jarang sekali melewatkan tembakan seperti itu.
"Untuk saat ini, aku hanya ingin fokus pada basket."
Basket telah menjadi inti dari diriku.
Sekarang aku sudah berhenti, tapi aku memutuskan untuk tidak benar-benar meninggalkannya.
"Untuk saat ini?"
"Ya, untuk saat ini."
Aku menjawab.
"Setelah ini selesai, aku akan mulai memikirkan hal lain."
"Baiklah, aku juga merasa itu sudah cukup untuk sekarang."
Misa tampak puas dengan jawabanku.
Aku mengambil bola dan berbalik.
"Misa, apa kau mau bermain bersama lagi? Aku akan mengajarimu sesuatu lagi.”
"Ah, Seiya-san. Kalo bisa, ajak aku untuk melakukan sesuatu yang lebih menggoda."
Misa berkata dengan nada sedikit jengkel, lalu berdiri, meninggalkan bolanya di tempat, dan berjalan mendekat.
"Yah, tidak masalah. Tapi sekarang kita masih 'teman baik yang tinggal di dekat rumah', jadi aku akan tetap bersikap baik. ...Di depan orang, tentu saja."
Seperti biasa, gadis ibis kecil yang jahat mengatakan itu dengan menunjukan senyum menggoda khasnya.
Tentu saja, aku memilih untuk tidak mendengarkan kata-katanya.
Jejak vol 1 epilog , thanks admin buat uploadnya
BalasHapus