> CHAPTER 2

CHAPTER 2

Kamu saat ini sedang membaca    Danjo Hi 1 : 5 No Sekai De Mo Futsu Ni Ikirareru to Omotta? Geki E Kanjona Kanojo Tachi Ga Mujikaku Danshi Ni Honro Saretara   volume 1  chapter 2. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw 





NAMA EMOSI YANG TIDAK TERKENDALI




───● TEMAN JD CEMBURU ●○●



Liburan musim panas dalam kehidupan.


Kehidupan kampus di Jepang terkadang disebut begitu karena sulit untuk masuk ke dalamnya tetapi mudah untuk lulus.


Meskipun sekolah kejuruan atau jurusan sains tidak sepenuhnya begitu, untuk jurusan sosial, memang banyak yang terasa seperti itu.


Kampus tempatku belajar ini, jika dibagi secara umum, mungkin termasuk dalam kategori yang lebih dekat dengan liburan musim panas.


Kalo menjalani kehidupan normal, seharusnya aku bisa lulus... begitu pikirku. Karena sulit untuk masuk, sepertinya tidak banyak mahasiswa yang menderita karena tugas kuliah.


Dan karena disebut sebagai liburan musim panas kehidupan, semua mahasiswa pasti ingin menikmati kehidupan kuliah ini.


"Ada seorang laki-laki! Tapi aku tidak bisa menangkapnya!"


...Mizuho yang duduk di sebelahku... Tonosaki Mizuho, sepertinya dia tipe yang ingin menikmati kehidupan cinta sepenuhnya.


"Sudah 2 bulan sejak kita masuk kampus!? Harusnya sudah ada 1 atau 2 laki-laki yang bisa kau dekati, kan!?"


"Tidak, itu namanya harapan terlalu tinggi..."


Mizuho mengayunkan ekor kuda kembar yang menjadi ciri khasnya dan mengekspresikan emosinya.


1 atau 2 laki-laki... Aku rasa ada banyak gadis yang menyelesaikan masa kuliah mereka tanpa mendapatkan pacar sama sekali...


"Tidak! Itu tidak benar! Ini kan kehidupan kuliah kita!? Aku tidak ingin membicarakannya kecuali aku sering berkencan dengan pacarku, bersenang-senang dan melakukan hal-hal yang membuatku menangis!!"


"Bisakah kau tidak membicarakan hal seperti itu dengan suara keras...?"


"Pertama-tama, kita harus mengadakan pertemuan kelompok. Waktu itu, tentu saja Koumi-dono juga harus ikut!"


"Siapa kau?"


Temanku sepertinya sudah sedikit gila karena cuaca panas. Ya, memang dia selalu punya suasana hati seperti ini.


Saat aku berpikir begitu, tiba-tiba Mizuho memutar ekor kuda kembarnya, dan melihat ke arahku.


"Hah, ada apa? Ini mengerikan..."


"Hei, Koumi. Kau pasti merahasiakan sesuatu dariku, kan?"


"Eh? Aku rasa tidak ada, deh..."


"Tidak, pasti ada! Jadi..."


Mizuki menunjuk wajahku dengan tegas.


"Siapa pria tampan yang satu kelas denganmu itu!?"


"Gikku..."


Aku benar-benar menyembunyikan sesuatu.


"Yah───aku merasa ada yang aneh belakangan ini. Kau seharusnya bisa mengambil kelas yang sama denganku, tapi tiba-tiba kau mengatakan kalo kau tidak bisa. Ketika aku bertanya pada teman-teman lain, mereka bilang, 'Tiba-tiba Koumi tidak mau ambil kelas bersama lagi.'"


Aku memang sudah tahu suatu saat ini akan ketahuan.


Maksudku, selama ini aku punya teman yang hampir selalu mengambil kelas bersamaku.


Karena aku sudah menolak hampir semua kelas bersamanya, tentu saja dia akan segera mengetahuinya...


"Jadi, aku mencoba melihat di sudut kelas? Ada pria tampan, kan? Dan di sampingnya ada Koumi yang dere dere?"


"Eh, aku tidak dere dere!"


"Tidak, kau jelas-jelas terlihat dere dere. Itu wajah seorang gadis yang jatuh cinta."


Apa aku sejelas itu...? Aku mulai merasa malu.


"Yah, terserah, sih...tapi kau pasti akan memperkenalkannya padaku, kan?"


"Ah...ehm..."


Aku merasa ini mungkin akan terjadi.


Pada dasarnya, memang jumlah pria itu sedikit, dan...untuk saat ini, dia masih 'belum' jadi milikku, Masato memang tampan dan sempurna, dia benar-benar properti berkualitas. Tidak hanya properti berkualitas, tapi lebih dari itu. Jika orang-orang mengenal Masato, pasti banyak wanita dengan tanda 'terjual' yang akan berbondong-bondong datang padanya.


Tapi aku pasti akan menyingkirkan semua itu.


Karena itu, bisa bertemu dengannya saat itu benar-benar sebuah keajaiban. Lebih tepatnya...takdir.


Karena benar kan? Pertemuan yang penuh takdir seperti itu, bahkan di manga saja jarang terjadi.


"Eto───Koumi-san?"


"Ah, ah, maaf, maaf."


Ini bukan saatnya untuk melamun. Ya, pasti dia akan meminta perkenalan...tapi sekarang apa yang harus kulakukan?


Sejujurnya, hatiku sudah lama memutuskan.


"Maaf. Itu benar-benar tidak mungkin."


"Eh?! Kenapa? Kan kau yang bilang kalo kita harus berbagi informasi tentang pria!"


"Maaf!"


"......"


Aku menyatukan tanganku dan menundukkan kepalaku untuk menyela kata-kata Mizuho.


Tentu saja, seperti yang Mizuho katakan, aku sudah membuat janji itu.


Sejujurnya, saat itu aku tidak berpikir akan terlibat begitu dalam dengan seseorang, dan aku hanya memiliki perasaan ringan, seperti ingin mencoba berkencan dengan seseorang.


Sekarang, segalanya sudah berbeda.


"Aku serius, kok. Maaf... orang itu...aku tidak bisa menyerahkan Masato pada siapa pun."


Ini adalah cinta yang aku sadari untuk pertama kalinya.


Hal ini saja tidak bisa kupersembahkan kepada siapa pun.


Ketika aku menundukkan kepalaku dengan penuh ketulusan, Mizuho menghela napas.


"Hah... jika sahabatku merendahkan kepala seperti itu, aku jadi tidak bisa mengatakan apa-apa."


"Maaf... terima kasih."


"Tapi! Kalo begitu, aku akan mendapatkan semua informasi tentang pria lain! Kalo kau ingin menguasai pria tampan itu sendiri, kenalkan aku pada pria lain, oke!"


"Ahaha... akan kuusahakan..."


Memang, Mizuho adalah anak yang baik. Jika ada kesempatan untuk berbicara dengan laki-laki selain Masato, aku pasti akan mengenalkan Mizuho.


Setelah berpisah dengan Mizuho, aku sudah tiba di ruang kelas untuk pelajaran kedua.


"Eh... Masato belum datang, ya?"


Dia biasanya datang sekitar 15 menit sebelum pelajaran dimulai dan bergabung, tapi belum ada kabar.


"Yah, tidak bisa dihindari. Aku akan mengamankan kursi dulu, deh."


Aku masuk ke dalam kelas yang masih sepi, melangkah ke bagian paling belakang. Aku menempatkan tas di sebelah kursi yang akan kutempati untuk mengamankan tempat.


Di sini, Masato akan datang.


Hanya dengan memikirkannya, sudut bibirku otomatis terangkat.


"Aku harus menghubunginya dulu."


Setelah duduk di kursi, aku membuka Hp-ku.


Kami sudah bertukar kontak dengan cepat. Ketika aku bilang ingin mengirim foto materi pelajaran, itu langsung berhasil. Betapa bodohnya aku karena sedikit merasa gugup.

 

Apa akan dianggap aneh jika aku menggunakan hati dan sejenisnya...? Tapi, ini Masato, jadi rasanya dia tidak akan berpikir seperti itu.


Setelah lebih dari sebulan menjalani kehidupan kampus dengan Masato, aku merasakan satu hal: kepribadiannya terlalu baik. Ini mungkin sudah terlihat sejak awal, tapi kenyataannya, dia benar-benar terlalu baik. Saking baiknya, aku jadi khawatir.


Yang menjadi kekhawatiranku adalah, karena sifatnya yang baik, Masato memiliki pertahanan yang lemah terhadap perempuan. Jika dipikir secara logis, itu sangat tidak masuk akal.


Meskipun aku bisa berteman dengannya berkat hal itu, kini aku sudah akrab dan memiliki tujuan yang jelas, jadi aku sangat khawatir.


Aku tidak bisa berhenti membayangkan betapa mengerikannya jika dia tertipu oleh seorang wanita jalang.


(Aku harus melindunginya...)


Oleh karena itu, selama masa kuliah, aku akan melindunginya.


Sebisa mungkin, aku akan selalu bersamanya. Dan suatu saat nanti... di luar kampus, aku ingin melindunginya, entah bagaimana.


Tiba-tiba, suara notifikasi berbunyi, dan aku mengeluarkan ponsel.


Itu dari Masato, aku menerima stiker kucing yang digambarkan dengan gaya chibi yang mengucapkan terima kasih! Bahkan sampai hal kecil seperti ini, dia tetap lucu...


Tidak perlu khawatir, aku pasti akan melindunginya.


Sekitar 10 menit setelah kelas dimulai, Masato masuk ke kelas. Dia masuk dari pintu belakang sambil melihat sekeliling. Sangat menggemaskan.


Aku melambaikan tangan agar dia melihatku. Sepertinya dia menyadariku, lalu berjalan mendekat.


Hmm. Pakaian kasualnya hari ini juga keren. Terlihat lebih sporty dari biasanya. Masato benar-benar punya selera fashion yang luar biasa.


"Terima kasih banyak, Koumi."


"Hehehe... untuk Masato, ini hal kecil♪"


Begitulah kami saling memanggil nama dan mengikuti pelajaran bersama.


Bagiku, setiap hari adalah waktu yang terasa seperti mimpi. Tapu, sudah lebih dari sebulan sejak kehidupan ini dimulai.


Sepertinya... sepertinya sudah saatnya untuk melangkah ke tahap berikutnya. Itulah yang aku pikirkan.


(Hmm... jika begitu, situasi ini... bisa dimanfaatkan, kan?)


Sambil mengusap keringat dengan saputangan, aku mengamati sisi wajah Masato saat dia mengeluarkan alat tulisnya.


Aku menyukai Masato. Tapi, jika aku menyatakannya sekarang, kemungkinan keberhasilannya kecil. Hal itu jelas. Kami belum benar-benar menghabiskan banyak waktu bersama. Tidak mungkin Masato akan menerima pengakuan dari seseorang yang baru dia temui beberapa hari yang lalu.


Aku sangat ingin menjadikan Masato sebagai pacarku, jadi aku tidak bisa membiarkan diriku gagal. Karena itu, aku tidak bisa mengaku jika aku tidak yakin akan diterima.


Setiap hal membutuhkan tahapannya, dan saat ini, yang diperlukan adalah menjadi lebih akrab. Cara cepat untuk akrab adalah... kencan.


Aku akan mengambil risiko ini.


Akhirnya, setelah Masato tampak tenang dan siap mengikuti pelajaran, aku menarik lengan kaosnya.


"....Hei, aku sudah menyiapkan tempat duduk untukmu, jadi hari ini ayo kita makan siang bareng, ya?"


...Mungkin ini sedikit terlalu agresif. Tapi kalo tidak seperti ini, pasti dia tidak akan menyadari perasaanku.


"Ah... Sorry bet, tapi aku ada kerja paruh waktu hari ini."



Guh...tapi aku sudah memperkirakannya. Soalnya, minggu lalu juga dia menolak pada hari Jumat. Kalo begitu, masih ada cara lain.

 

"Eh? Apa jangan-jangan, Masato memang selalu kerja setiap Jumat?"


"Iya, hampir setiap Jumat sih."


"Begitu ya. Kalo begitu, bagaimana kalau hari Senin minggu depan?"


"Kalo Senin, aku bisa."


"Yey!"


Akhirnya! Aku berhasil membuat janji untuk kencan!


Rasanya begitu senang hingga aku refleks mengangkat kepalan tangan dengan gaya kemenangan. Tapi tak apa, itu wajar saja kan, aku sangat senang!


Segera di dalam pikiranku, rencana kencan mulai terbentuk. Hari Senin, aku hanya sampai jam kuliah ke-4, jadi kemungkinan kuliah akan selesai sekitar jam 17.00.


Tentu saja, makan malam harus dipesan terlebih dahulu, tapi sebelum itu, kita akan pergi ke mana ya? Mungkin belanja di sekitar stasiun? Menonton film... sepertinya waktunya tidak cukup. Karaoke? Itu juga ide yang tidak buruk.


Sambil memikirkan fasilitas di dekat stasiun, aku mencari cara yang paling menyenangkan untuk Masato. Tidak satu pun materi kuliah yang masuk ke dalam kepalaku.


"...Hei."


"...Hm?"


Di saat seperti itu, Masato berbicara dengan suara pelan.


Ah, gawat. Aku sama sekali tidak mendengarkan kuliah, bagaimana kalo dia menanyakan sesuatu tentang kuliah? Tapi ternyata.


"...Hei, apa kau yakin ini baik-baik saja? Bukankah kau lebih suka mengikuti kelas bersama teman-temanmu...?"


"Hmm? Sama sekali tidak, kok. Aku masih bisa bertemu dengan teman-teman di kegiatan klub."

 

...Apa maksudnya? Itu tidak benar. Aku ingin mengambil kuliah bersama Masato. Aku ingin menghabiskan waktu bersamanya.


Perasaan tidak nyaman mulai mengendap di dalam hatiku.


Lalu, dia menambahkan.


"Kalo kau mau, sesekali ikutlah kelas bersama teman-temanmu. Aku tidak masalah kalo aku sendirian kok."


...Kenapa, dia berkata seperti itu?


Dalam sekejap, emosi gelap berputar-putar di dadaku.


"Kenapa?"


Suara yang keluar dari mulutku terdengar dingin, bahkan aku sendiri terkejut.


"Eh, tidak. Maksudku, aku pikir mungkin kau ingin mengikuti kelas dengan teman-temanmu yang lain..."


"Apa kau tidak suka mengikuti kelas denganku, Masato? Atau mungkin, kau ingin mengikuti kelas dengan gadis lain?"


Aku tidak bermaksud mengatakan hal seperti ini. Tapi perasaan kelam itu semakin deras membanjiriku.


"Tidak, tidak, bukan itu maksudku! Serius, aku sangat berterima kasih, dan jujur saja, bisa mengikuti kelas dengan gadis imut sepertimu adalah hal yang sangat menyenangkan! Lagi pula, aku tidak punya teman lain selain kau!, Koumi!"


...Gadis imut?


Tunggu, aku barusan dipanggil cantik?


"Ga-gadis imut? Be-benarkah? Masato, menurutmu, apa aku imut?"


"Y-ya, tentu saja. Kau pasti imut. Kau seharusnya percaya diri."


Eh, rasanya senang sekali. Hati ku tiba-tiba terasa hangat dan nyaman.


"Begitu ya...hehehe...aku imut ya..."


Aku tidak pernah tahu kalo dipanggil imut oleh orang yang kusukai bisa membuatku sebahagia ini. Rasanya, semua usahaku merawat diri terbayar.


Dan saat itu, aku teringat sesuatu yang Mizuho katakan padaku tadi pagi.


──Memang benar, aku mungkin sedang jatuh cinta.


Setelah jam kuliah ke-3 selesai, Masato pulang.


Aku mengantarnya hingga pintu keluar kampus, lalu aku berjalan menuju kelas untuk kuliah ke-4. Di sepanjang jalan, kejadian di jam kuliah kedua tadi terus terulang di pikiranku.


(Padahal aku tidak ingin mengatakan hal seperti itu...)


Aku sendiri pun tidak mengerti.


Hanya dengan membayangkan kalo Masato ingin bertemu dengan gadis lain, perasaan kelam di dalam hatiku mulai berkecamuk.


Perasaan yang jelek, perasaan cemburu.


Sepertinya Masato juga tadi terlihat panik.


Padahal Masato sama sekali tidak mengatakan kalo dia ingin mengikuti kuliah bersama gadis lain.


(Masato orang yang sangat baik... sedangkan aku...)


Aku pun tanpa sadar mulai merasa benci pada diriku sendiri.


Tapi, bahkan sekarang, kalo Masato tiba-tiba mengatakan kalo dia ingin bermain dengan gadis lain, aku merasa mungkin akan mengatakan hal yang sama lagi.


Aku ingin berpikir bahwa akulah yang cukup baginya.


Ini pertama kalinya aku benar-benar menyukai seseorang. Setiap hari terasa sangat menyenangkan.


──Tapi, aku merasa tidak bisa mengendalikan perasaan besar ini.


Aku harus berhati-hati... jika dia sampai membenciku, mungkin aku tidak akan pernah bisa pulih lagi.


Ah, begini ya. Setelah jatuh cinta dan menyukai seseorang, aku baru menyadarinya.


Aku ternyata... seorang wanita yang sangat pencemburu.
















───● KLUB BASKET JC MENJADI ANEH ●○●




Sudah satu bulan berlalu sejak aku mulai bermain basket bersama Nii-san.


Akhir-akhir ini, aku sangat menikmati bermain basket dengan Nii-san.


Hari ini adalah hari Jumat. Setelah menyelesaikan pelajaran jam ke-5 yang sedang berlangsung ini, aku akan bisa bertemu dengan Nii-san.


Beruntung, klub basket yang aku ikuti kebetulan libur setiap hari Jumat, sehingga aku bisa menemui Nii-san tanpa ragu. Rasanya sungguh menyenangkan.


Di dalam kelas, mungkin karena ini adalah pelajaran bahasa Jepang setelah makan siang, beberapa teman di sekitarku terlihat mengantuk dan tertidur.


Aku sendiri tidak merasa mengantuk sama sekali, karena terlalu bersemangat memikirkan hal yang akan terjadi setelah ini.


Saat aku sedang menunggu dengan penuh antusias, bel tanda berakhirnya pelajaran pun berbunyi.


Akhirnya! Aku bisa pergi ke taman!


"Baik, petugas kelas, beri aba-aba!"


Petugas kelas memberi aba-aba, dan guru pun meninggalkan ruangan.


Sekarang tinggal menunggu wali kelas datang, dan aku bisa segera pulang!


Ketika aku sedang merapikan tas, memasukkan buku pelajaran dan perlengkapan lain, Rika-chan, teman dari klub basket, menyapaku.


"Yuka, hari ini Yusuke-kun bilang dia ingin latihan mandiri, dan beberapa dari kami berencana pergi ke gym di pusat komunitas. Yuka juga ikut, ya!"


"Ah...umm..."


Yusuke-kun adalah anggota laki-laki dari klub basket.


Meski dia tidak terlalu pandai bermain basket, dia sering berbicara dengan para perempuan, dan cukup populer di kalangan mereka, baik di kelas maupun di klub.


Aku tidak punya masalah dengannya, tapi kami tidak terlalu dekat.


Yang lebih penting, aku sudah memutuskan untuk bermain basket bersama Nii-san hari ini.


"Maaf, aku ada keperluan hari ini."


"Eh! Minggu lalu kamu juga bilang begitu dan langsung pulang. Ada apa sih?"


"Itu...umm..."


Apa yang harus aku katakan?


Kalo aku bilang kalo aku akan bermain basket berdua dengan Nii-san yang tampan dan sangat jago bermain basket, mungkin aku akan dianggap berkhayal, atau malah diminta memperkenalkannya.


"Aku...ingin bermain basket..."


"Kalo begitu, kenapa kau tidak bermain bersama kami saja?"


"Aku sudah berjanji dengan seseorang! Jadi, maaf ya!"


Aku menangkupkan kedua tanganku dan meminta maaf.


Aku sadar kalo aku memang tidak terlalu sering mengikuti kegiatan klub dengan teman-temanku akhir-akhir ini. Tapi, waktu bermain basket bersama Nii-san ini, tidak bisa aku lepaskan.


"Baiklah, kalo begitu. Tapi kalo nanti ada yang jadi dekat dengan Yusuke-kun, kau mungkin akan menyesal."


"Oh, itu tidak masalah."


Aku pikir dia orang yang baik, tapi dia bukan tipeku.


Akhirnya, aku berhasil menolak ajakan teman-teman dan meninggalkan sekolah.


Sejak bertemu dengan Nii-san...lebih tepatnya, sejak aku mulai menyukai Nii-san, setiap hari terasa lebih berwarna.


Aku yakin kalo Nii-san saat ini belum melihatku sebagai seseorang yang spesial.


Tapi, itu tidak masalah.


Untuk sekarang, aku akan terus berusaha menarik perhatiannya, dan semoga nanti, saat aku sudah SMA, dia mulai menyadari kehadiranku... Aku akan sangat bahagia.


"Belakangan ini Yuka terlihat agak aneh, kan?"


"Benar, dia sering bersenandung saat jam istirahat, dan langsung pulang begitu pelajaran selesai..."


"Hei, aku berpikir... Mungkin Yuka bertemu dengan pria dari sekolah lain...?"


"Eh, masa sih!?"


"Tapi, itu mungkin saja... belakangan ini dia sering tersenyum sendiri saat membaca buku di kelas, dan sepertinya senyumnya semakin lebar."


"Apa itu ada hubungannya...?"


"Hei, lain kali ayo kita tanya Yuka langsung. Apa yang dia lakukan karena cepat pulang!"




Wah, bahaya! Karena terlalu lama memeriksa penampilanku di cermin di rumah, aku jadi sedikit terlambat!


Kalo sesuai dengan waktu biasanya, Nii-san seharusnya sudah berada di taman sekarang.


Aku segera berlari menuju taman. Tapi setelah lari seperti ini, rambutku pasti jadi berantakan. Jadi tadi percuma saja aku memeriksanya...


Musim semi sudah tiba, dan sinar matahari pun semakin kuat.


Saat berlari, aku bisa merasakan keringat menetes di dahiku. Aduh, kalo Nii-san sampai berpikir aku bau keringat, itu akan jadi yang terburuk... Untung aku membawa deodoran...


Sambil berlari, aku mulai mendengar suara bola basket yang memantul di tanah. Tidak salah lagi, Nii-san sudah ada di sana!


Aku berhenti sejenak di bawah bayangan pohon, mengambil deodoran dari dalam ranselku, dan menyemprotkannya ke pakaianku.


Aku juga mengeluarkan cermin kecil dari tas kosmetikku dan memeriksa rambutku.


Sepertinya tidak ada yang aneh. 


Baiklah.


Aku menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan napasku yang terengah-engah, dan berjalan menuju lapangan.


Nii-san sedang bermain basket.


Handling bolanya tetap indah seperti biasa.


Ah, pakaiannya hari ini juga keren sekali...


Gaya berpakaian santai yang tidak mungkin ditiru oleh laki-laki seumuranku.


Mungkin karena memikirkan aktivitas olahraga, dia memakai celana longgar sepanjang 7 per 8. Atasannya hanya kaus pendek yang sederhana, tapi di bangku sebelah, ada rompi yang mungkin tadi dikenakannya. Sungguh keren...


Ah, tidak boleh begini. Meskipun aku bisa terus melihatnya, aku datang ke sini untuk bermain basket bersama denganya...!


Aku harus menyapanya.


"O-nii-san!"


"Hmm?"


Nii-san yang sedang bersiap untuk melakukan tembakan, menoleh ketika mendengar suaraku. Wajah sampingnya sudah tampan, tapi wajah depannya lebih tampan lagi.


Eh, tunggu, aku harus bilang kalo aku ingin bermain basket bersama...


Padahal kami sudah sering bertemu, tapi setiap kali aku bertemu dengaanya, aku selalu kesulitan menyampaikan apa yang ingin aku katakan...


Padahal sudah aku latihan berkali-kali di rumah...


Aku menarik napas dalam-dalam.


"Hari ini pasti aku akan menang! Dan, tempat ini...akan aku ambil!!"


Ah, kenapa jadi begini!?


Padahal aku ingin lebih jujur!


"Kau sudah datang ya, gadis kecil."


"Aku bukan gadis kecil! Aku Yuka, aku sudah jadi siswa SMP!!"


Belakangan ini, Nii-san bercanda dengan memanggilku gadis kecil. Dia memang berinteraksi dengan santai, jadi aku merasa kami semakin dekat.


Tapi, aku harus mengoreksi panggilan 'gadis kecil' ini...! Untuk suatu hari nanti membuatnya memperhatikanku, aku harus melakukan ini.


"Hari ini, aku pasti akan mengambil alih tempat ini...!"


Padahal aku sama sekali tidak berniat merebut tempat ini.


Sebaliknya, aku ingin waktu seperti ini terus berlanjut.


"Ha ha ha, apa kau pernah menang sekali pun melawanku, gadis kecil~"


Ah, dia memanggilku 'gadis kecil’ lagi, tapi kali ini ada nada yang berbeda, sepertinya panggilannya naik level. Aku sedikit senang.


"Hari ini aku punya strategi rahasia!"


Aku tidak bohong.


Di klub basket, aku sudah melatih keterampilan tertentu. Aku akan menggunakannya hari ini dan aku pasti akan mencetak satu poin dari Nii-san!


Meskipun ada janji kalo aku aku menang, Nii-san tidak akan datang ke tempat ini lagi, tapi mengalahkan Nii-san itu sungguh sulit. Justru karena itu, aku bisa menghadapi Nii-san dengan sepenuh hati.


"Heh~" 


Nii-san tertawa kecil dengan ekspresi senang. Ah, setiap gerakannya terlihat sempurna...


"Eh, eh, kenapa kau hanya melamun?! Kita akan bermain 1-on-1, kan?"


Eh, apa aku terlalu berani?


Saat aku menyadarinya, suaraku jadi mengecil karena merasa tadi aku mungkin terlalu berani.


"Baiklah~ Tapi, pastikan kau melakukan pemanasan dulu, oke? Kalo tidak nanti kau bisa cedera."


Nii-san mengkhawatirkanku... Fakta itu perlahan meresap ke dalam hatiku.


"A-ah, tentu saja. Aku sudah selesai melakukan itu."


"Eh? Tapi, bukankah kau baru saja tiba...?"


Aku berlari ke sini karena ingin segera bertemu dengan Nii-san, jadi bisa dibilang pemanasan sudah hampir selesai, dan aku juga melakukan sedikit peregangan ketika memeriksa penampilanku tadi.


Jadi sekarang aku sudah siap!


Aku mengeluarkan bola dari ranselku dan memberikan operan pantul ke Nii-san. Aku kemudian segera mengambil posisi bertahan.


Nii-san menyesuaikan permainan basketnya dengan ukuran bola yang aku bawa. Dia benar-benar orang yang sangat baik.


"Jangan terburu-buru...baiklah, ayo mulai~."


Sekarang dia akan menyerang...! Seketika pikiranku terfokus sepenuhnya pada permainan basket.


Nii-san adalah pemain serba bisa. Handling bolanya, tembakan, hingga teknik di bawah ring, semuanya sempurna.


Sebagai pemain bertahan, sulit untuk mengantisipasi semuanya.


Nii-san melakukan crossover ringan dan dengan cepat memotong ke samping.


Cepat sekali...! Tapi aku sudah tahu kalau dia secepat ini...!


"Aku tidak akan membiarkanmu...!"


Aku segera memutar tubuhku untuk menghadangnya.


Jika aku tidak bisa melakukan hal ini, aku tidak akan mampu menjadi lawan Nii-san.


"Sampai di sini saja!"


"Ah!"


Keputusan Nii-san sangat cepat.


Begitu aku berhasil mengejarnya, dia langsung menyadari bahwa berat badanku belum stabil karena baru saja bergerak, dan segera meluncurkan tembakan dari jarak menengah.


Gerakan tembakannya begitu cepat, aku tidak sempat melakukan blok...


"...!"


Saat Nii-san melompat.


T-shirt longgar yang dikenakannya sedikit terangkat karena lompatan itu.


Menampakkan perutnya.


Otot perut yang terlihat kencang dan terlatih dari olahraga rutin.


"Baik, itu jadi poin pertamaku...eh? Yuka-chan?"


Aku yang tadi sangat fokus pada permainan, kini seolah seluruh kapasitas pikiranku tersedot oleh pemandangan tersebut.


Tunggu... itu... terlalu menggoda...!


Jantungku berdegup kencang, dan rasanya semakin berisik.


"... Ada apa?"


"Haeh..."


Sebelum aku menyadarinya, Nii-san sudah berada tepat di depanku.


(...Ah!)


Ini buruk. Kalo Nii-san sampai tahu aku melihat perutnya, mungkin aku tidak akan diajak main basket lagi!


Aku harus tenang sekarang.


Ta-tapi kejadian tadi masih terus terlintas di pikiranku...


"Hei, wajahmu merah! Jangan-jangan kau terkena heatstroke? Apa kau mau istirahat di bangku sebentar?"


"A-a-aaaa!? Tidak, tidak! Aku baik-baik saja! Cepat beri aku bolanya! Aku akan segera menyamakan skornya!"


Hampir saja!!


Itu benar-benar pemandangan yang mempesona... bukan, itu pemandangan yang sangat berbahaya...!


Aku menjadi semakin gugup ketika menyadari kalo aku bermain basket dengan Nii-san yang begitu luar biasa.


Tarik napas dalam-dalam. Tarik napas, dan hembuskan.


Aku harus fokus sekarang. Aku ingin menunjukkan hasil latihanku minggu ini pada Nii-san...!




Aku terbangun karena suara bola basket yang mengenai ring..


Huh... kalo tidak salah tadi aku...


Aku sedang bermain basket dengan Nii-san, lalu...


(...Ah!)


Aku ingat. Kakiku tersandung, dan aku jatuh menimpa Nii-san... Aku malah pingsan dalam posisi seolah-olah dipeluk olehnya...


 Ha, itu memalukan!


Pasti Nii-san berpikir kalo aku aneh...!


Ketika aku buru-buru bangkit, aku melihat ada handuk yang dilipat rapi di tempat di mana kepalaku tadi berada. Pasti Nii-san yang meletakkannya saat menidurkanku.


Meski dalam situasi seperti ini, rasa senang tidak bisa kutahan.


Aku mengalihkan pandanganku.


Nii-san sedang melakukan latihan tembakan.


"Fuh...!"


Dari dekat garis 3 poin, dia meluncurkan tembakan.


Dengan rotasi yang sempurna, bola itu melayang membentuk parabola... dan masuk dengan bersih ke dalam ring.


(Keren sekali...)


Tentu saja, aku menyukai Nii-san sebagai pribadi, tapi melihat dia bermain basket adalah sesuatu yang sangat spesial.


Nii-san mengambil bola dan kembali ke arahku, lalu menyadari aku sudah bangun.


"Oh, kau sudah bangun? Apa kau baik-baik saja, Yuka?"


Jantungku berdebar.


D-dia memanggilku tanpa honorifik, kan? Ini pertama kalinya... Senangnya...!


[TL\n: Honorifik adalah bentuk kata atau gelar misalnya -san (さん) -sama (様) -kun (君) -chan (ちゃん) yang digunakan untuk menunjukkan rasa hormat, status sosial, atau kedekatan dalam percakapan, terutama saat menyebut atau berbicara tentang orang lain. Penggunaan honorifik sangat umum dalam bahasa Jepang, namun konsep serupa juga ada dalam berbagai bahasa dan budaya lain.]


"Aku-a-aku baik-baik saja. Maaf ya, aku jadi merepotkanmu..."


"Tidak, tidak masalah kok! Lagipula hari sudah sore, aku juga mau pulang. Jadi ayo kita pulang bareng?"


Aku melihat ke arah jam di taman. Jarumnya sudah menunjukkan pukul 04.30.


Sepertinya aku pingsan cukup lama...


Ah, menyebalkan... Aku masih ingin bermain basket lebih lama dengan Nii-san...


Sepertinya perasaan itu terpancar dari wajahku.


"Tenang aja, aku akan datang lagi minggu depan. Kau kan mau mengambil alih tempat ini, kan?"


Sepertinya Nii-san menyadari kalo aku merasa kecewa, jadi dia menepuk pundakku dengan lembut.


Meskipun aku sangat senang dia menyemangatiku dan berjanji untuk datang lagi minggu depan, jarak antara kami terasa begitu dekat hingga membuat jantungku berdebar-debar...


"Oh, ini, kau boleh memakai handuknya. Kau pasti keringatan, kan? Pakai ini buat bersih-bersih. Aku bawa satu lagi kok."


"Eh..."


Aku melihat handuk yang terlipat rapi di bangku.


Dia meminjamkanku ini...?


"Baiklah kalau begitu!, sampai ketemu lagi ya!...Oh ya, meskipun kau gagal tadi, roll yang kau lakukan sudah bagus! Dengan kecepatan seperti itu, akan sulit bagi satu orang bertahan untuk menghentikannya. Jadi, tetap percaya diri, oke!"


Setelah berkata begitu, Nii-san pergi.


...Dia mengatakan semua hal yang ingin kudengar.


Nii-san pun pulang.


Dan di tanganku, tertinggal handuk Nii-san.


Aku mencoba menenangkan jantungku yang berdetak kencang... dan pertama-tama, aku mencoba memegangnya.


Ini hanya handuk olahraga biasa.


Tapi...


"Haa... haa..."


Napas ku mulai tidak beraturan.


Maafkan aku, Nii-san. Sepertinya aku anak yang mesum...


Aku mencoba menyembunyikan wajahku di dalam handuk.


Berpura-pura sedang mengelap wajahku.


seketika aroma Nii-san memenuhi wajahku.






───● MENOLONG OL TSUNDERE ●○● 



Musim sibuk. Setiap perusahaan memiliki periode sibuk yang berbeda-beda, tergantung jenis industri atau departemen mereka. Kebetulan, departemen tempat aku bekerja sedang berada di puncak kesibukan, terutama di hari Jumat, saat akhir pekan semakin dekat.


"Kerja bagus semua~."


Akhirnya, setelah lembur, aku terbebas dari pekerjaan. Mataku lelah karena terus menatap layar komputer, jadi aku meneteskan obat mata. Biasanya, rekan-rekan kerja yang suka pergi minum pada Jumat malam terlihat semangat, tapi hari ini, mereka semua tampak kelelahan.


"Aku pulang duluan. Sampai ketemu Senin depang."


"Ah, kerja bagus, Senpai."


Miki Senpai, yang pernah membawaku ke tempat itu, juga pulang hari ini. Sejak siang tadi, wajahnya sudah tampak sangat lelah, jadi itu wajar saja.


"Aku juga sudah sampai batas, kerja bagus semuanya!"


Satu per satu, rekan kerja yang sudah menyelesaikan tugas mereka mulai pulang. Aku melirik jam tanganku.


"Jam 9 malam, ya..."


Memang, bagi yang tinggal jauh, waktu seperti ini memang sudah tidak cocok untuk pergi minum. Tapi untungnya, rumahku tidak terlalu jauh dari kantor.


Kalo aku pergi minum beberapa jam sekarang, aku masih bisa mengejar kereta terakhir. Jadi, tempat yang harus aku tuju hanya satu. Meski belum pernah pergi ke sana sendirian, itu tidak lagi menjadi alasan untuk membatalkan keputusanku.


Aku menyelesaikan pekerjaan yang diminta dengan cepat, mematikan laptop, mencatat kehadiranku, dan mengucapkan salam. Kini, aku bebas dari peran sebagai pekerja.


Ketika aku keluar dari kantor dengan tas di tanganku, aku sudah sepenuhnya bebas.


Di bawah langit malam yang dihiasi sedikit bintang, aku meregangkan tubuhku dengan puas.


"Maaf ya, Masato-kun, aku terlambat."


Membayangkan sosok pria muda yang telah mencuri hatiku, aku berjalan cepat menuju kawasan hiburan.


"Selamat datang, Ojou-sama."


Saat pintu terbuka, pemandangan penuh gemerlap terbentang di hadapanku. Ucapan sambutan yang membuat hati berdebar ini mungkin sudah biasa bagiku, tapi karena ini pertama kalinya aku datang sendirian, aku masih merasa sedikit tegang.


"Apa ada yang ingin Anda pilih hari ini?"


"...Masato, tolong."


"...! Baik, saya mengerti. Silakan tunggu sebentar, saya akan menyiapkan tempat duduk untuk Anda."


Begitu aku menyebut nama Masato-kun, pelayan itu tampak sedikit terkejut. Apa ada yang mengejutkan?

 

Aku dibawa ke bagian dalam restoran dan diarahkan ke tempat duduk.


"Silakan menunggu sebentar."


Dengan penuh hormat, pelayan itu membungkuk sebelum berbalik dan pergi.


Meskipun sudah duduk, rasanya tetap canggung menunggu Masato-kun. Aku pun melihat-lihat sekitar, memerhatikan dekorasi dalam restoran ini. Rasanya seperti mahasiswa yang baru pertama kali menginjakkan kaki di kota besar.


...Meski sudah menunggu beberapa saat, Masato-kun belum juga muncul. Selama ini, dia tidak pernah membuatku menunggu lama. Mungkin, sebaiknya aku ke toilet sebentar.


Sedikit merasa tidak enak, aku mengambil tasku dan berdiri. Saat aku berjalan di dalam restoran—


"Eh, ayolah, minumlah juga!"


"Eh, maaf... tapi aku tidak bisa minum..."


"Eh, kok nggak asyik sih?"


Aku tidak mungkin salah dengar. Itu suara Masato-kun.


Sepertinya, dia sedang melayani pelanggan.


Selain aku, Masato-kun sedang melayani seseorang. Hanya memikirkan hal itu saja membuat dadaku sedikit sesak. Tapi, saat ini ada hal yang lebih penting.


"Ayo, ceritakan sesuatu yang lucu, dong."


"Maaf, tapi aku tidak terlalu pandai bercerita..."


"Eh? Apa kau benar-benar boy di sini?"


Dari lorong yang kulewati, aku bisa melihat punggung Masato-kun. Hanya dengan mendengar sedikit dari percakapan itu, aku bisa mengerti situasinya. Sepertinya Masato-kun tidak duduk bersama tamu, melainkan sedang mengantarkan minuman dan ditahan oleh orang-orang mabuk yang sedang bercanda tidak sopan. Di tangannya, ia memegang nampan yang berisi minuman.


Punggungnya tampak sedikit merasa tidak enak.


"Masato."


Sebelum aku menyadarinya, aku sudah memanggilnya.


Dia menoleh dengan kaget. Hari ini pun, Masato-kun terlihat sangat keren dan imut.


"Sera-san...!?"


"Ah, aku kan sudah memesanmu, tapi kenapa kau tidak datang juga? Cepatlah ke sini."


"Ah, iya, iya! Aku akan segera datang!"


Aku melirik ke belakangnya. Ada tiga wanita paruh baya yang sudah mabuk berat, menatapku dengan tatapan tidak ramah. ...Maaf, tapi aku tidak akan membiarkan Masato-kun melayani orang yang bahkan tidak bisa mengerti kehebatannya.


"Maaf membuatmu menunggu, Ojou-sama. Senang sekali kau datang lagi."


"Y-yah, ya begitulah. Kebetulan aku ada waktu sedikit, jadi aki mampir. Ini cuma kebetulan, kok!"


"Fufufu, terima kasih banyak."


Begitu aku kembali ke tempat dudukku, Masato-kun langsung datang. Aku merasa tindakanku tadi cukup mendapatkan poin tinggi, bukan?


"Terima kasih banyak, Sera-san, kau benar-benar menolongku tadi..."


"Tidak masalah. Tapi kelihatannya sulit ya, harus menghadapi pelanggan seperti itu."


Memang mereka tidak bisa menghargai Masato-kun, tapi mungkin justru lebih baik mereka tidak mengerti.


Saat aku memikirkan hal itu, Masato-kun, sambil menuangkan minuman ke gelasku, tersenyum sedikit kecut.


"Tapi, aku juga salah. Aku tidak bisa minum alkohol, sementara semua orang di sini bersenang-senang minum. Rasanya aneh kalo aku, yang tidak bisa mabuk, berada di antara mereka."


Ternyata, Masato-kun tidak bisa minum alkohol, dan dia merasa bersalah karenanya. Melihat sisi lemahnya yang baru pertama kali kutemui, aku tidak tahu harus berkata apa.


"Y-yah, memang aneh juga, bekerja di tempat seperti ini tapi tidak bisa minum alkohol."


"Betul sekali."


Tidak! Itu bukan yang ingin kukatakan! Aku segera berbalik menghadapnya dengan tergesa-gesa.


"T-tapi, aku tidak peduli soal itu, kok! Aku tidak datang ke sini untuk cari teman minum! Aku ini pasangan yang cocok untuk mu! Kau harus berterima kasih padaku!"


Dia terlihat kebingungan sesaat, tapi kemudian senyumnya muncul.


"Hahaha...Memang benar, mungkin Sera-san adalah yang paling cocok untukku. Terima kasih."


Aku langsung memalingkan wajahku. Kata-katanya terlalu menghancurkan hatiku. 'Sera-san adalah yang paling cocok untukku'... Betapa indah dan memikatnya kalimat itu.


"I-iya kan! Cuma aku yang seperti ini! Jadi, hargai aku, ya!"


Aku belum pernah merasa deg-degan seperti ini seumur hidupki. Masato-kun yang duduk di sebelahku terasa begitu berharga.


Setelah itu, aku kembali minum dan mengobrol dengannya seperti biasa. Apa pun yang dibicarakan, selama bersama Masato-kun, semuanya terasa menyenangkan. Bagi ku, waktu ini sangat berharga. Waktu terbaik.


...Tapi, setiap kali aku mengingat kalo aku hanya bisa bertemu dengannya seminggu sekali, dan kalo kami hanyalah boy dan pelanggan, hatiku terasa begitu sesak.


Sudah sebulan berlalu sejak aku pertama kali mengunjungi 'Festa'.




Hari ini hari Jumat.


Aku memeriksa waktu di jam tangan favoritku yang baru kubeli. Tinggal sebentar lagi. Tinggal sebentar lagi sampai waktu pulang. Hatiku berdebar-debar tidak karuan. Kesibukan minggu lalu sedikit mereda, dan karena kerja kerasku sepanjang hari, sepertinya aku bisa pulang tepat waktu hari ini.


Beberapa waktu yang lalu, hidupku terasa seperti bekerja tanpa henti dan hanya pulang untuk tidur, tapi sekarang semua itu terasa seperti kebohongan.


Aku melihat jam tanganku sekali lagi. Jarum detik tepat berada di angka 12.


"Terima kasih atas kerja keras kalian, aku akan pulang duluan!"


Aku mencatat waktu pulang kerja tepat waktu dan meninggalkan kantor tanpa ragu. Dengan kondisi ku sekarang, mungkin aku bisa meraih dunia.


Saat aku melangkah dengan ringan, aku mendengar suara percakapan di kantor saat pulang.


"Belakangan ini Mochizuki-san pulang lebih cepat, ya? Apalagi hanya di hari Jumat."


"Jangan-jangan dia sudah punya pacar?"


"Eh, serius?"


Ya, bisa dibilang? Setengah hati memang sudah ada. Sebenarnya, aku tidak terlalu peduli dengan apa yang orang lain katakan di kantor. 


Segera aku melangkah keluar.


Karena Masato-kun sedang menunggu ku.


Akhir-akhir ini, itu saja sudah menjadi motivasi bagi ku untuk terus hidup.


Hari-hari malas yang dulu, kini menjadi waktu untuk merawat diri, dan waktu kerja pun terasa ringan kalo aku menganggapnya sebagai cara untuk mendapatkan uang agar bisa bertemu Masato-kun.


Justru aku ingin punya lebih banyak uang.


Saat aku sedang bersenang-senang menuju bar, tiba-tiba.


"Sera-chan!"


Dari belakang, seseorang memanggil ku.


"...Miki-san."


Itu adalah senpai-ku, Miki-san, yang memberi tahu ku tempat itu. Dia juga sudah mempersiapkan tasnya untuk pulang dan mengikuti ku.


Mungkin karena aku berusaha untuk pulang secepat mungkin, Miki-san juga terlihat panik.


Setelah aku berhenti, Miki-san menghela napas lega dan mendekati ku tanpa berkata-kata.


Eh, apa aku melakukan kesalahan di tempat kerja...?


Miki-san mendekat dan tiba-tiba merangkul ku.


"Kau mau pergi ke 'Uta' kan?"


"Uh..."


'Uta' merujuk pada tempat bernama 'Festa.'


Istilah ini hanya dimengerti dalam lingkaran kami, dan dibuat agar atasan dan lainnya tidak tahu kalo kami pergi ke Boy’bar. Budaya mana ini.


Tapi, pernyataan Miki-san tepat sasaran. Tentu saja aku memang berencana untuk pergi kesana. Saat aku khawatir kalo niat ku untuk pergi diam-diam ini akan diketahui dan aku akan dimarahi...


Miki-san tiba-tiba membisikkan sesuatu ke telinga ku.


"Bawa aku juga, ya♡"


Aku lebih suka dia melakukan hal seperti itu dengan pria favoritnya.


Miki-san melanjutkan dengan langkah ringan. Melihat Miki-san yang bersemangat di 'Festa', sepertinya dia juga sangat tertarik pada laki-laki itu. Apa dia baik-baik saja dengan uangnya?


(Sebenarnya, aku juga tidak bisa mengomentari orang lain...)


Jujur, aku pun ingin melompat-lompat dengan gembira. Memikirkan kalo aku akan bisa bertemu dengan Masato-kun, suasana hati ku pun sangat tinggi.


Sejak pertama kali aku bertemu dengannya, aku selalu pergi ke tempat itu setiap minggu. Itu hal yang wajar. Dia adalah malaikat ku.


Senyum polosnya, ekspresinya yang kaya, semua ekspresi yang dia tunjukkan cocok untuknya. Mungkin tidak ada pria lain yang lebih baik daripada Masato-kun di dunia ini.


Akhir-akhir ini, aku bahkan tidak lagi teringat pada mantan pacar ku. Sebenarnya, membandingkan mantan pacarku dengan Masato-kun saja sudah merupakan hal yang terlalu berani.


Saat aku merenungkan hal-hal seperti itu, aku menyadari kalo aku sudah sampai di depan toko. Seperti biasa, papan namanya sangat mencolok.


Miki-san yang berjalan di depan ku matanya sudah tampak berkilau dengan semangat.


"Yuk, kita pergi? Menuju dunia fantasy...!"


"Y-Ya, benar..."


Ini sudah kunjungan kelima ku, tapi tetap saja aku merasa tegang sebelum masuk. Aku belum terbiasa dengan suasananya.


Tapu, itu semua akan terlupakan ketika aku mulai berbicara dengan Masato-kun.


"Selamat datang, Ojou...eh, Miki! Senang sekali kau datang lagi~”


"Hehe... Jangan bicara terlalu formal, Yuusei. Kan aku bilang kalo aku akan datang kemarin."


Ah, sudah mulai. Miki-san langsung menyerang pria favoritnya tanpa ada jarak.


Dalam hal ini, aku sangat menghormati dia. Aku sama sekali tidak bisa melakukannya. Risiko untuk dibenci jauh lebih menakutkan bagi ku.


Saat aku menatap dua orang yang bercengkerama itu dengan tatapan hampa, pria itu tiba-tiba melihat ke arah kami.


"Ojou di sebelah sana... Masato, seperti biasa, kan?"


"...!"


Hah, dia tahu...!


Ini sangat memalukan. Apa aku sudah terlanjur dikenal sebagai wanita yang memilih Masato-kun di toko ini...?


Hmm? Ternyata ada sisi baiknya juga. Artinya, aku sudah resmi, kan?


Ketika aku mengungkapkan keinginan ku, pria itu tersenyum dan menjawab. Karena Miki-san begitu terpesona pada orang ini, aku yakin dia juga orang yang baik.


Tentu saja, aku hanya berfokus pada Masato-kun.


Kami duduk di sofa, dengan saya dan Miki-san agak berjauhan.


"Miki-san...kau kan bekerja kemarin? Jadi, kau datang setelah kerja, ya?"


"Eh? Aku tidak datang. Bahkan aku pun jarang ke sini kalo besoknya ada kerjaan..."


"Eh? Tapi barusan kau bilang 'kemarin'..."


Miki-san memang mengatakan kepada pria favoritnya, "Kan aku bilang kalo aku akan datang kemarin."


Artinya, saya mengira Miki-san juga datang ke tempat ini kemarin…


"Ci, ci, ci...ah, ini mungkin tidak boleh diceritakan dengan suara keras, ya? Hmm, aku bingung~ harus bagaimana ya~ tapi kan kau adalah junior kesayanganku..."


Dengan ekspresi yang seolah-olah ingin membanggakan sesuatu, Miki-san mencuri-curi pandang ke arah ku. Hmm, kenapa senpai ini tiba-tiba bisa begitu menjengkelkan?


Aku sangat ingin menyela, tapi gerakannya yang menunggu ku bertanya justru membuat ku merasa jengkel. Padahal, secara umum dia orang yang baik dan aku suka padanya...


Miki-san mendekat untuk membisikkan sesuatu ke telinga saya.


"Sebenarnya...aku sudah mendapatkan nomor WA-nya, lho♡"


"....!?"


No-Nomor WA...!?


Miki-san menjulurkan lidahnya dengan ekspresi nakal. Aaku terkejut. Itu sangat curang. Bukankah itu terlalu curang?


Itu bukan sekadar di toko, tapi sudah masuk ke ranah pribadi. Meskipun bukan waktu kerja, dia bisa berbicara dengan orang favoritnya.


Aku juga mau...berbicara dengan Masato-kun...!


"Selamat malam. Aku senang melihat mu kembali."


Tubuh ku seakan membeku.


Suara yang mampu melelehkan hatiku. Tidak salah lagi.


Saat aku perlahan mengangkat pandanganku, aku bisa melihat Masato-kun tersenyum dengan wajah yang mirip malaikat.


...Ah, hari ini dia tidak memakai dasi. Itu juga bagus...


Tapi, bukan itu yang seharusnya ku pikirkan!


"Ke-kebetulan saja aku ada waktu luang..."


Sebenarnya itu tidak kebetulan, aku sudah berlari secepatnya untuk pulang kerja, tapi aku hanya bisa mengatakan itu.


Karena kalo aku berkata, "Aku memikirkanmu setiap hari dan berlari pulang kerja demi bertemu denganmu", itu terlalu aneh.


Jadi, aku berpura-pura kalo ini hanya kebetulan.


Kalo tidak, aku khawatir dinding di dalam hati ku akan runtuh. Pada saat itu...


"Masato-kun! Sera benar-benar jatuh hati padamu! Jadi, tolong perhatikan dia, ya!"


Semuanya akan hancur karena seorang Senpai yang mengatakan sesuatu yang keterlaluan.


"Hei, Miki-san!"


Ketika aku melihat Miki-san, wajahnya sudah memerah.


Dia sudah terlalu cepat terpengaruh alkohol!


Aku harus segera memperbaiki situasi ini...!


"Ehem... a-anu, ini benar-benar kebetulan. Aku hanya diajak oleh senpaiku, jadi aku tidak ada pilihan lain. Dan, yah, karena aku merasa kau orang yang paling nyaman untuk ku ajak bicara, makanya aku memanggilmu. Paham?"


Baik, ini tidak buruk. Hari ini ada Miki-san, dan alasannya bisa dipahami. Mungkin sudah tidak begitu meyakinkan mengingat aku sudah datang minggu lalu, tapi mengatakan hal itu di depan Miki-san terlalu memalukan.


"Hahaha... Terima kasih banyak. Meski aku hanya bisa mendengarkan, tapi aku juga suka mendengar cerita dari Sera-san."

 

".....!"


Tu-Tunggu, ini...!


Karena imutnya yang luar biasa, otak ku rasanya terbakar. Jujur saja, senyumnya hampir membuat ku terkapar.


"Kau... pasti mengatakan hal seperti ini ke semua orang, kan?"


"Eh? Tidak...Tidak ada yang memilihku, kecuali orang unik seperti Sera-san..."


Hanya aku...begitu ya, hanya aku?


Itu sangat menguntungkan, tapi wanita di dunia ini benar-benar tidak mempunyai mata untuk melihatnya. Tidak peduli bagaimana aku memikirkannya, Masato-kun adalah pria terbaik di dunia ini.


".....Ya, benar kalo begitu, tidak apa-apa. Benar, kan? Hanya aku yang mau memilih anak yang tidak minum alkohol sepertimu..."


"Benar sekali."


Tapi, di sisi lain, ada bagian dari ku yang tidak ingin orang lain menyadari kebaikannya. Dengan egois, aku ingin menguasai senyumnya itu untuk diri ku sendiri.


Kami belum berpacaran. Aku hanya seorang wanita yang dilayani di bar ini. Hmm, kenapa aku merasa ingin menangis saat memikirianya?


Kemudian, aku teringat kata-kata Miki-san sebelumnya.


"'Sebenarnya...aku sudah mendapatkan nomor WA-nya, lho♡'"


...Jika. Jika aku juga bisa mendapatkan nomor WA Masato-kun, pasti aku akan merasa seperti terbang ke surga.


Tapi, bersamaan dengan itu, kalo aku ditolak, aku tidak yakin kalo aku bisa menjalani minggu depan. Sebenarnya, mungkin tidak mungkin.




Sekitar 2 jam berlalu.


Seperti biasa, Masato-kun adalah malaikat, dan percakapan kami sangat menyenangkan. Ini adalah waktu yang penuh kebahagiaan.


Selama itu, pelayan sudah menanyakan "Apakah anda ingin mengganti boy?" sekitar 4 kali, tapi aku memilih untuk memperpanjang waktu ku bersama Masato-kun.


Karena aku tidak tertarik pada siapa pun selain Masato-kun.


Tapi, sayangnya waktu yang menyenangkan berlalu dengan cepat.


"Sera~! Ayo pulang~! Sampai kapan kau mau mesra-mesraan sama Masato-kun? Ayo!"


Sepertinya sudah waktunya pulang.


...Tunggu, mesra-mesraan!? Aku tidak bermesraan dengan Masato-kun!


Aku ingin melakukannya!


"A-apaan sih!? Kami tidak mesra-mesraan! Sama sekali tidak seperti itu! Dia ini... ceking... ceking..."


Sial. Aku berniat untuk menghina, tapi tidak ada yang muncul di pikiran ku.


Tolong puji aku karena aku bisa mengubah gaya tubuh yang ramping menjadi istilah 'Ceking' yang sedikit meremehkan dengan cepat.


Ini adalah yang terbaik yang bisa ku lakukan.


"Iya, iya. Aku memang ceking. Sampai jumpa lagi, ya."

 

Dia menggenggam tangan ku.


...Ah, tidak bisa, aku suka sekali ini. Sangat suka.


Hanya dengan dia menggenggam tanganku, aku sudah berdebar-debar.


Ditambah dengan alkohol, tubuh ku mulai terasa panas.


[TL\n: maksudnya terangsang]


Saat Miki pergi ke kasir dan membayar, Masato memegang tangannya sepanjang waktu.


...Sekarang.


Sekarang aku bisa menyandarkan diriku pada Masato-kun dengan alasan alkohol, kan? Aku memberanikan diri untuk bersandar padanya. Detak jantung ku sangat berisik.


Aroma manis Masato-kun menggelitik hidung ku.


Rasanya seluruh tubuhku diwarnai oleh keberadaannya.


"...Sera-san?"


Namaku dipanggil dengan suara yang menyenangkan.


Tapi, saat ini aku tidak bisa melihat wajahnya.


Aku tidak bisa menunjukkan wajah tidak berdaya ini padanya.


Karena itu, aku menunduk.


"...Jangan..."


"...Hah?"


"Jangan terima pelanggan perempuan lain selain aku..."


Aku tahu itu egois. Karena dia bekerja di Boy'Bar, dia harus melayani jika dipanggil.


Tetapi hanya membayangkan Masato-kun melayani wanita lain membuat dada saya terasa sesak.


"Tidak apa-apa, kok. Aku hanya bekerja di hari Jumat."


"...Begitu."


"Dan setiap Jumat, Sera-san pasti selalu memilihku."


"...Begitu."


Curang.


Kalo dia berkata seperti itu, aku harus datang setiap Jumat.


Ya, meskipun...tanpa diminta pun, aku pasti akan pergi.


Seandainya aku bisa lebih lama bersamanya, tapi aku terpaksa meninggalkan Bar.


Setelah sampai di tempat yang cukup jauh sehingga Bar tidak terlihat lagi, aku dan Miki-san duduk di bangku sejenak.


Ah, sekali lagi, hari ini Masato-kun adalah malaikat...tidak, dewa.


"Oi, Sera! Kenapa kau malah bermesraan di belakang ku yang sedang membayar!?”


"Eh, eh!? A-apa kamu melihatnya!?"


"....Tidak boleh (mata bersinar)."


"Ahhhhhhh! Lupakan! Sekarang juga!"


Terlalu memalukan!


Sejujurnya, saat pertama kali datang ke Bar itu, aku merasa sedikit terkejut dengan perilaku Miki-san, tapi sekarang aku tidak bisa lagi tertawa melihat orang lain.


Miki-san tertawa terbahak-bahak.


"Wah, itu luar biasa... Nah, aku ingin pulang...tapi perutku sedikit lapar. Bagaimana kalo kita makan sebelum pulang?"


"Baiklah, ayo kita lakukan."


Akhir-akhir ini, aku akhirnya merasa hidupku sedikit lebih menyenangkan.


Tentu saja, keberadaan Masato-kun berpengaruh besar, tapi perhatian dari senpaiku juga sangat berarti.


"Kalo begitu, kerja bagus~!! Sampai jumpa di hari Senin!"


"Ya, terima kasih atas kerja kerasmu!"


Miki-san dan aku berpisah ke arah yang berbeda. Aku berencana makan sedikit sebelum pulang, tapi karena kami terlalu asyik mengobrol, waktu berlalu dengan cepat, dan ini sudah larut malam. Tanggal sudah berganti.


"Baiklah..."


Rumah ku hanya dua stasiun kereta dari sini. Itu tidak terlalu jauh. Sambil menikmati sisa-sisa hari ini, aku berusaha menuju ke peron.


Saat itulah...


"Eh..."


Aku tertegun.


Tatapan ku tertuju pada seorang anak laki-laki yang berjalan sendirian, mengabaikan kerumunan orang yang mabuk.


Sangat jelas, itu pasti...Masato-kun.


Aku tidak mungkin salah lihat.


Masato-kun dalam pakaian kasualnya.


Detak jantung ku tiba-tiba meningkat.


Waktu kereta terakhir akan segera tiba. Kalo aku melewatkannya, aku tidak punya pilihan selain pulang dengan taksi. Tapi.


Kaki ku secara alami mengikuti langkahnya. Aku terus mengikutinya.


Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan?


Ternyata aku sudah melewati taman dekat stasiun dan masuk ke perumahan.


Di depan ku, ada Masato-kun.


Apa yang ku lakukan sekarang benar-benar ilegal.


(Tidak boleh...tidak boleh...!)


Aku tahu ini salah. Aku tahu ini adalah hal yang tidak boleh aku lakukan.


Meskipun aku tahu itu tidak benar, detak jantung ku yang mengganggu dan kepala ku yang panas tidak mau berhenti. Aku tidak bisa berpikir dengan jernih. Akal sehat pasti mengutuk tindakan ini, tapi keinginan yang membara untuk terhubung dengan Masato-kun tidak bisa ku lawan.


Masato-kun berhenti di sebuah apartemen setelah sedikit berjalan keluar dari taman.


Itu pasti—.


".....!!"


Saat aku mencoba mengintip Masato-kun dari balik tiang listrik, tiba-tiba dia melihat ke arah ku.


(Apa dia melihat ku? Apa dia melihat ku?)


Kalo Masato-kun datang ke arah ku dan memanggil polisi, aku akan hancur secara sosial.


Tidak ada alasan untuk membela diri.


Ini jelas-jelas tindakan seorang stalker.


Menahan detakan jantung yang terus berdebar, aku dengan hati-hati sekali lagi mengintip.


Ternyata, Masato-kun sepertinya sudah masuk ke apartemenya.


"Ha──!"


Perlahan aku berjongkok di tempat.


Aku selalu sadar kalo aku adalah wanita yang kotor, tapi aku tidak menyangka kalo aku akan sampai sejauh ini.


Meskipun aku merasa bersalah di seluruh tubuhku, kaki ku tidak mau berhenti.


Aku perlahan mendekati apartemen itu...dan akhirnya sampai di depan pintunya.


(Kata Katagiri...Katagiri, itu nama Masato-kun.)


Dengan tangan yang bergetar, aku membuka catatan di Hp-ku.


Air mata mengalir.


Aku tidak bisa berhenti menangis karena aku adalah sampah yang luar biasa.


Tapi.


Tubuh ku secara otomatis mencatat alamatnya.


(Ini tidak akan aku gunakan untuk apa-apa! Aku tidak akan mengirim barang atau apa pun! Tidak ada, tidak ada yang akan aku lakukan!)


Lalu kenapa aku mencatatnya?


Aku tidak tahu.


Ini benar-benar sudah keterlaluan. 


Saat itu...suara dari kamar Masato-kun terdengar. 


Suara itu...aku segera tahu itu adalah suara shower. 


"Ha ha...ha ha ha ha..."


Aku kembali terjatuh, tubuh ku melorot. 


Tanpa daya, aku ambruk di tempat itu. 


Setelah mencatat alamatnya, aku memasukkan Hp-ku ke dalam saku jasku.


Aku hanya bisa membiarkan air mata mengalir. 


Dalam situasi seperti ini。


Masato-kun sedang mandi di seberang dinding. 


Hanya dengan itu saja...sudah membuatku tidak bisa menahan diri untuk merasa terangsang. 


Sungguh, aku adalah orang cabul yang tidak bisa diselamatkan. 


Aku menyadari kenyataan ini. 


Atau mungkin, dari momen itu, aku sudah menyadarinya. 


"Hei, aku sudah hancur, Masato-kun."


Perasaan ini tidak bisa berhenti. 






Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال