Kamu saat ini sedang membaca Danjo Hi 1 : 5 No Sekai De Mo Futsu Ni Ikirareru to Omotta? Geki E Kanjona Kanojo Tachi Ga Mujikaku Danshi Ni Honro Saretara volume 1 chapter 3. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
RODA NASIB MULAI BERGERAK
───● JD KHAWATIR ●○●
Kantin kampus biasanya sangat ramai saat jam istirahat, sehingga sulit untuk mendapatkan tempat duduk.
Alasan utamanya adalah jumlah kursi yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah mahasiswanya, dan banyak mahasiswa meninggalkan kampus setelah perkuliahan selesai, mungkin karena mereka tahu kalo mereka tidak akan bisa mendapatkan kursi.
Tapi, kenyataannya adalah, makanan di kantin cukup murah dan rasanya tidak buruk, jadi para mahasiswa lebih suka menyelesaikan makan siang mereka di sana jika bisa.
"Koumi~! Yahaya~!"
Itu sebabnya aku sangat beruntung memiliki teman seperti Mizuho yang sudah mengamankan tempat duduk di kantin.
Dengan membawa nampan set makan siang, aku dengan hati-hati menyusuri kerumunan dan akhirnya sampai di dekat Mizuho.
"Terima kasih, Mizuho! Kau selalu ceria ya~"
"Nhufufu. Ya, begitulah! Ayo makan!"
"Ngomong-ngomong, Mizuho, kau makan katsudon di siang hari? Bukankah itu terlalu berat?"
Mizuho adalah teman paling ceria di antara teman-temanku.
Sejak SMA, dia selalu ceria dan penuh semangat, dan aku tidak tahu berapa kali aku diselamatkan oleh keceriaannya yang polos.
Mencoba menarik perhatian pria hanya untuk gagal, sepertinya sudah menjadi rutinitasnya... Kenapa dia yang secerah ini tidak punya pacar, ya?
Dengan tanda tangan kuncir kembar dan mata bulat yang bersinar, tubuhnya ramping dan lebih pendek dariku, dan dia cocok dengan gambaran 'imut'.
Dia mengenakan T-shirt oversized dengan jaket denim tipis.
Dari celana pendek hitamnya, kaki ramping dan cantiknya terlihat dengan jelas.
Senyum ceria yang ramah itu bisa membuat siapa pun, bahkan aku yang seorang wanita, merasa sedikit berdebar.
"Hehehe! Hari ini adalah hari yang sangat penting, jadi aku makan katsudon! Untuk menang, kan!"
"Menang dalam hal apa...?"
"Tentu saja... dalam perlombaan cinta!!"
Ada rasa cinta yang tampaknya berlebihan... mungkin ini minusnya?
Aku hanya bisa tersenyum pahit.
"Apa kau mau mengungkapkan perasaanmu?"
"Benar sekali!! Aku rasa kali ini peluangku cukup tinggi! Kami sudah banyak bicara!!"
"Ah, apa mungkin itu si Keito dari klub bulu tangkis?"
"Ya, betul! Sepertinya kami sering bertemu mata saat di klub, jadi aku rasa aku pasti ada harapan!"
"Eh, bukankah itu harapan yang terlalu rendah...?"
Itu adalah kalimat yang biasa diucapkan oleh orang-orang yang berada di barisan depan konser idola...
"Ah~! Koumi, jangan menertawakan aku hanya karena kau merasa sedang berada di puncak!"
"Tidak... aku tidak sedang berada di puncak~"
"Ah~! Kau tersenyum! Curang, curang!"
Meskipun aku merasa bersalah pada Mizuho, memang benar aku merasa baik-baik saja dengan Masato.
Senyum bangga yang ditunjukkannya membuatku merasa ada yang menjatuhkan tangan di bahuku.
"Tunggu sebentar... jika aku berhasil, kita harus melakukan double date, ya..."
"Tapi itu hanya akan membuatmu dalam masalah, jadi hentikan..."
Sungguh, Mizuho tidak pernah berubah sejak SMA.
Dia selalu ceria, menjadi pusat perhatian di kelas, dan selalu memotivasi semua orang.
Karena itulah, aku benar-benar berharap dia bisa merasakan kebahagiaan juga.
Setelah Mizuho selesai makan katsudon, dia menjatuhkan kedua tangannya dan mengucapkan doa.
"Terima kasih atas makanannya... sekarang, aku akan pergi ke ruang klub, jadi tunggu kabar baik dariku!"
"Eh!? Sekarang!? Kenapa kau tergesa-gesa begitu?"
"Yang baik harus segera dilakukan! Tidak ada yang tahu kapan takdir akan menunggu kita, nak..."
Chit-chit-chit.
Dengan gerakan yang imut, Mizuho menggerakkan jari telunjuknya yang ramping dan berdiri dari kursi.
Aku mengikutinya dengan mata ku sampai aku tidak dapat lagi melihatnya saat dia pergi dengan suasana hati yang ceria.
"Apa dia akan baik-baik saja, ya..."
Sambil menyuap pasta, aku merenungkan kemungkinan keberhasilan pengakuan Mizuho.
Kaito-san. Senpai di Bud Circle, memang dia punya sikap yang ramah. Tapi, aku merasa ada yang tidak beres dan aku sama sekali tidak menyukainya.
Dia jelas-jelas hanya bersama beberapa senpai wanita tertentu...
Ketika aku melihat jam tanganku.
Masih ada sedikit waktu sebelum kelas ketiga dimulai.
"Sepertinya aku akan mampir ke gedung klub..."
Kelas ketiga adalah pelajaran yang sama dengan Masato. Aku ingin menyimpan tempat duduk untuknya, tapi aku juga penasaran dengan pengakuan Mizuho.
Kalo dia berhasil, aku harus merayakannya.
Setelah selesai makan, aku cepat-cepat menghubungi Masato dan menuju gedung klub.
Gedung klub.
Area ini biasanya ramai setelah kelas ketiga, tapi saat ini masih sepi.
Karena letaknya agak jauh dari gedung kuliah, hanya orang-orang yang memiliki waktu kosong yang datang ke sini.
"...Tidak ada, ya."
Aku sudah memeriksa ruangan klub bulutangkis, tapi aku tidak melihat sosok Mizuho.
Mungkin saja pengakuannya sudah selesai, atau mungkin pengakuannya dibatalkan.
"Kalo begitu, aku akan pergi ke kelas."
Aku belum mendapat kabar apapun dari Mizuho... Tapi, kalo seandainya dia berhasil, dia pasti akan menghubungiku dengan sangat cepat.
"Eh? Apa kau serius mengajakku untuk berpacaran denganmu?"
Aku mendengar sebuah suara.
Aku punya firasat buruk tentang itu dan langsung menuju ke arah suara itu.
(...!)
Aku bersembunyi di balik bayangan.
Di sudut paling belakang gedung klub, di depan tangga darurat, terdapat 2 orang.
Dari belakang, aku tidak bisa melihat ekspresi mereka, tapi terlihat jelas kalo salah satu dari mereka memiliki kuncir kuda rendah yang menjadi ciri khasnya.
(Itu Mizuho...)
Tidak mungkin aku salah melihat. Sosok sahabatku.
"Eh? Serius kau bilang itu? Aku hanya menyapa karena Satsuki bilang agar sesekali aku menyapamu. Jadi, aku hanya melakukannya tanpa niat lebih. Apa kau salah paham karena itu?"
"...Maaf."
...Hah?
Aku merasakan suhu tubuhku turun dengan cepat.
"Yah, jadi begitu... Jangan pernah melakukan hal seperti ini lagi, oke? Itu buang-buang waktu. Dan kalao kau bilang ini ke gadis lain, aku tidak akan memaafkanmu. Setidaknya pahami posisi masing-masing oke? Sampai jumpa."
Tidak bisa dimaafkan.
Tidak bisa dimaafkan, tidak bisa dimaafkan, tidak bisa dimaafkan, tidak bisa dimaafkan, tidak bisa dimaafkan.
Fakta kalo orang seperti itu telah melukai hati Mizuho tidak bisa kuterima.
──Sial. Seharusnya aku merekamnya.
Seandainya aku merekam, aku bisa mengungkapkan sifat aslinya dan mengungkapnya──
"Hayo, menguping itu adalah hal yang buruk, kan?"
"...! ...Mizuho...maaf."
Sebelum aku menyadarinya, Mizuho telah sampai ke tempat aku bersembunyi.
"Tidak apa-apa! Kau datang karena khawatir, kan? Kebaikan Koumi-dono membuatku sampai meneteskan air mata, lho~!"
"Mizuho..."
Aku mengerti. Kami sudah lama berteman, jadi aku tahu. Bahkan tanpa hubungan yang panjang pun, siapa pun bisa memahami ini.
Mizuho sekarang terlihat berusaha kuat.
"Eh! Aku pikir ini bisa berhasil! Tapi ternyata, aku hanya salah paham! Uh-oh, HP-ku sudah nol~ Yo yo yo."
"...."
Meniru tindakan terkena sabetan pedang, Mizuho menjulurkan lidahnya.
"Ini tidak berjalan dengan baik! Koumi-doni, untuk double date, tunggu sebentar lagi ya☆"
"Ya... Mizuho, kau pasti bisa menemukan orang yang lebih baik dari dia."
Aku tahu. Kata-kata kosong seperti ini tidak akan bisa menyembuhkan hati Mizuho.
Aku mengerti kalo dorongan yang murah ini tidak akan berarti apa-apa.
Mizuho juga pasti mengerti, meskipun begitu.
"Uwooooh! Semangatku kembali muncul!! Ayo kita lakukan~! ...Jadi, Koiumi, hargai pacarmu yang sekarang, ya?"
"Ya..."
Entah kenapa, aku merasa ingin menangis. Kenapa Mizuho harus mengalami hal seperti ini?
Dia yang begitu imut, penuh semangat, dan baik kepada siapa saja...
"Hei. Kau kan ada kelas ketiga bersamanya, kan? Cepat pergi, cepat!"
"Eh...tapi Mizuho..."
"Aku ingin merasakan angin malam sedikit~! Jangan biarkan dia menunggu! Cepat, cepat!"
"...Mizuho."
Shissh.
Mizuho membuat gerakan dengan tangannya.
Banyak kata-kata yang hampir keluar dari tenggorokanku...tapi semuanya kutelan kembali. Aku berpikir, kalo aku berbicara sekarang, itu mungkin akan berdampak negatif.
Saat ini, lebih baik memberinya waktu sendiri.
Aku pun berjalan menuju gedung kelas. Tidak menoleh ke arah Mizuho.
Aku merasakan kehadiran Mizuho di belakangku terasa jauh lebih lemah dari biasanya.
Bel tanda mulai kuliah pun berbunyi, dan saat itu juga aku melangkah masuk ke dalam kelas.
(Ah~!)
Aku menggesekkan kartu absensi dan melihat ke sekeliling kelas.
Di belakang, seorang laki-laki melambai ke arahku.
(Ah, aku mencintaimu!)
Aku merasakan dorongan yang meluap-luap...tapi, mengingat kejadian dengan Mizuho tadi, hatiku terasa sakit.
Orang itu...tidak akan kuampuni.
"Maaf, terima kasih sudah menyimpan tempat untukku...!"
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Ini kan saling membantu? Kau kan juga sering mengamankan tempat untuk ku."
Ah, dia terlalu keren dan imut.
Orang yang mengumpulkan semua elemen baik di dunia ini. Tuhan. Karena itu, mengingat sampah yang tadi, aku merasa mual. Emosi gelap kembali berputar di dalam diriku.
Mizuho...sungguh tidak bisa kuampuni.
"....Ada apa? Wajahmu terlihat suram."
"....Sebenarnya, begini..."
Masato, yang memperhatikan ekspresi halusku dengan penuh perhatian, benar-benar orang yang baik.
Aku pun menceritakan kejadian tersebut. Tentu saja, aku menyembunyikan tentang sifat cinta Mizuho dan hal-hal sejenis. Dia tahu kalo aku memiliki sahabat, jadi aku memberitahunya tentang apa yang dialami sahabatku itu.
Betapa aku tidak bisa memaafkan senpai itu.
Aku berusaha menahan suaraku agar tidak terlalu keras.
"....Sungguh kejam...apa itu."
"...Iya, kan?"
Masato juga tampak mengernyitkan alisnya. Bagaimanapun, itu sangat buruk.
Memang, banyak pria yang angkuh dan sombong, tapi kali ini sangatlah buruk. Ini adalah kali pertama aku mendengar perkataan yang begitu menyakitkan.
"Ini tidak bisa dimaafkan...mungkin seharusnya kita memberi tahu senpai yang lainya tentang apa yang dia lakukan...mungkin ini adalah pemikiran yang naif, tapi."
"...Mizuho, dengan sifatnya yang terlalu baik, pasti tidak akan menyukai hal itu. Sebenarnya, aku juga sangat ingin memberitahu yang lain."
Senpai itu populer di kalangan perempuan.
Semua orang tidak mengetahui sifat aslinya.
Oleh karena itu, kalo seandainya aku melaporkan hal ini, jelas kami yang akan berada di posisi yang buruk. Aku merasa sangat menyesal mengetahui hal ini.
"...Entahlah, jelas aku tidak bisa memaafkan orang itu, tapi..."
Setelah berpikir lama, Masato menoleh dengan ceria.
"Yang bisa kita lakukan sekarang adalah menjadi lebih bahagia darinya. Biar dia tahu betapa beruntungnya kita. Mencari orang yang jauh lebih baik, dan menunjukkan padanya bahwa kita bahagia, itu adalah balas dendam yang terbaik, kan?"
...Sungguh, orang yang aku suka ini memiliki sifat yang terlalu baik.
"Begitu...ya. Aku ingin Mizuho bahagia."
Aku sedikit teringat akan Mizuho yang terlihat lemah tadi...dan dari lubuk hatiku, aku sungguh berharap kalo dia bahagia.
Setelah pelajaran keempat selesai.
Hari ini adalah hari Rabu. Dengan harapan, mungkin saja aku bisa berkencan dengan Masato hari ini~ tapi.
"Maaf! Aku tiba-tiba dipanggil, jadi aku harus pulang! Maaf!"
Aku tidak bisa menghentikan Masato yang keluar dari kampus.
Dipanggil oleh siapa!? Ketika aku bertanya, dia menjawab, "Orang yang seperti orang tuaku!" Jadi, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Lagipula, kami bisa bertemu lagi besok.
Setelah mengantarnya pergi, aku membuka Hp-ku.
Tidak ada kabar dari Mizuho sejak saat itu.
Aku sudah mencoba meneleponnya, tapi tidak tersambung.
"...Semoga dia baik-baik saja..."
Meskipun sahabatku biasanya mengabaikan patah hati, aku rasa kali ini pasti cukup menyakitkan baginya.
Aku selalu berpikir kalo Mizuho hanya jatuh cinta pada ide cinta, bukan pada 'pasangan' yang sebenarnya.
Aku berharap suatu saat Mizuho bisa menemukan seseorang yang bisa membuatnya jatuh cinta dari lubuk hatinya...
Seseorang seperti Masato bagiku.
"Besok, aku mungkin akan mentraktirnya parfait."
Memikirkan tentang Mizuho yang sangat menyukai makanan manis, aku pun berangkat pulang.
───● OL TSUNDERE YANG SEDANG MENANGIS ●○●
Pelajaran yang ku ikuti bersama Koumi sudah selesai. Hari ini bukanlah hari Jumat, di mana biasanya aku bekerja paruh waktu di bar.
Biasanya, sebelum pulang, aku akan bermain basket sebentar atau menghabiskan waktu di suatu tempat sebelum pulang.
Tapi, aku menerima pesan dari Aika-san yang berbunyi, "Maaf, hari ini ada 1 orang yang tidak masuk, apa kau bisa masuk untuk mengisinya?" Jadi aku menuju tempat kerja paruh waktuku.
Kalo aku bisa kerja paruh waktu, itu lebih baik! Aku harus membayar kembali beasiswa, jadi uang selalu dibutuhkan.
Hari ini hari Rabu, jadi aku yakin Sera-san tidak akan datang dan kemungkinan besar, aku hanya akan bekerja di bagian penerima tamu, membuat minuman, atau melakukan pekerjaan di belakang layar.
Kalo aku tidak harus melayani pelanggan, seragam untuk kerja di belakang layar juga sudah cukup, jadi tidak ada masalah.
"Terima kasih atas kerja kerasnya~"
Waktu menunjukkan pukul 18.
Bar sudah buka, dan hanya ada satu orang di ruang istirahat. Senpai yang sedang berdiri di depan cermin, menata rambutnya, menyadari kehadiranku.
"Oh! Masato, lama tidak bertemu! Dengar-dengar kau sudah punya pelanggan tetap sekarang? Hebat juga kau!"
"Yusuke-san, terima kasih. Ahaha...itu hanya kebetulan saja."
"Kau memang berbeda tipe dengan kami, tapi aku yakin kau akan populer. Tapi, karena Aika-san sudah menetapkanmu bekerja setiap hari Jumat, jadi itu tidak bisa diubah.”
Yusuke-senpai adalah senpai yang banyak membantuku ketika aku baru mulai bekerja di sini. Menurutku, dia adalah orang yang paling mirip dengan dunia lama. Meskipun dia sedikit santai, dia tidak pernah bersikap sombong terhadap perempuan, dan sifatnya sangat baik, membuatku sangat menghormatinya.
Kecuali tentang fakta kalo dia terlalu menyukai perempuan, dia bekerja di sini karena hal itu, dan dia memiliki banyak kisah cinta yang luar biasa...
"Eh, itu luka kenapa, Senpai?"
Aku memperhatikan lengan kanannya yang dibalut perban ringan.
"Oh, ini? Yah, ini pacarku yang membuat ini kemarin. Kau juga harus berhati-hati, ya, hahaha."
"Ngomong-ngomong, Masato, sini sebentar."
"Hah? Ada apa?"
Yusuke-san memanggilku, lalu aku duduk di kursi.
Dia mengambil wax yang tadi dipakainya.
"Aku pikir kau akan cocok dengan gaya rambut slicked-back. Untuk hari ini saja, coba biar aku yang menata rambutmu."
"Eh...?"
"Ayo, tidak apa-apa! Aku ini sekolah di akademi kecantikan. Jadi percaya saja padaku."
Yah, hari ini bukan hari di mana Sera-san akan datang, jadi mungkin itu tidak masalah.
Kalo pelanggan tetapku, Sera-san, yang selalu datang setiap minggu, melihatku dengan rambut slicked-back yang tidak cocok, dia mungkin akan berkata, "Eh... Masato-kun, sepertinya itu kurang cocok..."
Mendengar itu dari pelanggan yang sampai memilihku tentu akan sangat menyakitkan.
"Hanya untuk hari ini saja, kan?"
"Oke, serahkan padaku!"
Yusuke-san mengeluarkan wax jenis gel dan catokan rambut dari tasnya.
Rasanya aku tidak akan cocok dengan gaya ini...
"Masato! Meja nomor 3 pesan gin highball 2."
“Baik!”
Seperti yang sudah kuduga, meskipun bukan akhir pekan, hari Rabu tetap cukup sibuk. Ada pelanggan yang datang setiap hari, seperti pejuang tangguh.
Aku membuat minuman sesuai pesanan dan mengantarkannya ke meja.
"Maaf membuat anda menunggu..."
"Jadilah pria milikku!"
"Eh~ sudah, jangan bercanda lagi..."
...Yah, sepertinya mereka tidak melihatku.
Itu malah lebih baik.
Aku mengumpulkan gelas-gelas dan kembali ke belakang. Hal-hal seperti ini sudah jadi kejadian sehari-hari.
Saat sedang mencuci gelas di tempat pencucian, tiba-tiba...
"Masato! Maaf, apa kau bisa pergi ke apotek di depan stasiun untuk beli tisu toilet? Sepertinya stok tisunya habis!"
Yusuke-san, yang terlihat sibuk, muncul di pintu dengan wajah cemas dan memintaku untuk belanja.
Akan sangat buruk kalo kami kehabisan tisu toilet. Mungkin kemarin tidak ada yang memeriksa toilet dengan benar saat tutup.
“Baik! Aku akan segera ke sana!”
"Maaf ya! Sekarang semua orang sedang sibuk melayani pelanggan... Kartunya ada di sana! Jangan lupa minta struknya!"
"Baik!"
Setelah mengeringkan tanganku, aku keluar dari toko.
Meskipun agak memalukan untuk keluar dengan gaya rambut dan pakaian seperti ini, tapi tidak apa-apalah.
Langit ini sudah gelap. Di depan stasiun, dipenuhi dengan pekerja kantoran wanita dan pelajar yang baru pulang.
Meski tidak seramai stasiun di kota besar, jumlah penumpangnya cukup banyak sehingga aku harus berhati-hati saat berjalan agar tidak menabrak orang.
"Aku harus cepat membeli barangnya dan kembali..."
Di tengah keramaian ini, aku tidak ada keinginan untuk berlama-lama berjalan dengan penampilan seperti ini. Lebih baik segera menyelesaikan belanja dan kembali ke toko.
Itulah yang ku pikirkan, tapi saat aku melihat toko obat yang menjadi tujuanku...
"Maaf...! Aku menjatuhkan lensa kontak ku...! Maafkan aku...!"
Seorang gadis sedang berjongkok di pinggir jalan sambil menangis. Apa lensa kontaknya terlepas karena dia menangis, atau karena hal lain, aku tidak tahu...
Tapi, melihat orang-orang di sekitarnya yang lewat tanpa peduli, aku tidak bisa memilih untuk mengabaikannya.
"Apa kau baik-baik saja? Lensa kontak, ya? Ayo, aku akan membantumu mencarinya."
"Eh...? Maaf, terima kasih banyak..."
Dengan satu lensa kontak terlepas, aku tidak tahu seberapa buruk penglihatannya, tapi pasti sangat sulit baginya untuk menemukannya dalam kondisi seperti itu.
Untungnya, penglihatanku cukup baik... jadi mungkin aku bisa menemukan lensa kontak itu lebih cepat daripada dia.
"Permisi! Aku sedang mencari lensa kontak!"
Aku juga memberi tahu orang-orang di sekitar, lalu mengambil Hp-ku dari saku dan menyalakan senter, kemudian mulai merangkak di tanah. Tidak apa-apa, ini hanya seragam kerja. Aku bisa mencucinya nanti. Maaf, Aika-san!
Setelah sekitar 1 menit mencari, aku akhirnya menemukan lensa kontak kecil yang berkilau di tanah.
"Ketemu...! Ini lensa kontakmu!"
"......!"
Aku mengambilnya dengan hati-hati, lalu mengeluarkan saputangan dari saku dan meletakkan lensa kontak di atasnya. Kemudian, aku mendekat ke gadis itu.
Dia memiliki rambut hitam semi panjang dengan warna merah sebagai warna di bagian dalam. Meskipun wajahnya penuh air mata, matanya berwarna biru muda yang indah, kontras dengan warna rambutnya.
Mungkin kalo bukan dalam situasi seperti ini, dia pasti terlihat sangat manis.
Tapi, aku hanya melihat wajahnya sebentar. Gadis itu segera menundukkan kepalanya, mengalihkan pandangannya dariku, mungkin karena dia tidak ingin dilihat dalam keadaan menangis.
"...Ini. Hati-hati ya."
"Terima kasih... banyak..."
"Oh, saputangannya tidak perlu dikembalikan. Sampai jumpa!"
"Eh, tunggu sebentar!!"
...Yah, bukankah kalo aku pergi begitu saja, itu akan terlihat cukup keren? Aku menoleh lagi ke arah gadis itu.
........
Hening sejenak.
"...Eh? Aku dipanggil, kan?"
"Maaf, aku sedang buru-buru!"
"...Ah."
Meskipun agak tidak enak, aku harus memprioritaskan misiku ini.
Yah, dia sudah bisa melihat dengan jelas sekarang, jadi sepertinya semuanya akan baik-baik saja. Ah, rasanya memang sangat menyenangkan setelah melakukan hal baik!
[TL\n: setuju, entah kenapa kalo udah nolong orang kek punya perasaan bahagia tersendiri gitu]
Aku kemudian segera membeli tisu toilet dan kembali ke toko.
"Aku kembali~"
"Oh, lama bet. Apa apotek-nya ramai?"
"Ya, sedikit ramai tadi."
Aku kemudian langsung menuju toilet dan mengganti tisu toilet yang habis. Sekalian, aku juga membersihkan toilet dan akan menulis namaku di daftar cek...
"Hah? Di mana pulpenku?"
Pulpen yang biasanya ada di saku dadaku hilang.
Ah, itu tidak masalah. Pasti ada pulpen baru di sini.
Tanpa berpikir panjang, aku meminjam pulpen baru dari ruang belakang.
Tiba-tiba...
"Masato! Cepat ganti baju!"
"...Eh?"
"Kau dapat panggilan! Sepertinya pelanggan tetapmu datang dan memintamu melayaninya."
...Sera-san? Padahal aku sudah bilang kalo aku hanya ada di hari Jumat. Ah, mungkin dia memintaku, tapi kalo aku tidak ada, dia akan meminta pelayan lain.
"Baik, aku akan segera ganti baju!"
"Aku akan antar dia ke meja 2!"
"Oh, aku mengerti~!"
Aku melempar seragamku ke dalam loker dan cepat-cepat mengganti pakaian kerja dengan setelan jas untuk melayani pelanggan.
Setelah berganti dengan kecepatan kilat, aku membawa gelas dan es menuju meja 2.
Di sana, seperti biasa, Sera-san duduk dalam setelan jas yang kaku.
"Sera-san, selamat malam. Senang melihat Anda datang lagi."
"...Iya."
Hah? Dia terlihat kurang bersemangat. Bahkan rambut kuncir kudanya terlihat lemas, dan pipinya tampak sedikit kuyu... Meski begitu, dia tetap terlihat cantik.
Mungkin dia lelah karena pekerjaan. Kalo begitu, tugasku hari ini adalah menyemangatinya. Aku harus berusaha keras kali ini.
"Tapi aku terkejut. Sera-san kau bilang kalo kau hanya datang hari Jumat."
"....Dari luar, aku melihat kau masuk ke sini..."
"Ah, begitu ya! Aku baru saja membeli sesuatu. Aku tidak punya rencana untuk melayani pelanggan hari ini, jadi aku mengenakan seragam belakang layar. Sebenarnya agak memalukan juga sih..."
Biasanya, saat kami berbicara, Sera-san sering melihat ke arahku atau mengalihkan pandangannta. Tapi hari ini, dia hanya menunduk.
Wah, dia benar-benar terlihat tidak bersemangat.
"....Tidak apa-apa. Di sini, kau bisa bicara tanpa menyembunyikan apa pun. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Sera-san...tapi aku suka mendengarkan cerita mu, seperti biasanya."
".....!"
Seira-san meremas tangan yang ada di pangkuannya.
Apa ada sesuatu yang sangat menyedihkan yang terjadi padanya?
"Maaf...aku..."
"....Eh?"
Aku baru menyadari ada sesuatu yang menetes di punggung tangannya.
Sera-san menangis.
"Maafkan aku...sungguh, maafkan aku...! Aku...!"
Melihat dia menangis seperti itu membuat dadaku ikut terasa sesak.
Tanpa sadar, aku mengulurkan tanganku dan perlahan mengusap punggungnya.
"Tidak apa-apa. Aku tidak tahu apa yang terjadi...tapi aku yakin Sera-san tidak salah. Kau orang yang baik, Sera-san."
Aku tahu kata-kataku mungkin terdengar hampa. Kami baru saling kenal sekitar satu bulan, dan kami hanya bertemu sekali seminggu.
Sebagian besar pertemuan kami adalah saat dia mabuk dan melampiaskan rasa kesalnya terhadap pekerjaan atau mantan pacarnya.
Tapi, dia pernah membantu ku saat aku dalam kesulitan, dan aku tidak pernah bisa membenci sisi dirinya yang tulus saat berada di sini.
Meski kata-katanya sering tajam, di dalamnya dia adalah orang yang lembut. Jadi, meskipun kata-kataku mungkin tidak berarti banyak, kalo itu bisa membantunya sedikit saja...
Aku ingin membantunya, itulah yang kupikirkan saat itu.
Tanpa kusadari, Sera-san mendekatkan tubuhnya padaku. Bahu kami bersentuhan, dan kepalanya yang kecil bersandar di pundakku.
...Apa ini akan jadi masalah kalo ketahuan...? Yah, mungkin ini masih bisa dijelaskan. Mungkin.
Bagaimanapun, dalam situasi seperti ini, aku tidak bisa begitu saja mengabaikan Sera-san.
"Tidak apa-apa, Sera-san. Aku tahu kalo kau adalah orang yang baik."
"...Maafkan aku...! Aku...wanita yang sangat buruk...!"
Sambil mengusap punggungnya, aku merasa sedikit bingung. Setiap kali aku bersikap lembut, setiap kali jarak di antara kami semakin dekat, entah kenapa Sera-san malah semakin menangis.
───● GENKI-KKO JD BERTEMU TAKDIR ●○●
[TL\n: Genki-kko (元気っ子) adalah istilah dalam bahasa Jepang yang menggabungkan kata genki (元気), yang berarti "enerjik" atau "bersemangat," dan -kko (っ子), yang berarti "anak" atau "orang yang." Jadi, genki-kko merujuk pada anak atau orang yang sangat bersemangat, energik, ceria, dan aktif.]
Cinta adalah sesuatu yang sangat indah dan menyenangkan.
Karena itu, saat masuk kuliah, aku bertekad untuk menjalin cinta yang indah, belajar dengan cukup baik, dan menjalani kehidupan kampus yang bahagia.
Aku ingin membuat banyak teman, pergi ke banyak tempat, bergaya, dan menciptakan banyak kenangan...
Aku ingin menjalani hari-hari yang berkilau!
Sudah 2 bulan sejak aku masuk kampus.
Sejauh ini, aku sudah mendapatkan banyak teman dan merasa bisa beradaptasi dengan baik di organisasi!
Hanya saja... cinta sepertinya masih sulit didapat.
Ada beberapa orang yang menurutku tampan, baik itu senpai maupun teman seangkatan.
Tapi, entahlah. Meskipun aku ingin memiliki pacar, aku belum menemukan orang yang ingin aku jadikan pacar.
"Kalo kau coba pacaran, mungkin itu tidak seburuk yang kau pikirkan!"
"Pokoknya, coba aja pacaran!"
"Setelah lulus kuliah, kau tidak merasa aneh kali usia sama dengan lamanya tidak punya pacar?"
Perdebatan tentang pandangan tentang cinta yang terjadi dalam percakapan antar teman-temanki.
Memang, di zaman sekarang, mendapatkan pacar itu sudah menjadi hal yang berharga, jadi aku rasa tidak ada salahnya berusaha untuk mendekati dan berusaha agar bisa mendapatkan pacar.
Situasi memiliki pacar, sebenarnya aku juga ingin mencoba mengalaminya.
Kalo aku tidak berusaha, kesempatan tidak akan datang dengan sendirinya!
── Tapi, akhir-akhir ini aku berpikir.
(Sebenarnya, cinta itu... apa itu cinta?)
Merasa bahwa seseorang itu tampan dan berpikir kalo itu cinta.
Itu benar. Aku bisa menganggap artis di TV itu tampan, tapi itu tidak berarti aku mencintainya.
Lalu, apa itu cinta?
Mungkin, cinta yang aku impikan adalah saat aku merasakan getaran hingga aku tidak bisa menahannya ketika menyentuh gerakan, kepribadian, atau kata-kata orang itu.
Aku pikir itu adalah saat aku ingin bersamanya selamanya dengan kuat.
Tapi, hal seperti itu tidak pernah terjadi dalam hidupku, bahkan sekali pun.
Ya, begitulah kenyataan.
Karena itu, semua orang berkompromi, menyesuaikan diri, dan bertahan.
Mereka menemukan orang yang pas.
Jadi, aku pikir aku juga harus melakukan hal yang sama.
── Dan kemudian.
"Eh? Apa kau serius mengajakku untuk berpacaran denganmu?"
Kenapa aku harus merasakan hal seperti ini?
Ah, sudah lama aku tidak mendengar yang menyakitkan seperti ini... sepertinya ini adalah pertama kalinya aku mendengar kata-kata seburuk ini. Aku sudah terbiasa dengan penolakan, sih. Aku menatap ke arah Keito-san yang pergi.
Kemarahan tidak muncul sama sekali.
Alasan aku tidak bisa marah adalah karena ada bagian dari diriku yang tidak masuk akal. Mungkin, aku sebenarnya tidak ingin berpacaran dengannya sampai sejauh itu.
Aku minta maaf untuk mengatakan ini, tapi aku sendiri juga tidak merasakan semangat yang besar.
"Tapi, aku juga salah. Kita saling berhubungan, ya."
Dengan menghela napas dalam-dalam, aku mulai berjalan kembali ke jalan yang telah kulewati── ketika aku melihat topi hitam yang familiar di balik bayangan.
...Aku harus mengembalikan semangatku.
"....Ayo, Mizuho."
Setelah mengeluarkan suara pelan, aku melompat keluar dan berdiri di sampingnya.
"Hayo, menguping itu adalah hal yang buruk, tahu?"
"...! ...Mizuho...maaf."
Temanku, Igarashi Koiumi, yang menunjukkan ekspresi yang sedikit tidak bisa ditunjukkan kepada orang lain, menyadari keberadaanku dan menundukkan kepalanya dengan rasa menyesal.
Hmm. Tidak apa-apa. Aku tahu Koumi itu baik. Jadi, jangan buat wajah seperti itu.
"Tidak apa-apa! Kau datang karena khawatir, kan? Kebaikan Koumi-dono membuatku sampai meneteskan air mata, lho~!"
"Mizuho..."
Tolong jangan buat wajah yang sedih seperti itu~!
Semua baik-baik saja, aku baik-baik saja.
Mizuho tidak akan menyerah hanya dengan hal sepele seperti ini!
"Eh! Aku pikir ini bisa berhasil! Tapi ternyata, aku hanya salah paham! Uh-oh, HP-ku sudah nol~ Yo yo yo."
"...."
Ya, ya! Keceriaan seperti ini sangat cocok untukku!
Aku juga ingin Koumi tersenyum!
"Ini tidak berjalan dengan baik! Koumi-doni, untuk double date, tunggu sebentar lagi ya☆"
"Ya... Mizuho, kau pasti bisa menemukan orang yang lebih baik dari dia."
...Koumi-dono memang baik hati.
Kami sudah berteman sejak SMA, tapi kami tidak pernah bertengkar sekalipun.
"Uwooooh! Semangatku kembali muncul!! Ayo kita lakukan~! ...Jadi, Koiumi, hargai pacarmu yang sekarang, ya?"
"Ya..."
Koumi sepertinya sedang dekat dengan seorang anak laki-laki yang baik.
Kuh~! Aku sangat iri! Enta karena aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan, tapi menurutku dia cukup tinggi dan terlihat keren. Aku ingin berbicara dengannya lain kali! Aku ingin ikut campur!
Tapi untuk saat ini.
"Hei. Kau kan ada kelas ketiga bersamanya, kan? Cepat pergi, cepat!"
"Eh...tapi Mizuho..."
"Aku ingin merasakan angin malam sedikit~! Jangan biarkan dia menunggu! Cepat, cepat!"
"...Mizuho."
Dengan wajah penuh penyesalan, Koumi membelakangiku.
Mo~kenapa sih dia harus membuat wajah yang rumit seperti itu!
Kalo Koumi bahagia sekarang, aku juga bahagia, kan?
Aku tahu Koumi telah mengalami banyak kesulitan karena cinta masa kecilnya. Dia tidak pernah menoleh ke belakang sekali pun.
Setelah melihatnya pergi sampai dia tidak terlihat lagi, aku menghela napas.
"Hah~. Yah, begini saja!"
Aku meregangkan tubuhku.
Area di sekitar sini agak jauh dari gedung kelas tempat perkuliahan diadakan, dan tidak banyak orang di sekitar sini pada jam-jam seperti ini, ketika jam pelajaran ketiga akan segera dimulai.
Aku mulai berjalan perlahan.
"Sekarang! Untuk Koumi, mari kita ganti dan punya pria yang baru..."
"Itu sebabnya kau salah paham?"
Entah kenapa, suaraku sedikit sulit keluar.
"Ku... cari... sesuatu, ya?"
"Ketahuilah posisi masing-masing oke?"
──Itu mengalir di pipiku.
──Itu jatuh ke tanah dan meninggalkan noda.
Tolong berhenti.
Tanpa bisa menyerap materi sama sekali, aku menyelesaikan kelas sore.
Jujur, pikiranku hampir kosong. Teman sekelasku yang biasanya hadir hari ini tidak ada, jadi aku merasa sedikit beruntung. Sekarang aku sedang beristirahat di kursi di ruang kosong kampus.
"Aku sudah gagal, ya..."
Aku melaporkan di SNS pada teman-teman dekat tentang pengakuanku yang gagal itu. Tentu saja aku tidak membeberkan apa yang kami bicarakan atau kepribadian atau karakter keito-san.
[TL\n: SNS adalah singkatan dari Social Networking Service, istilah yang digunakan di Jepang dan beberapa negara lain untuk merujuk pada platform jejaring sosial atau media sosial.]
Aku juga menerima pesan dari Koumi yang mengungkapkan kekhawatirannya, tapi aku tidak merasa ingin membalasnya sekarang. Aku yakin lebih baik bagi Koumi untuk menghabiskan waktu yang menyenangkan bersama pacarnya daripada mengkhawatirkan tentangku.
Aku menutup Hp-ku dan bersandar pada sandaran kursi.
Cahaya matahari sore masuk melalui jendela.
Hari sudah hampir gelap.
"Apa aku harus pulang?"
Kakiku terasa lebih berat dari biasanya. Sepertinya sulit... Aku ingin tahu apa aku bisa pulih secara mental besok?
Tapi, aku benar-benar merasa gagal. Kalo menyangkut senpai di klub yang harus kutemui terus-menerus semakin menyakitkan.
Hanya memikirkan hal itu membuatku merasa murung.
Setelah naik kereta dari stasiun terdekat dari kampus...sekarang aku sedang berjongkok di toilet stasiun tempat aku harus berganti kereta.
Sepertinya aku mabuk di kereta.
"Haha...aku mabuk di kereta ya~? Apa aku selama ini selemah ini?"
Sungguh memalukan. Benar-benar memalukan.
Aku melihat wajahku di cermin tempat mencuci tangan di toilet, aku terkejut dengan betapa buruknya penampilanku. Bagian sekitar mataku sangat merah karena terlalu banyak menangis, dan makeupku berantakan.
Wajahku terlihat sangat pucat secara tidak wajar.
(Parah...kalo ada kenalanku yang melihatku seperti ini...)
Aku melepas ikatan karet yang mengikat rambutku menjadi ekor kuda ganda.
(Sekarang, ini sudah cukup.)
Aku mengubah gaya rambutku menjadi panjang biasa dan aku memakai masker agar tidak ada yang melihat wajahku yang seperti ini.
Sekarang, Tonozaki Mizuho yang selalu ceria tidak ada. Tapi, aku akan berusaha lagi mulai besok, jadi aku harap kalian bisa memaafkanku.
"Aku ingat ada apotek di dekat sini..."
Aku ingin mendapatkan obat mabuk yang masih bisa bekerja meski sudah mabuk. Dengan langkah berat aku meninggalkan toilet stasiun.
Benar-benar, apa yang aku lakukan.
Hanya karena ditolak oleh seorang pria, aku sampai merasa sebegitu hancur.
Hanya karena nada bicaranya sedikit tajam, mentalitasku masih belum kuat.
"Ketahuilah posisi masing-masing oke?"
".....!"
Kalimat itu terngiang-ngiang di kepalaku.
Konon kenanga akan tertanam lebih kuat dengan emosi yang mendalam, tapi bukankah ini terlalu berlebihan? Air mataku kembali mengalir. Sungguh bodoh, terus-menerus seperti ini.
Aku ingin ini berhenti. Seharusnya aku sudah cukup menangis. Tanpa sadar, aku menggosok mataku dengan paksa. Teringat lagi dan menangis, rasanya sangat bodoh──.
──Dun!
Sebuah guncangan di bahuku.
Aku bertabrakan dengan pejalan kaki.
"Chh...! Perhatikan jalanmu, jelek...!"
...Eh.
Pandangan ke depan, tidak begitu jelas.
Penglihatanku terasa mual.
Apa kontak lensaku jatuh?
Sial.
Tanpa lensa kontak, penglihatanku tidak lebih dari 0.1.
"Maaf...! Aku menjatuhkan lensa kontak ku...! Maafkan aku...!"
Ah, sial...hari ini benar-benar hari terburuk. Dengan terpaksa, aku merangkak di tanah. Posisi ini seolah mencerminkan diriku yang menyedihkan.
──Saat itulah.
"Apa kau baik-baik saja? Lensa kontak, ya? Ayo, aku akan membantumu mencarinya."
"Eh...?"
Sebuah suara memanggilku. Suara seorang pria.
Aku mengangkat wajahku.
Karena air mata dan penglihatanku yang kabur, aku tidak bisa melihatnya dengan jelas.
Dia mengenakan rompi dan dasi kupu-kupu hitam.
Rambutnya tertata rapi ke belakang, pria yang tampak sopan itu berdiri di sana. Dalam situasi seperti ini, aku terpaksa menganggapnya—
Tampan, pikirku dengan tulus.
"Maaf, terima kasih banyak."
Dan secara refleks, aku membungkukkan kepalaku.
Aku tidak ingin wajahku yang mengerikan ini terlihat olehnya.
"Maaf! Aku sedang mencari lensa kontakku!"
Aku terkejut.
Pria yang jelas-jelas sedang bekerja ini...mau membantu seorang wanita seperti ku?
Kepalaku bingung.
Pikiranku tidak teratur.
Rasanya aneh.
Di tengah keramaian ini. Suara-suara lain seolah menghilang. Aku merasa seolah hanya ada aku dan pria ini di dunia ini.
Detak jantungku yang bergetar kecil terasa sangat keras.
"Ketemu...! Ini lensa kontakmu!"
Berapa menit sudah berlalu? Aku merasa hal itu berlalu begitu cepat, tapi aku juga merasa hal itu berlalu begitu lama.
Pria itu melapor dengan suara ceria dan menghampiriku dengan penemuan itu.
"Hati-hati, ya."
"Terima kasih...banyak."
Dengan hati-hati, dia meletakkan lensa kontakku di atas saputangan.
Cara dia menyerahkannya sangat sopan.
Mungkin karena kejadian yang baru saja terjadi.
Kebaikan pria ini meleleh di dalam hatiku...dan meluap-luap. Wadahku terlalu kecil, dan emosi yang meluap itu mengalir keluar dalam bentuk air mata.
Tapi, ini bukan air mata kesedihan yang sama seperti sebelumnya.
Sekarang, aku tersenyum.
Aku merasa hangat di dalam hatiku.
Air mata kebahagiaan.
Saat itu, aku tiba-tiba menyadari.
──Kenapa dadaku berdebar-debar seperti ini?
Sebuah sensasi yang belum pernah kurasakan sejak aku lahir.
"Ah, saputangan ini tidak perlu dikembalikan. Sampai jumpa!"
"....Eh?"
Pria itu mulai pergi.
Eh, tunggu. Tidak boleh.
Aku belum menanyakan apa-apa, aku belum mendengar apapun.
──Tidak boleh!
"Ah, tunggu sebentar!!"
Gerakan pria itu terhenti.
Dia menoleh ke arahku.
Penampilannya, sekali lagi, terlihat sangat, sangat menawan. Aku jadi sedikit benci pada diriku sendiri yang saat ini terlihat begitu menyedihkan.
Sekarang, aku bukan Tonozaki Mizuho yang selalu ceria.
".....!"
Aku harus mendengar namanya, atau aku harus menyampaikan terima kasih dengan lebih baik. Kenapa dia membantuku, dan lain-lain.
Banyak kata berputar di kepalaku. Dan selama itu, terus-menerus. Degup jantungku, dun, duk, duk.
Tadi seharusnya detaknya kecil. Ini berisik, berisik, berisik!
Berhenti! Biarkan aku bicara!
Ini mungkin menjadi kesempatan terakhirku untuk bertemu dengannya lagi!
Berikan aku keberanian! Tuhan!
"Eh, maaf, aku sedang terburu-buru!"
"....Ah."
Aku mengulurkan tanganku.
Dengan cara yang menyedihkan.
Tapi aku tidak berhasil menjangkaunya.
Suara kembali ke dunia ini, dan kehidupan sehari-hari kembali hadir.
Momen ini terasa seolah-olah sebuah kebohongan, tapi panas yang mengalir di tubuhku dan saputangan di tangan kananku menyangkal itu.
(Bodoh...bodoh bodoh bodoh! Aku benar-benar bodoh...!)
Seharusnya aku menayakan namanya.
Seandainya aku tahu namanya, mungkin aku bisa mengembalikan saputangan ini!
Dan juga...!
(Apa yang harus kulakukan, apa yang harus kulakukan...!)
Aku kembali berjongkok di tempat itu.
Detak jantungku masih berdengung keras.
‘Ketukan jantung yang tak terhindarkan’
──Ah, mungkin ini adalah—
"....Ah, itu."
Ada sesuatu yang terjatuh di tanah.
Aku mengambilnya.
"Bola, pena?”
Itu terlihat seperti pena biasa.
Bukan milikku. Jadi, itu mungkin milik pria yang telah berusaha membantuku dengan sangat gigih...?
Aku merasa seolah pernah melihatnya di suatu tempat, dan aku mulai memutar pena itu───
"....Eh."
Pena in8.
Bagian yang dipegangnya.
Di sana terdapat logo.
Logo kampus tempatku belajar.
Ini adalah pena yang diberikan kepada semua mahasiswa baru di kampusku.
"Tidak mungkin... Eh...! Jadi, orang yang tadi itu adalah...!"
Roda takdirku mulai bergerak.
───● OL BERTIPE TSUNDERE MENYAKSIKAN ●○●
"....Haa..."
Akhir-akhir ini, yang bisa kulakukan hanyalah menghela nafas.
Hari ini adalah hari Rabu. Pertengahan minggu, fase peralihan. Meski hanya ada beberapa hari tersisa pada hari Kamis dan Jumat, jadi ku pikir aku akan mencoba yang terbaik, tapi tetap saja, Rabu seperti ini sering membuat para pekerja merasa murung.
Aku rasa banyak orang yang bisa merasakan hal ini.
"Sera, ada apa? Belakangan ini kau terlihat sangat bersemangat."
"Miki-san..."
Miki-san, senpaiku yang sekarang sudah cukup akrab denganku hingga dia bahkan memanggilku dengan nama depanku tanpa tambahan 'san'.
Di tempat kerja, dia adalah senpai yang sangat cakap dan dipercaya oleh semua rekan seangkatanku. ...Yah, di tempat kerja, aku juga setuju dengan itu...
Entah karena aku telah mengetahui sisi dirinya yang tidak ingin aku ketahui, jadi aku melihatnya dengan cara yang aneh, tapi Miki-san tetaplah orang yang baik.
"Tapi, yah, Bos juga sangat cerewet, dan di pertengahan minggu seperti ini memang sulit untuk termotivasi, ya~"
"Benar..."
Alasan aku bisa merasa sedepresi ini bukan karena itu, tapi... Tentu saja, aku tidak bisa mengatakannya.
"Tapi, ayo, akhir pekan ini kita pergi ke 'Uta’ lagi, oke?l"
"....Ya."
Dadaku sakit.
Aku tahu dia mengatakan itu karena kebaikannya, tapi untuk saat ini, kata-kata itu terasa berat bagiku.
Melihat Miki-san pergi menyapa rekan-rekan lainnya dengan senyuman, aku membuka Hp-ku.
Setelah memastikan tidak ada orang di sekitarku...aku membuka aplikasi catatan.
Di sana tertulis, nama belakang 'Katagiri' dan...alamat.
(Itu yang terburuk...aku tahu ini adalah tindakan kriminal...!)
──Hari itu.
Hari ketika aku menemukan Masato-kun dan mengikutinya sampai ke rumah. Sejak hari itu, ada sesuatu yang berat dan mengganggu hatiku.
Apa yang ingin aku lakukan dengan mengetahui alamatnya?
Akhir pekan setelah itu, aku hanya melamun...sambil melihat alamat yang kutulis di Hp-ku, aku tidak melakukan apa-apa.
Tentu saja, aku berpikir untuk menghapusnya.
Informasi yang diperoleh dari tindakan kriminal seperti ini seharusnya segera dihapus, dan aku bisa bertemu Masato-kun lagi dengan wajah ceria.
Aku berpikir begitu.
Dia adalah anak yang sangat baik. Jika aku bertanya, "Eh, baru-baru ini aku melihat seseorang yang mirip Masato-kun pergi ke arah taman saat pulang, apa rumahmu di arah situ?" mungkin dia akan menjawabnya.
Tapi...aku tidak bisa melakukannya.
Sisi diriku yang jahat menahan informasi ini agar tidak pergi.
Informasi pribadi yang baru kutahu.
Sebelumnya, kami hanya sekadar pelayan dan pelanggan tetap, tidak lebih dari itu. Atau lebih tepatnya, tidak bisa lebih dari itu.
Bahkan tanpa mengetahui nama aslinya, kalo aku mengaku menyukainya, pasti aku akan dipandang dengan kasihan oleh orang-orang di sekitarku.
...Aku sempat berpikir mungkin ini adalah kesempatan untuk mengubah keadaan tersebut.
Dengan berpura-pura tidak sengaja. Kalo ada kesempatan untuk bertemu dengannya di luar kehidupan pribadinya.
Memikirkan hal itu membuat jantungku berdebar. Sepotong sampah yang tidak ada harapan.
Tapi, aku tidak punya pilihan lain.
Untuk mengubah hubungan kami yang sekarang ini, situasi yang sangat tipis dan tidak berarti ini, agar bisa mendekat kepada dia yang seolah-olah seperti malaikat.
Aku merasa aku hanya bisa melanggar larangan. Pikiran itu terlintas dalam kepalaku.
"....Haa."
Aku menghela nafas lagi.
Akhirnya, tidak ada yang bisa digunakan sama sekali. Saat ini pun begitu. Aku tidak bisa menghapusnya, juga tidak melakukan tindakan apa pun. Aku memang benar-benar sampah, dan di atas itu semua, pengecut.
Sungguh, tidak ada harapan bagiku.
"Ah, kau menghela napas lagi!"
"Hyaa!?"
"Apa yang membuatmu terkejut seperti itu?"
Ternyata Miki-san sudah kembali ke sini tanpa aku sadari. Jika dia melihat layar Hp-ku sekarang, hidupku akan berakhir!
Aku buru-buru menutup layar.
"Bahkan aku tidak akan melihat Hp orang lain tanpa izin kok~. Apa, soal laki-laki?"
"T-tidak..."
"Kalo begitu, kau beli photobook Masato-kun, ya!?"
"Maksudnya apa itu...?"
Sejak kapan ada photobook dari pelayan bar?
Apa hal seperti itu benar-benar ada?
...Setidaknya catatan di Hp-ku tidak ketahuan, jadi untunglah.
Dari sikapnya, sepertinya Miki-san akan pergi ke bar itu lagi hari Jumat. Tentu saja, aku juga pasti akan diundang.
Aku jadi bingung, bagaimana aku harus menghadapi Masato-kun nanti?
Jika ekspresiku aneh, dia mungkin akan curiga... Tapi, apakah aku bisa bertemu dengannya seperti biasa?
Sementara aku merasa gelisah, Miki-san menatapku dengan wajah bingung sebelum akhirnya kembali ke mejanya. Tapi, ada sesuatu yang ingin ku tanyakan padanya. Aku harus memastikannya. Dalam dunia profesional, komunikasi dan konfirmasi itu penting.
"Ngomong-ngomong, photobook Masato-kun itu dijual berapa?"
"Tidak ada hal seperti itu."
"Sialan, kenapa cuma aku yang harus lembur gara-gara Bos itu..."
Pada akhirnya, karena suatu alasan, aku adalah satu-satunya di divisi ini yang diperintahkan untuk lembur. Sekarang aku dalam perjalanan pulang.
Aku sudah menyelesaikan semuanya dengan cepat, jadi ini tidak terlalu larut, tapi tetap saja itu menyia-nyiakan tenagaku.
"Hari ini, aku akan pulang cepat, main game, lalu tidur..."
Aku melihat jam di pergelangan tangan. Sekarang jam menunjukkan pukul 7 malam.
Meski musim panas semakin dekat, pukul 7 malam sudah cukup gelap.
Tapi, area di depan stasiun masih terang benderang karena lampu jalan dan lampu-lampu dari gedung-gedung di sekitarnya.
(Sebenarnya aku tadi ingin membeli toner dan pelembap...)
Sampai di dekat stasiun, aku ingat kalo persediaan kosmetik-ku hampir habis. Untungnya, ada apotek besar di depan stasiun, jadi aku akan membelinya di sana.
Aku menutup Hp-ku dan mengangkat kepalaku.
Dan saat itulah...
"Eh?"
Di depan apotik...
Banyak orang bergegas menuju stasiun dalam kerumunan itu.
Seorang anak laki-laki menyerahkan sapu tangan pada seorang gadis yang memakai masker.
Kalo hanya melihatnya sepintas, mungkin mereka terlihat seperti sepasang kekasih.
Tapi, anak laki-laki itu memakai seragam yang sudah sangat familiar bagiku.
Meskipun gaya rambutnya berbeda dari biasanya, mataku yang mengenalnya dengan baik tidak bisa tertipu.
"Masato-kun...?"
Aku bergumam pelan.
Tentu saja, suaraku terlalu pelan untuk terdengar olehnya. Di tengah kebisingan depan stasiun, suaraku dengan mudah tenggelam.
Tapi, aku tetap saja terpaku, mulutku terbuka tanpa bisa tertutup lagi. Aku tidak mengenali gadis itu.
Gadis itu terlihat seperti sedang menangis.
Rasanya seolah aku tiba-tiba terjebak dalam sebuah cerita.
Suara dan orang-orang di sekitarku menghilang, hanya menyisakan bayangan yang jelas tentang mereka berdua.
Seperti...
Adegan ketika sang pangeran dan putri bertemu. Ketika kebaikan sang pangeran menyentuh putri, hatinya yang beku mulai mencair.
‘Lalu, bagaimana denganku?’
Emosi gelap mulai mengamuk.
Siapa aku yang hanya berdiri di luar, menonton pertemuan ini?
Apa aku hanya seorang tokoh figuran yang melihat sang protagonis bertemu dengan pemeran utama wanita, hanya untuk merasa iri?
Apa aku hanya karakter pendukung yang jatuh cinta sepihak pada protagonis, lalu dianggap mengganggu oleh para pembaca?
—Tidak.
Tidak, tidak, tidak, tidak, tidak!
Aku. Aku. Aku! Aku yang seharusnya bersama Masato-kun—!
"...Ugh."
Perutku terasa mual, membuatku merunduk dan menopang tubuhku dengan tangan di lutut.
Belakangan ini, aku terus-menerus dihantui oleh perasaan kotor seperti ini.
Tapi, aku tidak mau menyerah. Aku menggenggam erat area di sekitar jantungku yang berdebar tak terkendali, lalu menatap gadis itu yang tampak terpaku.
Dia memakai masker.
Wajahnya penuh air mata... Rambutnya kusut, dan pakaiannya juga tampak kotor seolah dia jatuh dan merangkak.
Jujur, dalam keadaan seperti itu, sulit untuk menganggapnya cantik.
(Dengan gadis seperti ini, aku pasti bisa—!)
"....Ugh, keho keho...!"
Pikiran kalo aku juga bisa memenangkan hatinya muncul bersamaan dengan rasa mual karena menyadari betapa busuknya diriku.
Betapa hinanya diriku. Aku ini benar-benar menjijikkan.
Aku hanya seorang tokoh figuran yang iri pada pemeran utama wanita.
Posisi itu benar-benar pantas untuk diriku yang busuk ini.
Dengan kaki yang gemetar, aku memaksakan diriku untuk berjalan dan mengikuti Masato-kun.
Soal pekerjaan besok, atau belanja yang harus dilakukan, semua itu tidak lagi penting bagiku.
Saat tiba di bar dan memasuki bagian resepsionis, seorang pelayan yang belum pernah kulihat sebelumnya menyambutku.
"Selamat datang, Ojou-sama. Apakah ini kunjungan pertama Anda?"
"Tidak..."
"Oh, baik! Apakah Anda memiliki permintaan khusus?"
".....Masato-kun."
"Ah! Anda pasti Ojou-sama yang sering meminta Masato, kan?"
Ah, hanya dengan itu...
Hanya dengan itu, hatiku yang remuk kembali tenang. Hati yang kering ini terisi oleh kebahagiaan yang kelam.
Di tempat ini, hanya aku yang menjadi pelanggan khusus Masato-kun. Memikirkan hal itu membuat dadaku bergemuruh dengan kegirangan.
"Ya, benar."
"Anda sangat beruntung! Masato sebenarnya tidak dijadwalkan untuk bekerja hari ini, tapi kebetulan dia masuk. Akan butuh sedikit waktu, jadi mohon tunggu sebentar. Saya akan mengantarkan Anda ke tempat duduk."
Tentu saja itu bukan kebetulan.
Tapi, aku tetap diam, aku tahu kalo aku mengatakannya itu hanya akan membuatku dicurigai. Aku mengikutinya dengan tenang. Setelah sampai di tempat duduk, gelas untuk minuman diletakkan di depanku.
Aku datang kemari secara impulsif, tapi apa yang harus kukatakan?
Siapa gadis yang tadi bersama Masato-kun?
Tidak, kalau aku menanyakan itu secara langsung, dia pasti akan tahu kalo aku mengawasi mereka.
Apa dia sudah punya pacar?
...Pada dasarnya, karena sifat bar ini, meskipun dia ada, mungkin akan dikatakan kalo dia tidak ada. Tapi, kalo Masato-kun mengatakan dia ada, aku tidak tahu apa yang akan kulakukan. Lebih baik aku berhenti.
[TL\n: maksudnya biarpun Masata udah punya pacar tapi karena di kerja di bar'boy di harus bohong kalo dia gak punya pacar.]
Aku duduk tanpa bisa memutuskan apa-apa, sampai akhirnya dia datang.
Gaya rambutnya yang disisir ke belakang sangat cocok dengannya.
Kesederhanaannya dipadukan dengan kesan tegas dari gaya rambut itu menciptakan sebuah kontras yang membuatku terkejut.
"Sera-san, selamat malam. Senang melihat Anda datang lagi."
"...Iya."
Ternyata memang dia yang kulihat tadi. Meski kupikir ada kemungkinan satu banding jutaan kalo aku salah lihat, nyatanya aku tidak salah.
Tidak mungkin aku salah mengenali Masato-kun.
"Tapi aku terkejut. Sera-san kau bilang kalo kau hanya datang hari Jumat."
"....Dari luar, aku melihat kau masuk ke sini..."
"Ah, begitu ya! Aku baru saja membeli sesuatu. Aku tidak punya rencana untuk melayani pelanggan hari ini, jadi aku mengenakan seragam belakang layar. Sebenarnya agak memalukan juga sih..."
Setengah bohong. Aku sudah melihatnya sejak lama.
Sejak saat dia bersikap lembut pada seorang gadis...
Emosi gelap muncul kembali.
Hanya berbelanja? Bukan, kan? Kamu melakukan sesuatu dengan seorang gadis, kan? Siapa gadis itu?
Kenapa kamu tidak memberitahuku?
Perasaan panas seperti mendidih mulai muncul di dalam diriku.
Diriku yang jelek, tidak bisa lagi menahannya.
"....Tidak apa-apa. Di sini, kau bisa bicara tanpa menyembunyikan apa pun. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Sera-san...tapi aku suka mendengarkan cerita mu, seperti biasanya."
"......"
Emosinya yang membara diredakan oleh kebaikannya.
Dan pada saat yang sama—fakta kalo aku sudah menjadi penguntitnya menghancurkan emosiku. Pada orang yang begitu baik, aku merasa cemburu yang buruk, sampai-sampai menjadi seorang penguntit.
Aku benar-benar menyadari betapa rendahnya diriku.
"Maafkan... aku..."
Aku, sepertinya tidak pernah dalam emosional yang tidak stabil seperti ini.
Aku tidak bisa menahan air mata.
"Maaf...sungguh, maaf...! Aku...!"
Aku telah menguntitmu.
Aku juga melihat apa yang terjadi hari ini.
Aku tidak bisa mengatakannya.
Karena kalo kau membenciku, aku akan mati.
Aku tidak bisa mengatakannya.
Tanganmu mengusap punggungku.
"Tidak apa-apa. Aku tidak tahu apa yang terjadi...tapi aku yakin Sera-san tidak salah. Kau orang yang baik, Sera-san."
Bersamaan dengan itu, perasaanku meledak.
Penyesalan karena melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kulakukan, dan perasaan cinta yang tidak tertahankan, bercampur dan meledak.
Aku membebankan berat badanku padanya.
Biarkan aku manja sejenak.
"Tidak apa-apa, Sera-san. Aku tahu kau orang yang baik."
"...Maaf...! Aku...wanita terburuk...!"
Ah. Sangat terburuk.
Sungguh sangat terburuk.
Karena sekarang.
Dalam pikiranku muncul satu jawaban.
Sebuah jawaban egois yang tidak bisa diselamatkan.
Semua ini salah Masato-kun...
Kau yang membuatku jatuh cinta dan merusak semuanya.
Ah, aku merasa jijik.
Aku menyalahkan Masato-kun dengan cara yang egois.
Aku merangkulnya dari belakang.
Menariknya, menahannya.
Pikiranku bergetar manis.
Yang ada dalam diriku sekarang hanyalah keinginan untuk menguasai Masato-kun dan menjadikanmu milikku.
Dengan kuat, aku memeluknya. Ya, aku harus minta maaf sebelumnya.
Maaf, Masato-kun.
──Aku pasti tidak akan melepaskanmu.
Aku penasaran dengan link yang Yuka kirimkan haha
BalasHapus