> KAMP BELAJAR

KAMP BELAJAR

 Kamu saat ini sedang membaca Ossananajimi no Imouto no Kateikyoushi wo Hajimetara volume 2 chapter 10. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw








"Jadi, Kouki-kun. Mohon kerjasamanya, ya!" 


"Iya." 


Aku menyapa bibi dan paman yang sedang menggulingkan koper di depan pintu masuk rumah keluarga Takanishi. 


Aku tidak begitu mengerti kenapa, tapi sepertinya aku akan tinggal di rumah keluarga Takanishi untuk sementara waktu dan berada di bawah asuhan Aisha. 


Sementara itu, bibi dan paman akan pergi ke rumahku dan menikmati hidup berempat di sana.


Mereka tampak akrab sekali...


"Mereka sudah pergi, ya." 


"Iya, benar." 


Aku bertatapan dengan Manami, yang berdiri di sebelahku ikut melihat mereka pergi. 


Aisha juga sempat mengantar sampai ke pintu masuk, tapi dia tidak mau menatapku.


"Apa sih..." 


"Eh, umm... terima kasih sudah mau menampungku?" 


"Iya, benar."


Setelah mengatakan itu, dia langsung kembali ke ruang tamu.


Belakangan ini, aku merasa komunikasiku dengannya sudah mulai berjalan lancar, tapi entah kenapa, karena aku akan menginap di sini untuk sementara waktu, jarak di antara kami kembali terasa canggung. 


Aku tahu dia tidak membenciku karena sesekali dia mengirim pesan padaku, meskipun pesannya sangat sederhana dan terasa kikuk.


"Kau kelihatannya makin akrab dengan Onee-chan ya!" 


"Apa kau bisa bilang begitu dari melihat yang barusan?" 


"Eh, aku rasa Onee-chan benar-benar percaya sama Kouki-nii deh."


Mungkin ada sesuatu yang bisa dirasakan sesama saudara perempuan, tapi sejauh ini, kepercayaan itu belum terasa sama sekali buatku.


"Yah, yang penting Kouki-nii tidak akan membenci Onee-chan apa pun yang terjadi, kan? Itu yang terpenting!" 


"Yah, aku rasa aku tidak akan pernah membencinya."


Tidak ada alasan bagiku untuk membenci Aisha. 


Meskipun bagaimana dia memandangku, aku tahu Aisha bukan orang jahat.


"Fufu. Yah, sekarang saatnya belajar!" 


"Iya, benar."


Manami menarik tanganku dan membawaku ke kamar.



"Jadi, sudah sejauh mana kau selesai?" 


Tujuan dari camp kali ini adalah untuk menyelesaikan PR Manami. 


Sebelumnya, kami sudah membereskannya sedikit sebelum hari sekolah dimulai, tapi dari sini baru masuk tahap utama. 


Untuk hal-hal seperti menulis buku harian, itu harus dikerjakan sendiri nanti, tapi tugas lainnya, termasuk yang melibatkan praktik, harus diselesaikan di sini. 


Aku tidak bisa memberikan saran untuk tugas menggambar seni, jadi aku hanya bisa mengawasi.


"Yah, seperti ini!"


Aku mencocokkan kemajuan setiap mata pelajaran dengan buku panduan liburan musim panas.


Bahasa Jepang 20%. 


Matematika 30%. 


Bahasa Inggris 80%. 


Untuk ilmu pengetahuan alam dan ilmu sosial, tidak terlalu banyak, sekitar setengahnya sudah selesai. 


Untuk praktik, hanya tersisa tugas menggambar seni.


"Kau ternyata bekerja sangat keras ya."


"Eh he he~!"


Mengingat kami masih berada di tengah-tengah liburan musim panas, ini sudah cukup bagus. 


Mengingat Manami yang biasanya, aku bahkan sudah bersiap-siap kalo semuanya baru selesai sekitar 10%.


"Karena aku sudah tahu kalo paruh akhir liburanku akan habis."


"Yah, benar juga."


Ini alasan kenapa dia harus menyelesaikan semua PR-nya sekarang. 


Manami sudah diminta menjadi asisten di banyak kegiatan klub di paruh kedua liburan musim panasnya, jadi jadwalnya sudah penuh. 


Yah dia melakukan itu karena dia menyukainya, jadi jadwalnya yang padat tidak menjadi masalah, tapi yang jadi masalah adalah PR-nya. 


Kalo tidak dibereskan sekarang, nanti tidak akan ada waktu lagi untuk mengerjakannya.


"Jadi, sebagai hadiah karena aku sudah berusaha, aku minta di elus!"


"Iya, iya."


Saat aku mengusap kepalanya dengan ringan, dia tersenyum puas. 


Hanya dengan itu, Manami sudah tersenyum riang. 


Imut sekali.


"Hwaa... Tapi itu tidak boleh! Kenapa kau mengelusku dengan begitu serius!"


"Mengelus dengan serius. Maksudnya...?"


"Pokoknya! Dilarang! Rasanya terlalu enak, jadi dilarang!"


Dia yang tadi menyuruh, sekarang dia malah melarang. 


"Kau tidak diperbolehkan melakukan itu kecuali aku memintanya!"


"Baiklah."


"Kau pasti menjawab asal! Tidak boleh ! Jangan sampai kau mengusap gadis lain....!"


Aku rasa dia bisa tenang, karena tidak ada orang lain yang akan meminta hal seperti itu selain Manami...


"Oh, tapi... kalo dengan Onee-chan..."


"Aisha?"


"Bukan! Bukan apa-apa! Pokoknya ini hanya untukku! Tapi... kalo memang harus, Onee-chan juga boleh..."


"Yah, kalo kau bilang itu hanya untukmu, ya sudah. Sebagai gantinya, selesaikan PR-mu dengan baik, oke."


"Benarkah!?"


"Ya."


Kalo ini bisa membuatnya bersemangat, itu harga yang murah untuk dibayar.


"Ehehe... Baiklah! Kalo begitu, aku akan mengerjakannya!"


"Yah, kali ini aku cuma bisa duduk di samping dan mengawasimu."


"Kalo ada yang aku tidak mengerti, aku akan banyak bertanya!"


"Woke."


Orang tuaku dan orang tua keluarga Takanishi menyuruhku untuk belajar bersama Manami selama kamp belajar ini, jadi aku akan memanfaatkan kesempatan ini. 


Sambil melihat Manami yang mulai duduk di meja, aku pun mulai mengerjakan sisa PR-ku.



"Kau sudah berusaha keras ya."


"Ah, Onee-chan!"


Saat aku sedang berkonsentrasi di kamar, Aisha masuk. Aku tidak menyadarinya, tapi ternyata aku sudah sangat fokus.


"Sebaiknya kau istirahat sebentar."


"Umm, baiklah!"


Melihat Manami yang tampak senang, terlihat jelas bahwa dia sudah memaksakan dirinya cukup keras. 


Saat dia sedang berusaha, aku harus ingat untuk memberinya waktu istirahat. 


Aisha datang pada waktu yang tepat, menunjukkan betapa hebatnya seorang kakak.


"Aku sudah memanggang kue kering, akan kubawakan. Kalian minum apa? Kopi atau teh?"


"Kue kering!? Yay! Aku mau teh!"


"Manami teh, ya. Kouki, kau juga teh, kan?"


"Ya, terima kasih."


Setelah berkata begitu, Aisha turun ke bawah.


Apa aku pernah memberitahunya kalau aku tidak terlalu suka kopi?


"Kue kering, kue kering!"


Manami yang tidak sabar langsung ikut turun, jadi aku juga memutuskan untuk turun membantu. 


Akhirnya, kami semua berkumpul di ruang tamu untuk beristirahat.


"Wah, luar biasa."


Di ruang tamu, kue kering yang sudah jadi tertata dengan rapi. 


Warna-warninya menarik, dan rasanya tidak akan aneh jika dikatakan bahwa kue-kue itu dibeli di toko.


"Enak sekali!"


"Kau sudah mulai memakannya ya"


Begitu duduk, Manami langsung mengambil kue kering. 


Aisha, yang sedang menyiapkan teh, hanya tersenyum melihatnya.


"Syukurlah."


Manami terus melahap kue kering dengan semangat.


"Ada di bibirmu, tuh."


"Eh he he~"


Aisha membersihkan remahan di mulut Manami sambil tersenyum, pemandangan yang menghangatkan hati.


"Enak sekali kan, Kou-nii!"


"Iya, beneran ini enak..."


Ibuku pernah membelikanku manisan Barat yang kelihatannya mahal, tapi aku merasa kue buatan Aisha rasanya lebih enak. 


Dari memasak hingga membuat manisan...Aisha benar-benar hebat.


"Senang rasanya kalian bisa menikmatinya saat masih hangat."


"Kou-nii, aku mau yang itu juga!"


"Baiklah."


Ada beberapa rasa seperti matcha dan teh yang hanya ada di hadapanku. 


Ketika aku mengambil satu untuk Manami, dia malah membuka mulutnya, menunggu.


"Aaah~"


"Kenapa?"


"Aaaah~!"


"...Ya mau bagaimana lagi."


"Fufufu~"


Dia tampak puas, tapi aku agak khawatir karena biasanya Aisha tidak terlalu suka kalo kami bertingkah seperti ini di depannya. 


Tapi hari ini...


"Ada apa?"


"Tidak, tidak apa-apa..."


Aku memperhatikan Aisha, dan sepertinya dia tidak terlalu kesal, jadi aku merasa lega. 


Melihat itu, Manami tiba-tiba mencondongkan tubuhnya dan mulai ribut.


"Onee-chan juga mau, kan? Kau mau, kan!?"


"Kenapa?"


"Menurutku tidak adil kalo hanya aku yang diberi suapan."


"Aku tidak perlu—"


"Ayo, Kou-nii! Berikan padanya juga!"


Manami memaksa menaruh kue kering di tanganku. 


Terpaksa, aku menoleh ke arah Aisha. 


Wajahnya memerah, dan dia melirikku dengan ekspresi yang sulit dimengerti, entah marah atau malu.


"Apa... kalo kau ingin melakukannya, lakukanlah!”


"Tidak, aku tidak memaksa, tapi..."


"Apa kau tidak mau melakukannya!? Tapi kau melakukannya untuk Manami!"


Apa yang harus kulakukan...


"Ayo, Onee-chan juga sedang menunggu, kan."


"Benarkah dia menunggu...?"


"Iya, dia menunggu! Cepatlah!"


"Baiklah... ini."


"Mm."


Dengan pelan, aku menyuapkan kue ke mulut Aisha. 


Dia masih menatapku dengan wajah merah dan ekspresi yang sedikit kesal, tapi mungkin karena akhir-akhir ini kami sering mengobrol, ekspresinya malah terlihat sedikit manis di mataku.



"Capek!" 


"Ya. Kau sudah melakukan pekerjaan dengan baik." 


Setelah kembali dari istirahat, Manami, yang telah bekerja keras mengerjakan PR-nya selama beberapa waktu, berbaring tengkurap.


Dia sudah melaju dengan kecepatan yang lebih dari cukup untuk sehari, jadi mungkin ini adalah batasnya.


"Hari ini kepalaku sudah tidak bisa dipakai berpikir lagi."


Ketika dia perlahan-lahan mendekat, dia meletakkan kepalanya di atas pangkuanku.


Rasanya ini seperti pernah terjadi sebelumnya...


"Ya sudah, karena kau sudah berusaha."


"Hehehe."


Ketika aku mengelus kepalanya yang terletak di pangkuanku, dia tampak puas dan menyipitkan matanya.


Melihatnya dari dekat seperti ini, dia benar-benar mirip dengan kakaknya, Aisha. 


Meskipun biasanya aku tidak memperhatikannya karena tipenya berbeda, aku menyadari bahwa matanya mirip.


Mungkin itulah sebabnya, meskipun jarak seperti ini sudah biasa, hari ini aku merasa sedikit berdebar.


"Mm... Kou-nii, kau sudah semakin baik dalam mengelus."


"Apa ada yang namanya baik atau buruk dalam mengelus?"


Aku terus mengelusnya seolah menyisir rambutnya yang lembut.


"Ya ada! Itu penting! Kalo kau mengelus Onee-chan dengan cara ini, dia pasti akan jatuh cinta padamu!"


"Itu omong kosong..."


"Jadi untuk sementara, kau tidak boleh mengelus siapa pun selain aku!"


"Baiklah, baiklah."


Sebenarnya, aku tidak bisa membayangkan situasi di mana aku mengelus Aisha.


Mungkin kalo aku merawatnya sekali lagi, itu bisa berbeda...


"Ah, Onee-chan! Mungkin dia sudah mulai menyiapkan makan malam sekarang, ayo kita lihat!"


Manami tiba-tiba bangun dan dalam sekejap dia sudah membuka pintu dan berlari keluar dari ruangan.


"Ada yang bisa ku bantu?"


"Kou-nii apa kau mau masak bersama!?"


"Ya, kalo ada yang bisa aku lakukan..."


Megigat kemampuan memasak Aisha, sepertinya aku tidak perlu ikut campur, tapi mungkin aku bisa mencuci beras atau mencuci piring.


"Wah! Aku akan memberitahu Onee-chan!"


Begitu dia mengatakan itu, dia meninggalkanku dan berlari menuruni tangga.


"Onee-chan!"


"Wah!? Ada apa!? Apa yang terjadi?"


Aku mendengar suara Aisha dari bawah.


Aku pun segera mengejarnya.



"Apa..."


"Tidak..."


Tidak bisa ku katakan. 


Melihatnya memakai apron yang terlihat segar dan manis membuatku sangat terpesona... 


"Nee, nee, Kouki-nii juga akan membantu!" 


"Tadi aku sudah mendengarnya." 


Apa aku berhasil mengalihkan perhatian berkat Manami? 


Aisha tersenyum lembut pada Manami, dan aku hampir terpesona lagi, tapi aku cepat-cepat mengalihkan pandanganku. 


"Ada yang bisa aku bantu?" 


"Tidak perlu, kau ini tamu, kan?" 


"Tidak, aku tidak tahu berapa lama aku akan tinggal di sini, jadi rasanya tidak pantas kalo aku hanya diam saja..." 


Aku merasa tidak enak kalo aku terus bergantung pada Aisha. 


"Begitu ya..." 


Eh? Ekspresi Aisha tampaknya sedikit murung, tapi suasana itu langsung dihempaskan oleh Manami yang melemparkan sebuah bom. 


"Kouki-nii jadi guru les dan Onee-chan yang mengurus rumah, kalian seperti pasangan suami istri!" 


"Apa!?" 


Sebelum aku bisa berkata apa-apa, wajah Aisha seketika langsung memerah. 


"Jangan bicara yang aneh." 


Maksudku, kupikir Aisha kelak akan bekerja dengan sangat profesional... 


Tidak, aku tidak boleh terlalu memikirkannya, nanti malah semakin terjebak! 


Kenapa aku malah membayangkan diriku yang melakukan pekerjaan rumah sebagai gantinya? 


Sungguh memalukan, rasanya seperti benar-benar membayangkan kami menikah... 


"Ahaha. Yah, lagipula memasak bersama juga terlihat seperti pengantin baru, kan!" 


"Pengantin baru...!?"


Aisha sedang mengalami overheat.


"Jadi, aku serahkan soal Onee-chan padamu ya!"


"Eh?"


"Aku mau kembali ke atas untuk mengerjakan PR sebentar lagi!"


Manami mengatakan apa yang ingin dia katakan dan berlalu begitu sajas eperti badai.


Yang tertinggal hanyalah kami...


"Umm..."


"Pengantin baru...? Pernikahan...?"


Tidak bisa. 


Wajah Aisha memerah, dan sepertinya dia tidak akan bisa bergerak untuk sementara waktu.



"Karena sudah begini... Aku ingin tahu apa aku bisa memintamu untuk membantuku memasak bersamaku..."


Setelah Aisha akhirnya kembali tenang, kami memutuskan untuk memasak bersama hari ini. 


Itu tidak masalah, tapi aku berharap dia berhenti mengatakan 'pengantin baru...' dengan berbisik. 


Berada berdua di dapur saja sudah membuatku tidak tenang...


"Umm, hari ini kita akan buat karaage..."


"Wah, itu bagus!"


Aku sangat menantikannya.


"Tapi, aku belum pernah menggoreng makanan sebelumnya..."


Walaupun aku kadang memasak, menggoreng makanan selalu terasa merepotkan, apalagi dengan urusan bersih-bersih. 


Sebagai orang yang hanya masak makanan ringan untuk makan siang, aku belum pernah mencobanya sampai sekarang.


"Begitu ya? Kupikir kau pasti sudah pernah melakukannya karena Kouki bisa masak."


"Kalo melakukannya di rumah, itu akan menjadi ribet."


"Iya, benar juga. Membersihkannya memang merepotkan. Rasanya sayang kalau alatnya cuma dipakai sekali."


"Itu dia."


Percakapan kami yang awalnya canggung perlahan-lahan menjadi lebih alami.


"Kalo begitu, aku akan mengajarimu, jadi... ayo kita masak bersama."


"Ya, tolong ajari aku, sensei."


"Jangan panggil aku sensei!"


Dia memelototiku sedikit, tapi aku malah mulai merasa bahwa ekspresi seperti itu pun terlihat menggemaskan.


"Walau ku bilang akan mengajar, tapi sebenarnya tinggal menggoreng saja sih."


"Begitukah."


"Aku sudah menambahkan bumbunya. Yang perlu dilakukan hanyalah membuat sup miso."


"Yang itu aku bisa bantu."


"Karena sudah begini, kenapa kau tidak mencoba untuk menggorengnya?"


"Aku tidak mau gagal setelah Aisha susah-susah membumbuinya..."


"Oh... begitu..."


Aisha menoleh ke samping, tapi aku bisa melihat telinganya memerah.


Karena terlalu fokus memperhatikan itu, aku terlambat merespons ketika Aisha tiba-tiba berbalik.


"Tapi! Setidaknya... tidak, beberapa potong saja coba kau menggorengnya! Meski gagal, Manami pasti akan senang, dan... aku juga, ingin memakannya..."


"W-wa... baiklah."


Aku menjawab tanpa berpikir panjang. 


Jarak kami yang tiba-tiba dekat dan ekspresi Aisha yang tampak begitu bersemangat membuatku tidak bisa menolak.


"Baiklah, ajari aku lebih banyak lagi."


"Ya, serahkan padaku."


Meskipun Aisha marah kalo kupanggil 'sensei', cara mengajarnya benar-benar mudah di mengerti.


Dia menunjukkan 2 kali sambil menjelaskan, dan sekarang giliranku untuk mencobanya.


"Kalo begitu, aku akan memanggil Manami."


"Eh..."


"Fufu. Jangan memasang wajah seperti anak anjing yang ditinggalkan begitu..."


Aisha tertawa saat melihat ekspresiku yang tidak kusadari seperti itu.


Apa aku benar-benar terlihat seperti itu...?


"Tenang saja. Lagipula, kalo aku di sini, pasti aku akan banyak bicara. Lebih baik kalo Kouki yang melakukan semuanya, Manami pasti akan lebih senang."


"Tadinya aku berharap kau banyak memberi masukan..."


"Yah, kalo gagal, paling hanya sedikit gosong."


Setelah berkata begitu, Aisha meninggalkan dapur.


Yang tertinggal hanya apron yang dilipat rapi.


"Baiklah... ayo lakukan..."


Dengan hati-hati, aku mengambil potongan ayam dan mulai memasukkannya ke dalam minyak dengan penuh ketegangan.



"Woah... karaage yang digoreng oleh Kouki-Nii terlihat punya aura tersendiri ya."


"Kau bisa jujur dan bilang kalo itu gosong kok."


Manami, yang baru turun, mencoba bersikap baik padaku, tapi aku tahu itu hanya basa-basi.


"Maaf ya, Aisha..."


"Umm... aku juga salah karena tadi meninggalkanmu sendiri, jadi..."


Untungnya, jumlah makanan yang kami buat cukup banyak, jadi meskipun aku tidak bisa makan bagianku, itu tidak masalah. 


Tapi aku tetap merasa bersalah.


"Yah, mungkin rasanya enak kalau dicoba! Mari kita makan."


"Terima kasih."


Makan malam pun dimulai dengan penuh perhatian dari kakak beradik Takanishi.


"Baiklah, ayo kita mulai!"


Manami dengan bersemangat mengambil potongan karaage gosong yang aku goreng.


"Itadakimasu!"


"Hei, itu masih panas!"


"Foontorak!? Hafu... panas..."


"Jangan langsung memasukkan yang baru digoreng ke dalam mulut... Nih, minum air."


"Farihatou."


"Ya, ya."


Untuk beberapa saat, Manami berjuang melawan panasnya, tapi sepertinya dia telah menelannya. 


Akhirnya, dia berhasil menelannya.


"Lho? Bukannya tadi gosong ya? Karaage itu?"


"Ya jelas. Kelihatannya begitu."


"Umm, kau yakin tidak salah ambil yang punyaku?"


"Aku jelas melihatmu makan yang gosong."


"Lho? Tapi rasanya enak kok."


Manami memiringkan kepalanya dengan heran.


"Tidak mungkin..."


Demi tanggung jawab dan memastikan kebenarannya, aku pun memasukkan potongan karaage buatanku ke mulut.


"...Rasanya pahit."


Hampir bersamaan, Aisha juga mencicipi potongan yang gosong itu.


"Eh?"


"Tuh kan? Gosong, kan?"


"Umm..."


Aisha juga terlihat bingung, lalu dengan tenang berkata. 


"Enak..."


"Tuh kan! Memang Kouki-Nii yang terbaik!"


"Tidak, tidak, pasti karaage buatan Aisha yang lebih enak, kan!?"


Kalaupun karaage buatanku terasa enak, itu pasti berkat bumbu yang Aisha buat.


"Aku lebih suka yang ini, jadi aku makan yang gosong!"


Setelah membandingkannya dengan karaage buatan Aisha, Manami kembali memakan karaage gosong buatanku.


"Ah... Manami, sisakan untukku juga ya."


"Ehh... soalnya, yang ini rasanya... ya, tentu saja punyamu juga enak, Onee-chan!"


"Benar, sih... meski gosong dan pahit, entah kenapa rasanya aku ingin makan yang ini."


Sepertinya kakak-beradik Takanishi benar-benar kebingungan...


Aku, di sisi lain, menikmati karaage buatan Aisha. 


Tingkat kematangan dan bumbunya sempurna. 


Aisha benar-benar pandai memasak...


"Ah! Aku tahu!"


Tiba-tiba, Manami berteriak.


"Ada apa?"


"Mungkin ini karena karaage-nya dibuat oleh Kouki-Nii, makanya enak!"


"Umm..."


Penjelasan Manami butuh penerjemah.


"Maksudku! Kau tahu, kan... memasak itu soal cinta... atau yang semacam itu?"


Mendengar kata-kata Manami, wajahku langsung memerah. 


Itu terdengar seperti aku memasak dengan penuh cinta. 


Yah, kalo dibilang aku sama sekali tidak memikirkan itu, tentu saja itu bohong...


"Jadi begini! Karena kami suka Kouki-Nii, makanya rasanya enak!"


"Hei, Manami!?"


"Eh? Bukankah Onee-chan suka sama Kouki-Nii?"


Manami dengan polos memiringkan kepalanya sambil bertanya.


Aisha, yang wajahnya memerah, menunduk dan dengan suara pelan yang hampir tidak terdengar berkata. 


"Itu... ya... aku suka..."


Aku pun ikut merasa wajahku memanas.


Ini pasti maksudnya dalam arti keluarga. Sebagai teman. Mungkin karena pengaruh Manami.


Aku mencoba menggunakan segala macam alasan di kepalaku untuk tetap tenang.


"Ehehe! Makanya rasanya enak, ya. Kalau Onee-chan tidak mau memakannya, akan ku ambil semuanya, ya?"


"Tidak! Aku juga mau makan!"


Aisha, yang tiba-tiba mengangkat wajahnya, bertemu pandang denganku.


Dengan wajah yang memerah seperti belum pernah kulihat sebelumnya, Aisha, yang matanya sedikit berkaca-kaca, berkata. 


"Apa...?"


Aku tidak bisa menjawab apa-apa.


Sementara itu, Manami terus memakan karaage gosongku dengan lahap, seolah-olah itu benar-benar enak.



Malam pun tiba.


Karena Aisha berpikir bahwa Manami mungkin sudah lelah dengan perhatian yang terus-menerus, aku akhirnya diberi waktu untuk beristirahat di kamar. 


Aku tidak melakukan apa pun yang berarti selain mandi, lalu berbaring di tempat tidur di kamar yang telah disiapkan untukku.


Kali ini, tidak ada kesalahan seperti saat aku datang untuk merawatnya. 


Aku sudah memastikan Aisha membawa pakaian ganti saat mandi, dan kamar tidur sudah diatur dengan baik, jadi semuanya berjalan lancar.


Satu-satunya hal yang benar-benar layak untuk disebutkan adalah betapa lezatnya karaage buatan Aisha.


"Itu benar-benar enak..."


Aku ingin memakannya lagi. Aku ingin memakannya sebanyak yang aku mau. Jika bonus seperti ini ada di setiap kamp belajar, aku tidak akan keberatan ikut.


Aku sengaja mengesampingkan wajah Aisha dari pikiranku. 


Memikirkannya terlalu dalam akan membuatku semakin terjebak, jadi lebih baik aku tidur saja...


Awalnya, aku mengira akan sulit tidur di tempat yang tidak biasa, tapi itu ternyata tidak seburuk itu.


"Yah, dibanding tidur di kamar Aisha waktu itu, ini tidak ada apa-apanya..."


Aku mulai merasa sangat mengantuk di tempat tidur. Sepertinya aku bisa langsung tertidur.


"Selamat malam..."


Tanpa berbicara kepada siapa pun, aku berbisik pelan dan membiarkan kesadaranku memudar.



"Mm...?"


Aku terbangun karena merasakan ada yang aneh.


Oh, benar. Ini bukan kamarku sendiri...


"Tapi, ini terasa aneh..."


Aku ingat tidur sambil memeluk selimut tipis, tapi ini terlalu tebal dan hangat untuk disebut selimut.


Dengan takut-takut, aku membuka mata dan melihat Manami yang sedang tidur nyenyak di sampingku dengan wajah polosnya.


"Kenapa dia ada di sini...?"


Di luar masih gelap. 


Aku tidak tahu jam berapa, tapi ini pasti sudah larut malam.


"Ng? Mmm..."


"Jangan 'mmm' begitu. Jangan memelukku!"


Aku mencoba mendorongnya pelan, tapi tidak ada tanda-tanda dia akan bangun.


"Mmm!"


"Tunggu... Sakit! Jangan peluk aku!"


Dia memelukku dengan kekuatan yang tidak bisa dianggap remeh.


"Mmm!"


"Haa..."


"Mmm..."


Dia tidak bangun, dan aku jadi bantal pelukannya...


Kalo aku benar-benar berniat membangunkannya, mungkin aku bisa saja. 


Tapi masalahnya, aku harus menyentuh lebih banyak bagian dari Manami yang sedang memakai piyama ini, dan aku merasa ragu melakukannya.


Tapi kalo aku membiarkan ini sampai pagi dan dilihat oleh Aisha... Itu akan sangat menakutkan.


"Tolong bangun...!"


"Mmph!"


"Sakit!"


Semakin aku berusaha membangunkannya, semakin erat dia memelukku hingga aku tidak bisa bergerak.


Apa ini semacam teknik kuncian tidur yang dipelajari di klub olahraga? 


Ini tidak bisa dilepas!


Haruskah aku menyerah dan berharap Manami bangun lebih dulu sebelum Aisha datang?


Tapi peluang itu lebih kecil dari memenangkan lotre...


"Apa yang harus kulakukan..."


Saat aku merasa benar-benar putus asa, penyelamat—atau mungkin lebih tepatnya, malapetaka—datang.


"Apa yang sedang kalian lakukan..."


"Uhh... ini..."


Aku bisa merasakan keringat dingin mengalir di punggungku.


Aku mencoba mencari alasan sebaik mungkin, tapi yang mengejutkannya, Aisha tidak langsung marah padaku.


"Manami... Bangun..."


"Mmm!"


"Eh!? Tunggu!?"


Yang lebih mengejutkannya lagi, Manami malah memeluk Aisha yang mendekat, sementara aku masih terkunci dengan kuat oleh kakinya. 


Aku tidak bisa pergi ke mana-mana.


"Ayo... hentikan... hyaa!? Itu tadi Kouki!?"


"Tidak, aku juga tidak tahu apa yang terjadi."


"Be-benarkah... Tapi, jangan banyak bergerak, oke."


"Baik..."


Begitu Aisha mengatakan itu, pikiranku malah langsung teralihkan ke bagian mana saja yang sedang bersentuhan sekarang. 


Pikiran-pikiran yang tidak seharusnya muncul dan mulai mengganggu.


"Ugh! Bagaimana bisa dia mengunci dengan kekuatan seperti ini... Ini tidak bisa dilepas!"


"Yang penting, kau sekarang mengerti keadaanku."


"Iya... meskipun ini bukan situasi yang bisa dibilang baik..."


Aku mencoba sekuat tenaga menyingkirkan pikiran-pikiran cabulku, dan berusaha untuk tetap fokus.


"Kouki."


"Apa?"


"Aku punya... semacam usulan."


Suaranya terdengar serius, meskipun aku tidak bisa melihat wajahnya.


"Ya."


"Kalo kita bergerak lebih banyak, aku rasa situasinya malah akan semakin buruk."


"Kau benar..."


Setiap kali aku bergerak, rasanya situasi malah semakin kacau. 


Manami tidak hanya mengikatku lebih erat, tapi pakaiannya yang tipis juga bisa semakin terbuka, dan yang lebih buruk, Aisha mungkin akan terjebak juga.


"Kasurnya juga cukup besar, ini kan kasur ukuran double... Jadi, mungkin..."


Aku bisa memahami maksudnya. 


Malam ini akan menjadi ujian besar untuk menahan diri.


"Kita harus tidur... bersama."


"Sepertinya memang tidak ada pilihan lain."


"Ya! Bukan karena kita mau, tapi karena... ya, tidak ada pilihan lain!"


Tanpa berbicara lebih jauh, kami sama-sama sepakat kalo ini adalah satu-satunya solusi yang masuk akal.


"Selamat malam, Kouki."


"Iya... selamat malam."


Meski sudah berbaring diam, Tak perlu dikatakan lagi, aku kesulitan untuk langsung tertidur malam itu.



"Eh eh eh..."


"Eh eh bukan itu! Kenapa kau bisa tidur di ranjang Kouki!?"


"Yah, sepertinya aku melangkah ke sini tanpa sadar..."


Melihat Manami yang memiringkan kepalanya ke samping dengan sangat imut membuat ku merasa lega..


"Sebagai permohonan maaf, aku akan berusaha keras menyelesaikan PR-ku!"


"Itu sih sudah seharusnya."


"Tapi, aku juga sudah menyiapkan hal baik untuk Kouki-nii dan Onee-chan!"


Ekspresi nakal Manami muncul, dan aku tahu Aisha pasti akan rentan terhadap wajah itu.


"Hal baik?"


Dengan cepat, aku terbawa oleh permainan Manami.


"Iya! Begini, Kouki-nii juga kan belum dapat banyak uang dari kerja paruh waktu kali ini kan?"


"Yah, begitu sih..."


Karena aku hanya mengawasi, jadi aku juga ingin melakukan hal lain. 


Untuk itu, aku tidak menerima bayaran sebagai tutor kali ini.


"Jadi, sebagai gantinya, hari ini aku akan berusaha dengan baik, dan aku akan menghadiahkan Kouki-nii dan Onee-chan... kencan!"


"Kencan...?"


"Iya! Kouki-nii dan Onee-chan sudah menyelesaikan PR, kalian kan?"


"Ya, bisa dibilang begitu."


"Begitu juga denganku."


Kami berdua adalah tipe yang selalu menyelesaikan tugas-tugas lebih awal. 


Aku sendiri sudah menyelesaikannya kemarin, dan menurutku Aisha pasti sudah lebih cepat dari itu.


"Hehe, aku sudah memberi tahu ibu juga! Lihat ini..."


Dengan ekspresi percaya diri, Manami menunjukkan layar Hp-nya.


Di situ ada izin dari orang tua mereka.


"Tindakan yang cepat..."


"Karena kalo aku serius, mungkin butuh waktu sehari dua hari untuk menyelesaikannya. Jadi, Kouki-nii, kau harus tetap di sini satu hari lagi. Lihat, ini tertulis: 'Daripada menghabiskan waktu dan berlama-lama, lebih baik kalo kau berpikir tentang Onee-chan-mu dan Kouki ketimbang dirimu sendiri.'"


Seperti yang diharapkan dari seorang ibu. Dia mengetahui kepribadian Manami dengan sangat baik.


Manami adalah tipe orang yang lebih termotivasi jika itu demi kami daripada untuk dirinya sendiri.


"Tapi kencan itu..."


Aisha terlihat ragu.


Yah itu wajar saja. Siapa yang bisa senang hanya dengan disuruh berkencan tanpa alasan yang jelas?


Aku sih, jika dengan Aisha, aku sedikit tertarik untuk melakukannya... tapi, aku masih ragu untuk melompat ke dalamnya.


"Begini, Onee-chan, ini adalah pengalaman yang sangat berharga."


"Pengalaman yang berharga...?"


Ah, ini jelas strategi Manami untuk membujuk Aisha.


Dengan suasana seperti ini, tampaknya Manami sudah mengambil alih.


"Iya. Sekarang Kouki-nii ada di rumah kita, kan?"


"Begitu, ya..."


"Jadi, besok juga kegiatan kamp belajar Kouki-nii akan berlanjut."


Kamp belajar ini sebenarnya untuk Manami, tapi tanpa sadar, itu telah berubah menjadi kamp belajarku. Yah, tidak apa-apa...


"Apa maksudnya?"


"Kalo kalian bisa pergi berkencan hari ini, kalian bisa berangkat dari rumah bersama dan kembali ke rumah yang sama berdua! Itu adalah kencan yang istimewa!"


"Kencan yang istimewa..."


"Rasanya, kesempatan untuk merasakan pengalaman seperti ini tidak akan datang lagi, kan? Aku pikir ini adalah pengalaman yang istimewa dan berharga untuk Onee-chan."


"Istimewa dan berharga...itu bisa jadi..."


Di sana, terlihat wajah Aisha yang sudah tidak memikirkan apa pun kecuali tentang berharga atau istimewa. 


Pertanyaan mengenai siapa yang menjadi pasangan kencan, atau apakah pengalaman tersebut benar-benar berharga, atau apakah keistimewaan itu adalah hal yang menyenangkan, tampaknya sudah lenyap dari kepala Aisha.


Aku berpikir untuk memberikan bantuan, tapi...ada bagian dari diriku yang merasa berharap, sehingga aku ragu untuk melakukannya. 


Manami tidak akan membiarkan kesempatan itu berlalu begitu saja.


"Jadi, hari ini aku memberikan pengalaman berharga untuk kalian berdua! Aku akan belajar dengan serius! Itu bagus kan?"


"Ya...mungkin itu bagus?"


"Kouki-nii bagaimana?"


Tentu saja, aku tidak bisa menolak.


"Baiklah."


"Baiklah! Rute kencannya adalah, Onee-chan sudah mencari sebelumnya──"


"Wow! Kau tidak perlu mengatakan hal yang tidak perlu!"


"Hehe."


Aisa memotong apa yang hendak dikatakan Manami. 


Ku pikir Aisha pasti juga memiliki rute kencan idealnya. Dia juga pernah membicarakannya dengan Akitsu di kelas.


Aku ingin tahu Apa aku akan disuruh makan bubble tea atau semacamnya?


Tapi, terlepas dari itu, aku tetap menantikannya.




Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال