PIKIRAN YANG CEPAT (BELUM TENTU KE ARAH YANG BENAR)
──● KLUB BASKET JC MENYERANG ●○●
Hari ini hari Jumat.
Hari yang paling aku tunggu-tunggu dalam seminggu belakangan ini.
Sudah 2 bulan sejak kehidupan SMP-ku dimulai, tapi ada hal yang lebih aku nantikan daripada sekolah.
(Aku harap aku bisa banyak bermain basket dengan Nii-san hari ini♪)
Benar. Waktu bermain basket dengan Nii-san di taman.
Minggu lalu ada banyak hal yang terjadi, jadi aku tidak bisa banyak bermain basket... tapi hari ini aku pasti akan banyak bermain.
Sekarang waktunya istirahat makan siang. Bersama anak-anak klub basket, kami sedang membersihkan bola basket dengan kain lap.
Hari ini klub libur, tapi kami para siswa kelas 1 diberi tugas dari para senpai untuk membersihkan bola.
Aku sih tidak merasa keberatan dengan hal kecil seperti ini, tapi banyak teman sekelasku yang mengeluh.
Tapi bagiku, setelah jam pelajaran kelima nanti selesai, aku bisa pergi ke taman! Jadi, ini tidak masalah sama sekali!
"Hei, Yuka."
"Hmm?"
Rika-chan, yang duduk di sebelah dan ikut membersihkan bola, menyapaku dengan nada bosan.
"Akhir-akhir ini setiap hari Jumat kau pergi ke mana sih?"
"Uh... umm..."
Entah kenapa belakangan ini aku sering ditanyain tentang hal ini. Kemarin juga aku ditanya hal yang sama.
Kenapa ya? Apa mereka sadar kalo aku terlalu bersemangat?
"Heh, jujur aja deh... pasti kau ketemu dengan laki-laki, kan?"
"Bu-bukan, bukan begitu!"
"Ah, kau panik! Berarti bener kau ketemu dengan laki-laki!"
"Eh!? Apa!? Yuka punya pacar!?"
"Guys, katanya Yuka punya pacar!"
"Bukan begitu!"
Ah───tolong berhenti tiba-tiba seperti ini!
Wajahku memerah. Hubunganku dengan Nii-san tidak seperti itu... Kami hanya belajar main basket dengan cara yang sehat, sangat sehat.
"Belakangan ini aku merasa ada yang aneh! Setiap Jumat kau buru-buru langsung pulang."
"Kalo Yuka punya pacar, yah itu masuk akal sih... Yuka kan kelihatannya pendiam, tapi ternyata dia diam-diam sudah punya pacar."
"Hei, berhenti! Bukan begitu!"
Pacar, ya pacar...
Kalo, kalo saja aku bisa berpacaran dengan Nii-san... betapa bahagianya aku. Hanya memikirkannya saja sudah membuat jantungku berdebar-debar.
"Ah, kau senyum-senyum sendiri! Pasti itu laki-laki! Wah, ini tidak bisa dibiarkan! Ayo kita ikuti Yuka hari ini!"
"Setuju, setuju! Aku juga penasaran pacarnya itu kaya apa!"
"Ja-jangan! Itu tidak boleh! Sama sekali tidak boleh!"
Nii-san itu keren. Bukan cuma keren, dia terlalu keren.
Mungkin kalo mereka semua ikut, mereka juga aoan menganggap Nii-san keren, dan aku tidak akan kaget kalo ada yang mulai datang juga. Dan karena Nii-san baik hati, dia pasti akan ngajarin mereka juga, walaupun jumlahnya makin banyak...
"Apa? Kedengarannya cerita yang menyenangkan? Boleh kami ikut gabung."
Suasana langsung beku.
Dengan ragu, aku menoleh ke belakang, dan di pintu gudang olahraga, dua kakak kelas dari tahun kedua berdiri. Kalo dilihat lagi, ada juga senpai laki-laki dari klub basket yang dikatakan keren, berdiri di belakang mereka.
"Kami ikut ya!"
"I-iya, terima kasih, Kak."
"Iya, iya, terima kasih. Jadi? Yuka punya pacar?"
"...!...Tidak, itu hanya salah paham."
Mereka berdua adalah kakak kelas yang bertugas sebagai pembimbing siswa tahun pertama, dan jujur saja, aku kurang suka dengan mereka.
Mereka menakutkan, selalu tampak mengintimidasi.
"Hmm... ya, bisa jadi. Lagipula, laki-laki itu pasti jelek juga."
"...!"
Nii-san bukan orang yang jelek──! Aku tidak bisa membiarkan siapapun merendahkan Nii-san.
Aku ingin membalas, tapi... Rika-chan yang ada di belakang menarik lengan seragamku agar aku tidak terlihat.
Sepertinya dia ingin memberitahuku untuk tenang.
"Sudah selesai bersih-bersih bolanya?"
"Hampir selesai."
"Begitu. Besok saat latihan mulai, aku akan memeriksanya. Kalo masih kotor, aku tidak meemafakan kalian. Oh iya, Yuka."
Namaku dipanggil, dan mataku bertemu dengan tatapan senpai. Dia berjalan mendekat dengan cepat, lalu menatapku dengan pandangan mengintimidasi.
Dia berbisik di dekat telingaku, suaranya pelan tapi tajam.
"──Jangan terlalu besar kepala hanya karena kau jadi starter di pertandingan uji coba."
"......"
"Ya, kami mau pulang dulu. ──Maaf ya, Kenji, membuatmu menunggu. Ayo, kita pergi?"
Kedua senpai itu pergi sambil membawa senpai laki-laki yang mereka ajak bicara.
Aku mencoba menelan rasa marah yang bergemuruh di dalam diriku... lalu menghela napas panjang.
"Yuka, apa kau tidak apa-apa?"
"Benar-benar menjengkelkan, ya. Meru-senpai itu."
"Apa-apaan sih dia. Membawa pacarnya cuma untuk pamer. itu benar-benar menyeramkan..."
Sejak aku jadi starter... semenjak aku bisa ikut bertanding, Meru-senpai jadi sering menggangguku tanpa alasan yang jelas.
Mungkin dia kesal karena dia bukan starter, dan aku, siswa kelas 1, yang terpilih.
Tapi tetap saja...
(Mereka merendahkan Nii-san...!)
Aku tidak masalah kalo mereka bilang apa pun tentangku.
Tapi, aku tidak bisa menerima mereka menghina Nii-san.
Saat sekolah berakhir.
Meski ada kejadian tidak menyenangkan saat istirahat makan siang, antusiasmeku untuk bertemu Nii-san sama sekali tidak berkurang.
Aku segera pulang ke rumah dan bersiap untuk pergi ke taman. Aku juga harus mengembalikan handuk yang kupinjam dari Nii-san... Handuk itu kumasukkan ke dalam tas.
Meskipun sudah dicuci di rumahku, ternyata wangi khas Nii-san masih samar-samar tercium...
Nii-san... memang luar biasa.
Sebagai penutup, aku menempelkan handuk itu ke wajahku sebentar saja... sebentar saja...
(Fuwaa...)
T-tidak boleh. Ini bisa membuatku meleleh.
Kalo saja aku melakukan hal-hal aneh sebelum handuk ini dicuci, aku tidak bisa menyalahkan siapa pun kecuali diriku sendiri. Ya, pasti begitu.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
"Uwaa!? Ibu, jangan masuk tiba-tiba!"
"Kan kau yang minta dibuatin botol minum..."
Saat aku sedang terhanyut dalam aroma Nii-san, tiba-tiba ibuku masuk ke kamar. Ah, hampir saja aku ketahuan. Kalo aku sampai terlihat dalam kondisi seperti tadi, itu pasti akan sangat memalukan.
"Kalo begitu aku pergi!!"
"Eh, tunggu sebentar, Yuka~!"
Tanpa mendengarkan teriakan ibuku, aku segera bergegas keluar.
Nii-san sudah menunggu! Sungguh, aku sangat tidak sabar!
"Dia lihat ramalan cuaca atau tidak, ya..."
"Onii-san, hari ini aku pasti akan merebut tempat ini darimu!"
"Oh, akhirnya kau datang juga, Yuka-chan."
Sudah lewat pukul 3 sore.
Seperti dugaanku, Nii-san sudah tiba lebih dulu dan sedang melakukan pemanasan. Pakaian Nii-san hari ini juga terlihat luar biasa. Dia mengenakan kaus putih dengan kemeja denim biru di atasnya.
Hari ini udaranya agak sejuk, dan penampilan yang sederhana ini sangat cocok untuknya, itu memberikan kesan segar.
Celana longgar yang dikenakannya juga pas sekali dengan tinggi badannya. Benar-benar keren... Ngomong-ngomong, Yuka-chan, kah. Aku sebenarnya lebih senang jika dia memanggilku tanpa embel-embel, itu terdengar kalo kami lebih dekat, tapi...
Apa aku terlalu egois?
Aku berusaha mengumpulkan sedikit keberanian.
"A-anu! Karena kita ini lawan, jadi... tidak perlu belas kasihan. Dan... panggil saja aku Yuka."
Bagaimana? Mungkin terdengar agak formal, tapi itu masih bisa diterima, kan?
Aku melirik ekspresi Nii-san dengan hati-hati.
"Haha... ahahaha! Benar juga, Yuka! Baiklah, hari ini tempat ini akan jadi milikku lagi!"
──Yes! Aku sangat senang! Senyum Nii-san begitu cerah! Keren sekali! Aku sangat menyukainya!
Aku hampir saja ingin melompat kegirangan.
"Baiklah, ayo kita mulai..."
"Eits, tunggu dulu."
"Hah?"
Ketika aku hendak mengeluarkan bola dari ranselku dan mulai bermain, Nii-san tiba-tiba menghalangi.
"Apa kau sudah lupa kejadian minggu lalu? Pemanasan dulu! Kalo kaua tidak melakukan pemanasan, tidak ada pertandingan hari ini."
"...! I-iya, benar!"
Gaya Nii-san yang membuat tanda silang dengan tangannya juga terlihat keren... dan imut... Ah, buoan! Aku memang harus melakukan pemanasan dengan benar.
Aku mulai melakukan peregangan otot dan pemanasan yang serius. Sementara itu, Nii-san terus melakukan shooting ke arah ring. Gerakannya begitu lembut, dengan sentuhan bola yang halus.
Bentuk shooting-nya sangat indah... Sampai aku terpesona melihatnya.
Melihat wajahnya yang keren dari samping, aku teringat bagaimana senpai mengejekku saat istirahat makan siang tadi, dan rasa kesal muncul lagi.
Tapi tidak apa-apa. Senpai itu tidak tahu kalo aku sedang bermain basket dengan seseorang yang begitu luar biasa seperti Nii-san. Jadi, biarkan saja aku menikmati momen ini.
"Hyaat!"
"Oh...! Serius?"
Aku berhasil membawa bola ke dekat ring, lalu melakukan gerakan tipu dengan pivot dan berputar, menghindari blok Nii-san, dan melepaskan tembakan. Bola masuk dengan sempurna ke dalam ring.
"...Yes!"
"Wah, aku benar-benar tidak menyangka itu... padahal aku sungguh-sungguh ingin menghentikanmu..."
Bermain basket dengan Nii-san selalu menyenangkan. Tentu saja, terkadang hatiku berdebar melihat betapa kerennya dia, tapi yang terpenting, aku sungguh menyukai basket ini.
Nii-san, meskipun lebih tinggi dariku dan mungkin sedikit menyesuaikan tenaganya, selalu bermain dengan porsi yang pas. Aku bisa mencetak poin dengan susah payah, tapi itu juga karena dia benar-benar memberikan tantangan yang tepat.
"Kau semakin jago, Yuka... Suatu saat, tempat ini mungkin benar-benar akan jadi milikmu."
"Ya! Aku pasti akan merebutnya!"
Jujur saja, aku tidak benar-benar berniat merebut tempat ini. Aku hanya berharap waktu seperti ini bisa terus berlanjut selamanya.
"Baiklah, sekarang giliran ku untuk menyerang."
"Silakan! Aku siap!"
Aku menyerahkan bola kepadanya, dan bersiap mengambil posisi bertahan.
──Tiba-tiba.
Tetesan air dingin jatuh di kepalaku.
Hah?
"Apa?"
Nii-san juga mendongak ke atas.
Kami berdua terlalu fokus pada basket, sampai tidak menyadari kalo langit telah menjadi gelap. Tetesan itu tiba-tiba berubah menjadi hujan deras, seolah-olah seseorang menumpahkan seember air dari langit.
"Whoa!?"
"Kyaa─!?"
Kami segera mencari tempat berlindung.
Aku dengan cepat memasukkan bola ke dalam ranselku dan mengangkatnya di atas kepala sebagai pengganti payung sementara.
Ah, kalo aku tahu akan hujan, aku pasti aoan membawa payung lipat!
"Yuka! Ke sana!"
"Iya!"
Nii-san menunjuk ke sebuah tempat berlindung yang atapnya cukup lebar. Kami kemudian berlari ke sana bersama-sama.
"Fiuhh! Siapa sangka hujannya bisa sederas ini."
"Haa...haa...benar sekali."
Meskipun kami berhasil berlindung, tqpi kami sudah basah kuyup dari ujung kepala sampai kaki. Kaus kakiku basah, dan rasanya sangat tidak nyaman di dalam sepatu.
"Handuk, handuk... Yuka, apa kau baik-baik saja? Apa kau membawa handuk?"
"Ah, iya, aku bawa."
Tapi, aku tiba-tiba terdiam.
Hari ini, selain membawa handuk milikku sendiri, aku juga membawa handuk yang ku pinjam dari Nii-san. Itu tidak masalah.
Yang lebih membuatku gugup adalah...
(N-n-n-n-Nii-san! B-b-baju kausnya basah... dan transparan...)
Sama seperti ku, Nii-san juga basah kuyup. Dan... di balik kaus putihnya yang basah, kulitnya terlihat samar-samar.
Ini terlalu... menggoda. Tunggu, apa ini yang disebut 'momen sebelum sesuatu terjadi'?
"Yah, sepertinya kita tidak bisa melanjutkan permainan kita dalam kondisi seperti ini."
"......"
"Yuka?"
Ah, aku tidak bisa memikirkannya.
Aku tidak bisa memikirkan apa pun!
Tunggu, napas mulai tidak teratur.
Ini buruk. Kalo sampai Nii-san tahu kalo aku melihat Nii-san secara seksuals eperti ini...!
'Eh... menjijikan. Jangan pernah datang ke depanku lagi.'
(A-Aku akan mati jika kamu mengatakan itu...!)
Hidupku akan berakhir. Kalo sampai Nii-san mengatakan itu padaku.
Aku pasti, pasti tidak boleh melihatnya.
Ada godaan. Tapi godaan seperti ini...!
"....? Kenapa? Yuka. Apa kau merasa tidak enak badan?"
"....!!"
Ta, ta, ta, ta
Telapak tangan Nii-san yang besar dan lembut menyentuh dahiku!
Jaraknya dekat!! Nii-san yang seksi karena basah terkena hujan ada di dekatku!
Hentikan! Jantungku! Jantungku akan meledak!
"Hm, kau tidak sepertinya demam... tapi, kau pasti kedinginan... ah, itu dia."
Nii-san yang seolah teringat sesuatu dia mulai mengambil sesuatu dari tasnya.
"Ini, pakailah. Meskipun ini lengan pendek jadi mungkin tidak banyak membantu. Tapi itu pasti lebih baik."
"Eh..."
Kainnya terjatuh di bahuku.
Kemeja denim lengan pendek milik Nii-san.
Itu adalah pakaian yang Nii-san pakai saat datang. Memang benar dia menyimpannya setelah mulai bermain basket...
"Maaf ya. Hanya ini yang bisa aku berikan... oyo kita tunggu sampai hujan sedikit reda."
"...Hai..."
Jantungku terus berdetak. Di sampingku ada Nii-san yang sangat seksi, dan tubuhku terbungkus oleh pakaian Nii-san.
Rasanya seluruh diriku semakin... semakin terwarnai oleh Nii-san.
"Ah, Yuka, maaf, bisa tolong lihat ke sana sebentar?"
"Eh...?"
"Sepertinya ini agak berbahaya... tapi jika tidak ada yang melihat, seharusnya tidak masalah, kan? Mungkin. Baiklah."
A-apa itu?
Jadi, aku melakukan apa yang Nii-san katakan, dan aku menoleh ke arah yang bukan di tempat Nii-san.
Memang aku masih merasa berdebar, tapi...
Kemudian, terdengar suara kain yang berdesir.
Diikuti oleh suara sesuatu yang diperas.
Selanjutnya, suara tetesan air.
...Eh?
"Wah, sebanyak ini air yang terserap... hanya dengan diperas sekali sudah sebanyak ini... hmm, aku rasa aku punya kaos pengganti..."
Eh?
M-mungkinkah, Nii-san...
Apa dia melepas bajunya?
"Eh, sepertinya di sekitar sini..."
Duk-dok, duk-dok, duk-dok.
Detak jantungku bergetar keras seperti kembang api musim panas.
Tunggu, kalo aku menoleh sekarang, apa, aku bertanya-tanya apa aku bisa melihat Nii-san yang telanjang?
Eh, eh, eh.
Bisakah aku melihatnya? Boleh kan?
Karena, lihat. Ini tidak bisa dihindari! Ini adalah keadaan darurat!
Tidak ada wanita yang tidak mau melihat tubuh telanjang laki-laki!
Kulit Nii-san. Kulit yang hidup.
Dengan perlahan, aku menoleh.
Dia menghadap ke arah tas-nya, jadi dia tidak melihat ke sini.
Punggungnya muncul di pandanganku.
Punggung yang indah, berwarna kulit, dan kencang...
Aroma Nii-san.
Kulit Nii-san.
"Hah... hah...!"
Aroma Nii-san.
Kepalaku berputar.
Boleh kan? Boleh, aku menciumnya sekarang!
Kalo aku tiba-tiba memeluknya dari belakang dan menggesekkan pipiku, tidak ada yang akan marah kan?
Kalo aku menjilatinya, tidak ada yang akan protes kan?
Karena sampai sekarang tidak ada yang melihat kan? Tidak apa-apa untuk melakukan semuanya sampai akhir kan?
"Oh, ketemu! Syukurlah, aku sudah menyiapkan pakaian ganti... eh, Yuka!?"
Ah... kesadaranku...
Maafkan aku yang pengecut ini. Aku ingin menikmati kulit Nii-san hingga akhir...
Dengan pemandangan nii-san yang mengenakan baju baru sambil menggelengkan bahunya, kesadaranku kembali menghilang.
───● TEMAN JD INGIN BERPEGANGAN TANGAN ●○●
Aku akan pergi berkencan dengan Masato. Hari yang luar biasa dan indah ini, cuacanya juga cerah.
Matahari pasti merayakan kencanku dengan Masato! Aku menunggu di pusat perbelanjaan yang telah kutentukan di stasiun agar mudah ditemukan, dan memeriksa penampilanku di kaca jendela.
"Rambut sudah rapi...pakaianku juga tidak aneh, kan?"
Aku sudah mempersiapkan segalanya dengan sempurna untuk menjadi diriku yang paling cantik. Seharusnya tidak ada masalah...!
Akhirnya aku bisa berkencan dengan Masato, aku harus menunjukkan diriku dengan baik hari ini.
"Aha, Koumi kau datang lebih cepat ya."
"Hah!?"
Aku terkejut ketika suara tiba-tiba terdengar dari belakangku. Padahal waktu berkumpul masih 15 menit lagi!
"Maaf sudah mengagetkanmu?"
"Ya, sedikit? Masato sendiri juga datang pebih cepat, kan? Padah masih ada 15 menit lagi..."
"Karena aku bangun lebih awal, jadi aku datang lebih awal."
Masato tersenyum sambil berkata begitu. Senyumnya yang menawan hari ini juga membuatku terpesona... Penampilannya dengan topi begitu segar dan sangat cocok untuknya. Saat aku terpesona melihat Masato, dia menatapku dan berkata,
"Koumi, aku selalu berpikir kalo kau memiliki banyak pakaian yang benar-benar imut."
"Benarkah? Aku merasa begitu."
Tanpa sadar, aku tersenyum. Fakta kalo dia selalu memperhatikanku membuat hatiku bergetar. Masato memang sempurna di segala hal...
"Untuk hari ini kita akan menonton film, kan?"
"Yap, benar! Pertama, bagaimana kalo kita makan siang ringan dulu?"
Kencan hari ini adalah oencan menonton film. Ada film romantis yang direkomendasikan seorang teman padaku, jadi aku memilih itu. Mungkin setelah menonton film romantis, Masato akan lebih memperhatikanku...!
Aku mulai berjalan di samping Masato, menekan kegembiraan ku.
Setelah menyelesaikan makan siang ringan di kafe, kami tiba di bioskop. Mungkin karena waktunya, bioskop tidak terlalu ramai, dan kursi kosong lebih terlihat di dalam teater. Aku sudah memesan kursi di tengah yang mudah dilihat, jadi meskipun agak ramai, itu tidak masalah!
"Tidak terduga ternyata ini lebih sepi ya!"
Masato berbisik saat kami duduk. Jarak kami yang dekat membuatku terkejut.
"Mungkin karena masih sore?"
Mau tak mau aku mengalihkan pandanganku dan meminum teh yang ada di dalam wadah plastik sambil berusaha mengalihkan perhatian.
Semua baik-baik saja, kan? Setelah makan siang, aku sudah memeriksa penampilanku lagi... Aku juga sudah menggunakan permen penyegar nafas...
Di sekitar, orang-orang tidak terlalu banyak. Tentu saja tidak sepenuhnya kosong, tapi setidaknya tidak ada siapa-siapa di belakang kami.
Dalam suasana yang gelap dan hampir sepi ini, hanya ada kami berdua... Memikirkan hal itu membuatku merasa gugup meskipun hanya menonton film.
Sambil melirik cuplikan iklan yang mulai diputar di dalam teater, aku sesekali mencuri pandang ke samping untuk melihat wajah Masato.
Isi filmnya terbilang standar. Ceritanya telah mencapai puncaknya, di mana protagonis dan heroin saling bergandengan tangan dan pulang melalui jalan yang disinari senja. Bahkan aku bisa merasakan getaran momen itu.
Ketika aku melirik ke samping, Masato tampak serius menatap layar. Dia duduk di sebelahku, dan kalo aku sedikit menunduk, aku bisa melihat tangannya di sandaran tangan kursi. Kali aku meletakkan tanganku di sana, aku bisa menggenggam tangan Masato...
Sekarang, apakah dia akan mengizinkanku? Kalo aku meletakkan tanganku di tempat yang sama dan menggenggamnya, apa dia akan mengizinkanku? Dalam suasana film yang menggugah semangat ini, mungkin dia akan mengizinkannya.
Dengan hati-hati, aku berusaha menggerakkan tanganku...tapi aku malah mengurungkan niatku.
Bagaimana kalo dia menolak? Bagaimana jika tanganku diangkat kembali? Jika itu terjadi, aku mungkin tidak bisa berdiri dari kursiku karena syok...
Takut... Tapi, aku ingin meraih tangannya. Aku ingin merasakan suhu tubuh Masato.
...Dengan lembut, aku menempatkan jari kelingkingku di dekatnya.
Jari kelingkingku nyaris menyentuh punggung tangan Masato. Detak jantungku berdebar kencang. Suara film di layar pun menjadi samar karena wajahku memerah.
Tangan itu tetap diam...hingga film berakhir, aku bisa merasakan sedikit kehangatan tubuh Masato.
Setelah film berakhir, aku berjalan di jalan yang disinari sinar matahari sore bersama Masato.
"Wah, itu sangat menyenangkan! Aku mengira itu film romansa yang cukup ringan, tapi ceritanya benar-benar terencana dengan baik. Di akhir, aku bahkan menangis."
"Iya, benar! Kalo Masato menikmatinya, aku juga senang!"
Sebenarnya, saat bagian terakhir film, aku tidak bisa fokus sama sekali... Tapi melihat Masato berbinar saat memberikan pendapatnya membuatku merasa bahagia. Itulah yang membuat Masato istimewa.
"Aku bisa melihat dunia baru lagi. Kalo ada film menarik lainnya, beri tahu aku, ya!"
Masato berkata begitu sambil tersenyum. Memilih film romansa adalah strategiku agar dia sedikit lebih memperhatikanku. Tapi mendengar hal seperti itu, rasanya aku tidak bisa menolak.
"Tentu! Kalo kau mau, aku bisa memberitahumu sebanyak mungkin! Ayo kita tonton berbagai film bersama ke depannya!"
Setelah memberikan senyuman terbaikku, aku menatap ke depan.
Adegan senja di film. Persis seperti sekarang, saat matahari terbenam di jalan yang dipenuhi pepohonan. Protagonis dan heroin berjalan bergandeng tangan.
Aku menatap telapak tangan Masato yang berjalan di sampingku.
Saat ini, aku belum punya keberanian untuk meraih tangannya.
Tapi suatu saat, aku ingin bisa berjalan sambil bergandeng tangan dengan Masato, dengan percaya diri.
───● KLUB BASKET JC ADALAH ANAK YANG SELALU BERUSAHA ●○●
Saat musim panas, banyak orang yang mengatakan bahwa bergabung dengan klub dalam ruangan itu enak, terutama bagi mereka yang berada di luar. Tapi, di dalam gym, suhu sangat lembab dan terasa berat, sehingga tidak kalah sulitnya.
Sepertinya, Sensei pernah mengatakan kalo klub dalam ruangan memiliki risiko tinggi terkena heatstroke, setelah maraton.
Kami, anggota klub basket, baru saja menyelesaikan latihan yang panas itu dan kini berada di ruang ganti.
Aroma khas dari deodoran memenuhi ruangan.
Hari ini, latihan selesai lebih awal di pagi hari, tapi aku masih merasa ingin bergerak sedikit lagi.
"Eh, luar biasa sekali, Yuka!"
"Yuka sudah hebat sejak SD, lho!"
"Ahaha... Terima kasih!"
Alasan teman-temanku terlihat sangat senang adalah...rapat yang baru saja berlangsung. Setelah latihan, pelatih memberi tahu bahwa aku akan menjadi starter di pertandingan resmi minggu depan. Meskipun aku pernah bermain sebagai starter di beberapa pertandingan latihan, ini adalah yang pertama kalinya aku menjadi starter di pertandingan resmi.
Nomor punggungku adalah 18, yang merupakan yang termuda di antara siswa kelas satu.
Sebenarnya, aku satu-satunya siswa kelas satu yang mendapatkan nomor punggung.
Aku sangat bersyukur, tapi aku juga merasakan tekanan. Aku harus memberikan hasil yang baik demi teman-teman yang tidak masuk dalam daftar bangku cadangan...
"Aku akan sangat mendukungmu banget!"
"Yuka mungkin jadi guard, kan? Siapa yang akan kau ganti...?"
"Eh, bukankah itu...?"
Saat kami selesai berganti pakaian dan sedang mengobrol, tiba-tiba...
"Tahun pertama. mengepelnya terlalu kurang. Ulangi lagi."
"Eh...?"
Saat membuka pintu, di sana ada 3 senpai dari kelas 2.
"Eh, bukan itu. Apa kau benar-benar sudah mengepelnya? Kalo tim voli yang berlatih sore ini terluka, siapa yang akan bertanggung jawab? Cepat, pergi dan lakukan lagi."
"......"
Aku rasa aku sudah ngepelnya dengan baik.
Kami melakukannya bersama-sama sebagai siswa baru, dan di akhir, aku memeriksa dengan menggesekkan kaki hingga terdengar suara 'kyuk-kyuk'... Tapi, sepertinya itu tidak ada hubungannya.
Ini adalah tindakan mengganggu.
Dengan berat hati, kami meninggalkan barang-barang kami dan menuju ke gym.
Ini bukan hal yang besar. Sabar, sabar.
"Maeda."
"....Ya?"
Sementara yang lain pergi ke gym, hanya aku yang dihentikan.
Aku punya firasat buruk.
"...Sudah kubilang jangan terbawa suasana, kan?"
"...Ya."
"Kau hanya disukai pelatih. Jangan salah paham."
"......"
Karena aku masuk sebagai starter, seorang senpai dari kelas 2 terpaksa menjadi cadangan. Tapi, orang yang terpaksa menjadi cadangan itu tersenyum dan berkata, "Semangat ya!"
Tapi, orang-orang yang bahkan tidak masuk ke bangku cadangan ini justru menggangguku.
"Permisi."
"Ckt"
Klub ini memang sulit. Apa ada yang merasa tidak senang ketika siswa baru bermain dalam pertandingan? Jika aku berada di posisi mereka dan merasa kalah dari siswa baru, aku pasti akan berlatih lebih keras...
Orang-orang itu sepertinya tidak berlatih begitu banyak... Merasakan tatapan tajam di punggungku, aku berlari menuju gym.
Entah kenapa, aku merasa tidak ingin pulang begitu saja, dan tanpa sadar aku telah sampai di taman biasa.
Hari ini, Nii-san tidak akan datang...tapi aku masih merasa ingin berlatih, jadi ini adalah waktu yang tepat.
Syukurlah aku membawa bola outdoor.
Waktu menunjukkan lebih dari pukul 1 siang.
Setelah berlatih selama 1 atau 2 jam, aku akan pulang.
Aku pikir akan ada lebih banyak orang di sini, tapi mungkin karena ini sudah waktu makan siang, lapangan basket di taman justru kosong.
Sungguh beruntung.
Sinarnya yang menyengat sangat menyilaukan.
Aku bisa merasakan bahwa musim panas hampir tiba.
"Ho!"
Dari garis free throw, aku melepaskan shoot.
Suara 'pasa!' yang menyenangkan terdengar saat bola masuk ke ring.
"Hmm, ini terasa pebih baik."
Sejak berlatih di sini dengan Nii-san, aku merasa kemampuanku semakin meningkat.
Jika bukan karena teknik yang diajarkan Nii-san, mungkin aku tidak akan terpilih sebagai starter sekarang.
Sungguh, dia telah mengajarkan banyak hal padaku.
(Aku mungkin akan meniru gerakan Nii-san.)
Aku membayangkan gerakan orang yang kukagumi itu dalam pikiranku.
Gerakan yang telah kulihat berkali-kali dari dekat. Dan...karena aku menyukainya. Gerakan orang yang kucintai itu begitu terukir dalam ingatanku, sehingga aku bisa mengingatnya kapan saja.
Aku mengambil bola dan mulai dribble ringan... Leg through dan crossover. Memotong ke kanan...roll turn.
Dan kemudian berhenti mendadak sebelum melakukan fadeaway.
Ya, inilah gerakannya!
Bola membentur ring dengan suara 'bang!'
Memang, ini adalah trik yang sulit. Terutama pada fadeaway terakhir.
Melakukan shoot sambil melompat ke belakang benar-benar sulit saat aku mencobanya sendiri.
(Nii-san benar-benar hebat...)
Dia bisa melakukan shoot sulit ini dengan mudah.
Aku hampir tidak pernah melihat dia gagal saat berlatih dari jarak ini.
"Baiklah..."
Aku menguatkan diri.
Sekarang, aku akan berhasil melakukan ini dengan baik──
"Ada tempat yang bagus, ya~"
Aku mendengar suara yang familiar.
"Sepertinya aku masih ingin berlatih~"
"Aku juga merasakannya~. Tapi, ada seseorang di sana?"
"Apa itu~? Itu kan seragam dari sekolah kita, kan?"
Suara yang dibuat-buat...
Itu adalah senpai dari kelas 2 yang tadi melakukan tindakan mengganggu. Jika dilihat lebih dekat, ada 1 senpai laki-laki dari tim basket di belakang mereka.
Seingatku, itu adalah pacar Ayako-senpai, yang digantikan posisinya olehku. Katanya dia adalah yang paling populer di kelas 2 di tim basket laki-laki, tapi dibandingkan dengan Nii-san, aku sudah terbiasa melihatnya...
Tapi, kalo dibandingkan dengan Nii-san, itu memang sangat disayangkan.
Dalam tingkat sebayaku, sebenarnya dia cukup tampan.
Dia terlihat sedikit tidak nyaman, tapi karena dia mengikuti mereka, mungkin dia menganggap keberadaanku sebagai penghalang.
"...Selamat sore."
"Oh, itu Maeda! Wah~ ternyata kau berlatih di sini, ya~"
"Kami juga ingin berlatih, jadi pinjam tempat ini, ya."
...Ini sangat buruk.
Tapi, aku tidak punya pilihan lain. Sepertinya lebih baik untuk mundur dengan tenang. Menyerah itu lebih baik, seperti yang dibilang seseorang.
"Ya. Silakan. Aku juga akan pulang. Terima kasih atas kerja kerasnya."
Dengan bola di tangan, aku berlari menuju pintu keluar lapangan.
Tapi.
Lenganku ditangkap secara paksa.
"Eh, kenapa kau begitu? Ayo kita latihan bersama."
"....."
Setidaknya, suaranya tidak terdengar seperti ajakan untuk latihan...
Aku punya firasat buruk. Tapi, suasana saat ini sepertinya tidak memungkinkan ku untuk pulang...
"....Ya."
Sepertinya, satu-satunya pilihan yang tersisa bagiku adalah bersiap-siap.
★★★
Aku terbangun karena notifikasi di Hp-ku. Belakangan ini, aku merasa semakin sering mengalami pagi seperti ini.
"Ugh..."
Aku teringat betapa seringnya karakter utama perempuan dari game yang pernah aku mainkan mengeluarkan suara imut seperti itu.
Sambil menyadari bahwa suaraku hanya terdengar seperti keluhan biasa.
"Jam berapa ini...?"
Aku melihat Hp-ku.
Di layar kunci, tertulis pukul 10:28. Sepertinya, meskipun hari Minggu, aku sudah tidur sampai siang.
Tapi mau bagaimana lagi. Kemarin, aku diajak Yusuke-san (yang laki-laki) untuk makan ramen tengah malam, yang merupakan dosa besar, sehingga aku tidak bisa langsung tidur dan akhirnya baru tertidur sekitar jam 3.
Omong-omong, Yusuke-san terlihat terburu-buru pulang setelah mendapat telepon dari seorang wanita. Wajahnya pucat, tapi apa yang sebenarnya terjadi...? Rasanya itu sangat misterius.
Sambil menggaruk kepalaku, aku menuju kamar mandi untuk menyikat gigi.
Setelah mencuci muka, aku menyikat gigi. Saat itulah aku ingat kalo aku terbangun karena notifikasi, jadi aku membuka Hp-ku yang masih tergeletak di saku.
《Koumi》
"Selamat pagi!!"
"Eh, jadi kita benar-benar akan ke pusat batting kali ini!"
"Aku yakin bisa, lho!!"
...Apa yang sedang kita bicarakan?
Ah, benar! Koumi bilang kalo dia ingin bermain softball atau semacamnya.
Aku juga merasa lebih percaya diri dalam baseball dibandingkan dengan basket, jadi aku sempat berpikir kalo aku mungkin lebih baik—terlalu percaya diri, memang.
Di dunia ini, sepertinya banyak wanita yang lebih baik dalam olahraga. Ya, memang, melihat Yuka, rasanya sulit percaya ada siswi SMP sebaik itu.
Aku rasa ini hanya masalah jumlah. Jika berbicara tentang kekuatan, tidak bisa dipungkiri kalo laki-laki tetap lebih kuat...atau begitulah pikirku.
Tanpa memberi tanda sudah dibaca, aku memutuskan untuk menunda balasan terhadap pesan Koumi. Mungkin setelah sarapan, aku akan membalasnya.
Setelah Yoshiro-san, aku juga sudah bertukar SNS dengan Yuka, jadi belakangan ini notifikasi di Hp-ku cukup aktif. Semua orang sangat perhatian. Seharusnya mereka hanya menghubungiku saat mereka ada perlu.
Aku membuka kulkas untuk mencari sesuatu yang bisa dijadikan sarapan.
Tidak banyak yang ada... Ada ham, jadi aku akan memanggang roti dengan keju dan ham di atasnya.
Sangat sulit bagiku untuk merasa ingin makan di pagi hari.
Tapi, aku khawatir kalo aku hanya makan siang dan malam itu tidak sehat, jadi aku berusaha untuk tetap makan sesuatu.
"Mm~ aku ingin tahu apa yang haru ku lakukan hari ini..."
Pada hari-hari ketika aku tidak memiliki pekerjaan paruh waktu atau kuliah, aku memiliki banyak waktu luang.
Aku sangat bersyukur bisa mendapatkan penghasilan yang lumayan dengan bekerja paruh waktu hanya 2 atau 3 kali seminggu.
Setelah memasukkan bahan-bahan ke dalam roti dan menyiapkan pemanggang, aku teringat lagi dan membuka Hp-ku. Yuka bilang kalo dia akan ada turnamen nanti.
Hari ini pun sudah ada pesan masuk dari pagi, dan mungkin saat ini dia sedang berlatih di klub.
Sungguh orang yang hebat.
...Baiklah, aku sudah memutuskan.
Hari ini aku juga akan pergi bermain basket. Aku perlu bergerak.
Lagipula, kalo aku tidak segera berlatih dengan serius, aku bisa kalah dari Yuka.
Dia adalah teman yang baik. Meskipun aku menang dalam pertandingan, dia pasti tidak akan mengusirku dari taman itu sesuai janji, tapi harga diriku tidak akan membiarkanku kalah dari gadis SMP.
Sambil menggigit roti yang baru dipanggang, aku bersiap-siap untuk pergi bermain basket.
Taman ini cukup ramai karena hari libur.
Meskipun disebut taman, ini bukan tipe taman dengan banyak permainan, melainkan tipe yang memiliki bangku dan kolam untuk menikmati alam, sehingga tidak banyak anak-anak yang berlarian di sekitar.
Dan karena di ujung taman terdapat lapangan basket yang tersembunyi, aku pikir ini adalah tempat yang kurang dikenal.
"Eh... tapi sepertinya sudah ada orang lain di sini."
Hari ini adalah hari libur.
Meskipun ini tempat tersembunyi, sepertinya ada orang lain yang datang karena hari libur. Sambil mendengar suara bola basket memantul di tanah, aku terus melangkah maju.
"Eh...?"
Setelah akhirnya bisa melihat ke dalam lapangan, aku menyadari.
Di antara 4 orang yang sedang bermain basket, salah satunya... dengan rambut hitam pendek yang segar dan jepit rambut biru yang bersinar.
Gadis yang sepertinya mengenakan jersey yang ditentukan oleh sekolah itu... sudah sangat familiar, dia adalah Maeda Yuka.
Dan di sekelilingnya, ada gadis-gadis itu... oh, ternyata ada 1 anak laki-laki juga.
Mereka semua mengenakan jersey yang sama dengan Yuka. Artinya, mereka semua adalah siswa dari sekolah yang sama.
"Jadi Yuka berlatih di sini dengan teman-teman klubnya...dia memang hebat. Nanti aku harus membelainya."
Saat aku melihat Yuka akhir-akhir ini, aku merasakan keinginan untuk melindunginya.
Penampilannya yang imut dan ekspresi serius saat bermain basket memberikan kontras yang bagus. Apa ini yang dirasakan seseorang jika punya adik perempuan?
"....Eh?"
Saat aku berpikir untuk berlatih dribbling di tempat lain yang kosong dan kemudian pulang, aku merasakan ada sesuatu yang aneh dan memperhatikan mereka lebih seksama.
Ekspresi Yuka terlihat cukup menyakitkan.
Mungkin karena dia berlatih di tengah cuaca panas ini... tapi yang aneh adalah reaksi anggota lainnya.
Mereka jelas-jelas tertawa melihat Yuka. Bahkan dengan ekspresi yang mengejek.
...Apakah ini bullying?
Perasaan tidak enak menyebar di kepalaku.
Kalo ini bullying, aku harus menghentikannya. Tapi, kalo aku salah paham dan muncul untuk mengganggu, itu juga akan terlihat seperti ingin mencampuri urusan orang lain.
Akibatnya, aku merasa seharusnya tidak ragu.
Seorang gadis yang berdiri dekat Yuka secara tiba-tiba melayangkan siku ke wajah Yuka.
Yuka terjatuh ke tanah dengan keras. Melihat itu, orang-orang di sekitarnya pun tertawa.
Menyaksikan kejadian itu, aku tidak punya pilihan lain selain masuk ke lapangan.
★★★
Sudah berapa lama waktu berlalu, ya?
30 menit? 1 jam? Jujur saja, aku sudah tidak terlalu merasakan waktu.
"Maeda apa kau sudah kehabisan tenaga? Dengan begitu, apa kau bisa ikut turnamen nanti—!?"
"Haah...! Haah...!"
Di bawah terik matahari ini, aku terus berlari tanpa jeda.
Para senpai bergantian, tapi aku sendiri tidak diberi waktu istirahat.
Aku sudah mengira ini akan terjadi, tapi tetap saja, ini sangat melelahkan.
"Kalau begitu sudah waktunya untuk 2 on 2. Kita perlu berpengalaman dalam pertandingan juga, kan? Siswa tahun pertama yang menjanjikan~"
"Haah...! Haah...!"
Setidaknya aku ingin diizinkan untuk minum.
Tubuhku sudah berteriak meminta udara dan cairan.
"Cepat, Maeda! Giliranmu menyerang, kan?"
Sebuah bola dilemparkan padaku, dan aku dengan susah payah menangkapnya.
Meskipun namanya 2 on 2, aku masih punya rekan. Tapi, itu hanya formalitas, karena di situasi ini, itu tidak ada artinya.
Rekan senpai ku tidak berniat untuk menerima bola.
Dengan terpaksa, aku mencoba untuk melaju melewati lawan.
Tapi, tubuhku sudah hancur dan aku tidak mungkin lagi menunjukkan kecepatan ku yang seperti biasanya. Ketika satu orang lagi datang dan melakukan double team, semakin sulit bagiku untuk mempertahankan bola.
"Segitu saja!? Mungkin lebih baik kau mengundurkan diri saja!"
"Kalo tidak bisa, pikirkan perasaan Ayako!"
Aku mengerti itu.
Karena itu, aku bertekad untuk berusaha lebih keras demi Ayako-senpai...!
"Eh, ada apa ini!? Ayo!"
"....!"
Dug! Suara menyakitkan terdengar.
Pandanganku menggelap.
Sepertinya siku yang diayunkan oleh senpai mengenai wajahku secara langsung.
Sakit.
Napasku terasa berat.
Hanya suara tawa yang bergema.
Kenapa, kenapa aku harus mengalami semua ini?
Aku hanya suka bermain basket...
...Eh? Suara tawa yang tadinya terdengar ketika mereka melihatku, kini menghilang.
Apa aku kehilangan pendengaranku...?
"Latihan yang sangat menyenangkan, ya?"
...Eh?
—Tidak mungkin.
Karena hari ini adalah hari Minggu.
Aku juga tidak membuat janji apa pun..
Tapi, kenapa...?
Suara ini, aku mengenalnya dengan sangat baik.
Saat aku mengangkat pandanganku.
Di sana, ada orang yang sangat aku cintai──
"Yuka, apa kau bisa berdiri?"
"...Onii-san...?"
Seseorang yang meminjami bahunya untuk mendukungku.
Itu pasti, orang yang sangat aku cintai.
Masato-san.
"Siapa kau?"
"Kami sedang berlatih untuk kegiatan klub."
Para senpai tampak jelas terkejut.
Mungkin mereka hanya terkesan oleh ketampanan Nii-san.
"Hmm, jadi ini cara kalian berlatih? Menganiaya seorang gadis hingga terkapar, dan kalian tertawa melihatnya? Itukah kegiatan klub yang terbaru?"
"....."
...Nii-san marah.
Aku bisa merasakannya hanya dari suaranya.
Ini adalah pertama kalinya aku melihat Nii-san marah.
Nii-san menatap para senpai dengan tatapan dingin, lalu berbalik menatapku.
"Yuka, minumlah ini. Kau juga belum minum dengan baik, kan?"
"Terima kasih banyak."
Sebuah botol plastik diberikan padaku.
Aku menerimanya dan langsung meminum isinya. Tubuhku yang sangat dehidrasi merasa segar kembali.
Nii-san memberiku senyuman lembut dan membawaku ke bangku.
Dia membantuku duduk.
“Maaf membuatmu menunggu. Istirahatlah sebentar.”
Tangan lembutnya menepuk kepalaku.
Tubuhku terasa panas dengan cara yang berbeda.
Dalam situasi seperti ini... tubuhku secara alami merasa senang.
Tapi, pikiranku masih bingung.
Aku pikir tidak mungkin Nii-san akan datang.
"Jadi? Apa yang ingin kalian lakukan dengan menyiksanya? Kalian ini."
"Kami tidak menyiksa! Kami hanya ingin memastikan apakah Maeda layak menjadi starter."
"Benar! Jadi, bisakah kau tidak mengganggu kami?"
"...Heh..."
Aku berpikir betapa mudahnya mereka mengucapkan kata-kata itu.
Sebenarnya, niat mereka adalah untuk melukai tubuh atau mentalku agar aku bisa mundur dari posisi starter.
"Jadi, kalo Yuka menunjukkan kemampuannya, kalian akan menyerah, begitu?"
"Sejak awal, memang itu rencanaku. Tapi Maeda tidak pandai, jadi situasinya jadi seperti ini."
Mereka datang untuk menguras staminaku karena tidak bisa menang dengan cara biasa!
Kalo bisa mereka juga berharap aku cedera...!
Kemarahan mulai mendidih dalam diriku.
Tiba-tiba, Nii-san menoleh ke arahku.
"Yuka... setelah istirahat sedikit, apa kau bisa bergerak lagi?"
"Hah...?"
Usulan dari Nii-san sangat mengejutkan.
Dia membungkuk perlahan, menatapku yang sedang duduk. Dengan senyum lembut, Nii-san mengelus kepalaku.
"Ayo tunjukkan. Kekuatan mu Yuka."
Kata-kata itu cukup untuk memotivasi diriku.
"...Ya...!"
Lebih dari sebelumnya, tubuhku dipenuhi dengan kekuatan.
Nii-san kembali menoleh ke arah mereka.
"Yuka bisa mengalahkan kalian, kan? Kami akan membentuk tim, jadi kalian hanya perlu ber-4."
"Hah? 4 lawan 2? Kau bercanda kan?"
"Aku tidak bercanda. Lagipula, aku tidak akan melompat. Ada perbedaan tinggi di antara kita."
"Jadi, kau tidak akan melompat!? Jadi kau tidak akan melompat sama sekali?"
Basket adalah olahraga di mana ring berada di atas, jadi melompat sangat penting dalam pertandingan.
Olahraga yang melibatkan loncatan berulang kali. Tapi, Nii-san mengatakan kalo dia tidak akan melompat.
"Sepertinya mereka meremehkan kita...Baiklah."
"Kalo begitu...kalo kalian kalah dalam ini, kalian harus mengakui kalo Yuka berhak mendapatkan posisi starter. Setuju?"
"Kalo begitu, kalo kalian kalah, apa Maeda akan mengundurkan diri dari posisi starter?"
...!
Posisi starter yang sudah aku pilih. Aku tidak ingin mundur. Tapi di sisi lain...aku juga tidak merasa akan kalah kalo aku bermain bersama Nii-san.
Mendapatkan tatapan dari Nii-san, aku mengangguk.
"Baiklah. Aku terima."
"...Bagus. Ayo kita mulai."
Nii-san perlahan melepas kalungnya. Gerakan itu sangat menawan hingga membuatku terpesona.
Kebahagiaan mengalir di dadaku.
Aku tidak ingin hal itu terjadi dalam keadaan seperti ini, tapi...
Aku bisa bermain basket dalam satu tim dengan Nii-san!
"Kalo begitu, serangan dimulai dari sini."
Nii-san memegang bola.
Sesuai yang diperkirakan, 2 senpai perempuan dari tim basket wanita langsung melakukan double team padanya.
Di pihak ku juga ada dua orang.
Ke-2 orang itu termasuk yang terampil di antara yang lainnya.
Tapi...kalo boleh dibilang dengan jelas.
"Fuh...!"
Mereka bukan lawan dari Nii-san.
"Eh?"
"Ha!?"
Sambil mengabaikan 2 orang yang terkejut, Nii-san menghindari mereka dengan gerakan spin yang sangat cepat.
Dia langsung melaju menuju ring.
"Apa yang kau lakukan!"
Salah satu dari mereka panik dan meleset dari ku dan terus bertahan di bawah ring.
Nii-san pasti bisa mencetak gol setelah menghindari mereka dengan mudah seperti itu.
Tapi.
Aku merespons dengan cepat terhadap tatapan dari Nii-san.
Aku berlari menuju garis free throw.
Aku tahu Nii-san sangat mahir.
Tapi, yang harus ku lakukan sekarang bukanlah bergantung sepenuhnya pada Nii-san.
Aku harus menunjukkan hasil latihan dan usaha yang telah ku lakukan!
"Ah...!"
Memanfaatkan fakta kalo Nii-san tidak bisa melompat, senpai yang mencoba memblokir shootnya itu dengan melompat.
Di bawahnya, Nii-san berhasil mengoper bola dengan pantulan.
Sebuah operan yang tepat ke dada ku.
Dengan hanya 1 orang yang tersisa untuk menjagaku, aku menghadapi senpai dari tim basket pria dan...
"Hmph...!"
Aku berpura-pura memotong ke kanan, lalu melakukan crossover yang menjadi andalan ku.
Gerakan yang telah aku ulangi berkali-kali di tempat ini.
Gerakan yang sudah ku latih hingga bisa ku lakukan tanpa melihat bola.
Senpai tim basket pria itu tidak bisa mengikuti gerakan ku dan terhuyung. Tapi, aku tetap melaju tanpa ampun, melewatinya.
Kemudian, aku melakukan back layup.
Ini adalah gerakan yang telah aku lakukan ratusan kali. Aku bisa menembak dengan percaya diri. Tidak mungkin aku gagal!
Dengan suara 'pasah', bola itu masuk ke dalam ring.
Sambil mengabaikan para senpai yang yang tertegun, Nii-san mengacungkan 2 jari.
"Ini, jadi kami unggul 2 poin."
Apa yang harus ku lakukan sekarang?
Meskipun dalam situasi seperti ini, meskipun aku merasa lelah dan napas ku terengah-engah,
rasanya menyenangkan...!
Serangan dari senpai itu gagal setelah aku melakukan steal bola.
Dribbling mereka terlalu ceroboh. Seolah-olah mereka meminta untuk dirampas. Jika dibandingkan dengan 1-on-1 yang ku lakukan setiap hari dengan Nii-san, ini terasa terlalu mudah.
Lagipula, jika mereka hanya bisa dribble sambil melihat bola, itu sudah menunjukkan kelemahan mereka.
Sekali lagi, kami melakukan serangan.
"Selanjutnya, aku akan menghentikanmu...!"
"Tadi hanya karena aku lengah."
2 orang yang menjaga Nii-san kali ini melakukan pertahanan yang lebih serius.
Sebenarnya, aku masih percaya kalo Nii-san akan bisa dengan mudah melewati mereka.
Tapi, dari satu permainan yang lalu, aku menyadari kalo nii-san berusaha untuk memanfaatkanku semaksimal mungkin
Sebagai catatan, pada dasarnya aku adalah yang bertanggung jawab untuk mencetak gol. Aku yang harus menunjukkan usaha yang telah aku lakukan...!
Nii-san yang sedang menggiring bola memberi isyarat padaku dengan tatapannya.
Dengan cara dia menggerakkan tatapannya, aku menyadari maksudnya. Tanpa ragu, aku mulai berlari.
Aku menempel dengan rapat di samping senpai yang berada di dekatku dari 2 orang bek yang mengawasi Nii-san. Dari situ, aku menghalanginya ke arah kiri.
Screeen.
"...!"
Melihat itu, Nii-san menggiring bola ke kiri.
Aku menjadi penghalang, dan bek senpai tidak bisa mengikuti gerakan Nii-san.
"Switch!"
Senpai itu berteriak.
Itu adalah isyarat untuk mengganti lawan yang dijaga. Tapi, maksud Nii-san tidak berhenti di situ.
Memanfaatkan kebingungan para senpai karena siapa yang menjadi lawan, Nii-san segera mengoper bola ke arahku yang sudah bergerak menuju gawang.
Gerakan diving.
Ini juga merupakan salah satu gerakan yang aku lihat bersama Nii-san di video.
[TL\n: di chapter 3 sebelumnya, pas bagian akhir, mereka chatan.]
Kini, semua bek ada di belakang. Mereka tidak bisa mengejar kecepatanku dalam menggiring bola.
"Kenapa...!"
Biasanya, menggiring bola membuat kecepatan kaki lebih lambat.
Tapi, para senpai itu tidak bisa mengejar diriku.
Aku berlari sambil menggiring bola, jadi dribble yang aku lakukan tidak mudah untuk diikuti!
Dari dribble dengan seluruh kekuatan, aku menginjakkan kaki dengan kuat dan melakukan layup. Jika aku melakukannya dengan kecepatan penuh, aku bisa melewatkan tembakan karena kekuatanku terlalu besar.
Oleh karena itu, aku menginjakkan kaki dengan kuat dan mengalirkan momentum ke bawah.
Ini juga sesuatu yang diajarkan oleh Nii-san, dan aku sudah melakukannya berkali-kali. Bola membuat suara lembut saat menyentuh jaring dan menggoyangkannya.
Para senpai yang terkejut berdiri dengan bingung, dan 4 dari mereka berkumpul untuk membicarakan sesuatu.
"Apa Maeda sebaik ini...? Aku tidak tahu...!"
"Shousuke, teruslah bergerak! Apa Ayako tidak bisa kembali ke starting line-up?!"
"Tapi..."
"Oyo kita berhenti mencoba menghentikan mahasiswa itu, ayokita hentikan Maeda. Sepertinya Maeda akan tetap melakukan tembakan."
Sepertinya mereka mulai menyadari gerakan Nii-san.
Nii-san tampaknya ingin aku mengambil tembakan.
"Nice, Yuka."
"Hah? Oh, iya! Terima kasih untuk operannya, Onii-san!"
"Aku sudah melakukan dengan hati-hati...tapi sepertinya itu aman."
"Hah?"
Nii-san melihat anggota tim yang lain dengan sedikit terkejut.
Kemudian, dengan senyuman yang biasa, dia berkata padaku.
"Meskipun aku tidak ada, kalo Yuka yang menguasai bola, kau bisa melewati semua orang. Jadi, kali ini Yuka yang bawa bola dan coba untuk melewati mereka. Aku akan berada di posisi yang bisa menerima bola, jadi kali terasa sulit, kau bisa megopernya padaku."
...!
"Aku mengerti!"
Nii-san mempercayaiku.
Hanya dengan fakta itu, bisa membuatku bisa bekerja 10 ribu kali lebih keras!!
Serangan para senpai gagal lagi, dan kini giliran serangan kami.
Dengan 5 poin unggul, kalo kami mencetak poin di sini, kami akan menang.
Aku mengambil bola. Kali ini, ada 3 senpai dari tim basket putri yang mengikuti ku.
Salah 1 senpai memelototiku dengan penuh kebencian.
"Maeda...siapa pria itu?"
"...Dia adalah orang yang sangat penting bagiku."
"...! Sangat menyebalkan...! Kau benar-benar menyebalkan!!"
Sedikit rasa superioritas menyelimuti diriku.
Aku sedikit melirik Nii-san.
Dia melihatku. Dari tatapannya, aku bisa merasakan kalo dia sangat mempercayaiku.
Aku ingin memenuhi harapannya!
Nii-san adalah...orang yang sangat penting bagiku!!
Aku melakukan cutting tajam ke kanan.
Dengan 3 orang yang mengikuti, salah satu senpai yang paling kanan mengikuti pergerakanku.
Aku berhenti mendadak. Dari leg through ke crossover. Ini adalah gerakan yang menjadi keahlianku.
Salah satu senpai di kanan terhuyung.
Aku memanfaatkan kesempatan itu dan langsung menyerang dari tengah!
"Bangsat...!"
Dengan gerakan yang hampir foul, senpai yang bertahan menghadang jalanku.
Tapi aku menghindarinya. Menggunakan dorongan ke depan, aku langsung melakukan roll.
Aku berhasil melewati 1 orang dan segera masuk ke posisi shoot.
"Jangan bercanda...!"
Sepertinya ini soal ego.
Senpai terakhir melompat untuk memblok tembakanku.
Kondisinya buruk.
Jika aku melakukan shoot sekarang, aku akan diblok...!
──Dalam sekejap, aku teringat gerakan Nii-san yang biasa.
Dari crossover ke roll, lalu berhenti mendadak...
Aku melompat.
Ke belakang.
"Eh...?!"
Dengan begini, bloknya tidak akan mencapaiku.
Ini adalah gerakan yang telah aku lihat berkali-kali.
Aku juga sudah melihat shoot ini masuk berkali-kali ke ring.
Jadi aku pasti bisa.
Aku juga bisa melakukannya!
"Aku mulai bisa melakukan itu saat di SMA, lho...?”
Nii-san, aku merasa seolah mendengar suaramu.
Dengan tangan kanan, aku melepaskan bola.
Menggambarkan busur yang indah... bola itu pun tersedot masuk ke dalam ring.
Setelah pertandingan selesai, para senpai pulang. Sepertinya, seperti yang diduga, mereka mengikuti aku hingga ke sini.
Entah bagaimana, di akhir, senpai dari tim basket pria terlibat konflik dengan 3 senpai dari tim basket putri. Kalo aku tidak salah dengar, senpai dari tim basket pria sepertinya mengatakan untuk berhenti menggangguku.
Karena itu, senpai dari tim basket putri juga meminta maaf... Aku tidak begitu mengerti.
Aku bertanya kepada Nii-san apa dia tahu sesuatu, tapi dia hanya membalas dengan senyuman, "Tidak ada?" Nii-san yang baik hati itu. Mungkin dia sudah mengatakan sesuatu di belakangku yang tidak aku ketahui.
Aku akan senang jika dengan ini sedikit saja penganiayaan di sekolah bisa berkurang.
"Yuka, shoot akhir yang tadi kau lakukan itu bagus sekali!"
"Ah, terima kasih!"
Karena aku mengamati gerakan Nii-san...shoot itu berhasil.
Semua berkat Nii-san.
Aku masih terbenam dalam euforia kemenangan, tapi... oh, bukankah aku seharusnya melakukan sesuatu?
Aku harus mengucapkan terima kasih!
"Ah, jadi, hari ini terima kasih karena Onii-san telah banyak membantuku!"
"Tidak, tidak, malah aku yang harus minta maaf karena aku terlambat menyadarinya. Sebenarnya, tadi aku melihatmu."
"Eh...?"
"Yah, aku penasaran apakah Yuka bersenang-senang dengan rekan satu timnya, jadi aku mengamatimu. Tapi suasananya ternyata tidak biasa, dan Yuka dipukul... Aku mulai berpikir kalo itu berbahaya. Seharusnya aku menyadari lebih cepat, jadi Yuka tidak akan terluka."
...Aku merasa ingin menangis.
Sungguh, dia benar-benar terlalu baik...
Nii-san melanjutkan dengan senyuman lembutnya yang biasa.
"Walaupun ini terjadi dengan cara yang tidak ideal, aku senang bisa bermain basket dengan Yuka sebagai sebuah tim. Kau memang hebat. Sepertinya kau akan lebih baik dari aku dengan cepat."
"Eh, eh!? Tidak mungkin seperti itu! Tapi, aku juga senang bisa bermain basket dengan Onii-san!"
Itu adalah hal yang benar-benar aku syukuri.
Entah kapan lagi kesempatan seperti ini akan datang.
Aku duduk di bangku.
Hari ini aku mau pulang. Banyak hal yang terjadi, dan aku merasa lelah.
Sambil merenungkan banyak perasaanku, aku mulai memasukkan bola ke dalam ranselku dan bersiap pulang..
"Yuka, tunggu sebentar."
"Eh...?"
Nii-san mendekatku perlahan, dia sedikit membungkuk untuk melihatku lebih dekat.
Mata kami saling bertemu.
Wajah Nii-san memang sangat tampan.
...Jaraknya dekat.
Wajah Nii-san perlahan mendekati wajahku.
Eh...?
Eh, eh, tunggu sebentar?
Apa ini, apa mungkin, mungkin, ci-ciuman?
Apa ini alur menuju ciuman?
Memang, alur hari ini terasa seperti takdir, dan situasinya mungkin ideal, tapi!
Detak jantungku semakin cepat.
Apa ciuman pertamamu akan ku lakukan di luar? Dan masih ada matahari meskipun sudah condong!?
Eh, tunggu, ini terlalu cepat.
Apa yang harus aku lakukan? Tapi, tentu saja, aku senang. Haruskah aku menutup mata? Boleh kan?
──Aku menutup mataku.
Ayah, Ibu, hari ini aku mempersembahkan ciuman pertamaku kepada orang yang kucintai.
Sesuatu terasa menempel di pipiku.
...Eh?
Aku membuka mataku.
"Syukurlah~ Aku punya beberapa plester di tasku sejak aku pernah jatuh dari sepeda dan terluka! Pipimu berdarah sedikit, jadi ini akan baik-baik saja. Seharusnya aku lebih cepat menyadarinya, maaf ya!"
"......"
Aku menyentuh pipiku.
Permukaan plester itu cukup halus.
"......!"
"Wah!? Apa yang terjadi, Yuka!?"
Aku mempunyai berbagai perasaan yang saling bertarung dan meledak.
Itu bukan ciuman, tapi aku senang dia mengkhawatirkanku.
Aku jadi bingung, dan tanpa sadar, aku memeluk Nii-san.
Biar saja dia merasa terganggu! Saat ini, aku ingin melepaskan perasaanku kepada Nii-san!
Seluruh tubuhku terasa panas.
Apa aku baik-baik saja? Apakah Nii-san tidak keberatan?
Nii-san dengan lembut mengelus kepalaku.
"......Kau sudah berusaha dengan baik, Yuka. Kau keren."
──Sekarang, aku tidak bisa memikirkan apapun lagi.
Hanya Nii-san, hanya Masato-san yang terlihat.
(Aku mencintainya, cinta, cinta, cinta...! Aku sangat mencintainya!)
Seolah untuk memastikan perasaanku.
Aku memeluk Nii-san dengan erat, sangat erat.
───● OL TSUNDERE MENGETAHUI ●○●
Kalo ditanya hari mana yang paling berat secara mental, banyak orang mungkin akan menjawab Senin. Hari ini, seperti biasa, aku mengenakan jas dan merias wajah dengan sembarangan.
Saat memasuki momen ini, langkah menuju rutinitas yang tidak berubah, aku merasa sangat tertekan.
"Selamat pagi..."
Aku membuka pintu kantor.
Sambil menyapa rekan kerja dengan acuh tak acuh, aku berjalan cepat menuju meja kerjaku.
Belakangan ini, karena bisa bertemu dengan Masato di akhir pekan, semangatku dalam hidup meningkat, meski itu tidak serta merta meningkatkan motivasiku dalam bekerja.
Aku merasa seperti sudah menerima uang untuk itu.
Sedikit sebelum aku tiba di meja.
Tanpa berpikir panjang, aku melihat papan tulis besar yang dipasang di tengah kantor.
Papan tulis ini mencatat jadwal minggu ini dan tanggal cuti jika ada yang tidak masuk.
"Eh...?"
Papan tulis yang tampak tidak berbeda dari biasanya, namun ada satu hal yang menarik perhatianku.
Di kolom hari Jumat. Setelah aku perhatikan lebih dekat, ternyata Miki-senpai mengambil cuti sore.
Hari Jumat adalah hari kami untuk datang ke 'Uta'.
Cuti sore berarti senpai tidak akan hadir minggu ini...?
"Sera, selamat pagi~"
"Ah, Miki-senpai, selamat pagi!"
Saat aku memikirkan hal itu, Miki-senpai muncul tepat waktu.
Kalo begitu, aku akan bertanya.
“Miki-senpai, kamu ambil cuti sore hari Jumat minggu ini?”
"Fufufufu...begitulah. Oh, aku pasti akan pergi ke 'Uta', jadi tenang saja."
"Eh? Benarkah begitu?"
"Alasan...apa kau penasaran?"
Miki-senpai tersenyum lebar.
Tidak, ini pasti sesuatu yang di ingin aku dengar...
"Ya, aku penasaran..."
Setelah mengatakan kalo aku penasaran hanya untuk formalitas, Miki-senpai melambai-lambaikan tangannya, meminta agar aku mendekat.
Aku pun mendekat padanya.
"Kau tahu tentang ‘berangkat bersama’?"
"Eh..."
Berangkat bersama. Aku pernah mendengar tentang itu.
Kukira, itu sistem di mana kau akan bertemu dengan boy di tempat sebelumnya dan pergi bersama ke tempat...jangan-jangan!
"Jadi...♪ aku berkencan dengan Yusei-kun sebelum pergi ke tempat itu bersama♪"
"....!"
Ugh, aku sangat cemburu!
Sangat cemburu. Eh, itu tidak adil.
"Yah, sepertinya tempat itu tidak memiliki banyak keuntungan untuk boy dalam hal berangkat bersama? Katanya, hanya jika kau benar-benar favorit, kau bisa berangkat bersama~ ah, repot sekali, sepertinya aku disukai~!"
Ugh, sangat menjengkelkan.
Tapi, itu pasti fakta. Aku sudah tahu kalo Miki-senpai dan boy itu memiliki hubungan yang baik...
"Jadi, apakah itu permintaan dari boy-nya?"
"......"
Ah, dia mengalihkan pandangannya.
Tentu saja. Tentu saja, dia yang meminta. Syukurlah. Aku menghela napas lega di dalam hati.
Kalo boy itu yang mengajak, semuanya akan berakhir.
Kalo Miki-senpai yang mengajak dan dia menerima, berarti masih ada harapan bagiku. Artinya, aku juga bisa mengajak Masato.
Baiklah, jika begitu, aku harus segera melakukannya.
"Aku juga...aku juga akan mencoba mengajak Boy!"
"Oh, bagus-bagus! Lagipula...ada hal ini, lihat."
"Eh?"
Miki-senpai menunjuk ke papan tulis di belakang.
Di situ ada tulisan.
"Oh, jadi ini sudah saatnya bonus ya?"
"Benar! Hehehe...aku sudah siap dengan dompetku. Aku yakin kalo kami pasti akan bersenang-senang...! Mungkin aku akan memberinya hadiah..."
Memang, jika memikirkan tentang bonus, ini adalah waktu yang tepat untuk sedikit boros.
Tentu saja, tidak mungkin setiap minggu berangkat bersama, jadi ini adalah kesempatan terbaik untuk menunjukkan sisi baikku.
Jantungku berdebar.
"Yah, Masato pasti juga memikirkan Sera dengan baik, jadi sepertinya dia akan memberi izin untuk berangkat bersama!"
"Baiklah, semangat ya!" kata Miki-senpai sambil tersenyum dan kembali ke mejanya.
Ini adalah informasi yang bagus.
Aku segera mengeluarkan Hp-ku dan menghubungi Masato. Meskipun kemarin malam aku juga sudah mengiriminya pesan, aku tidak peduli.
《Mochizuki Sera》
"Masato, selamat pagi!"
《Kalo kau merasa tidak nyaman, silakan tolak saja, tapi apa kau bisa berangkat bersama denganku pada Jumat depan?》
Setelah menulis ulang 2 atau 3 kali, aku sampai pada kalimat ini.
Sampai sekarang, aku belum pernah bertemu Masato di luar toko. Ini adalah kesempatan untuk melangkah maju.
Tentu saja, tidak mungkin aku bisa mengambil cuti sore ini, jadi mungkin berbeda dari Miki-senpai, aku tidak bisa mendapatkan waktu berdua yang bisa disebut kencan di luar toko.
Tapi, aku hanya perlu makan bersama dengan Masato sebentar sebelum pergi ke toko.
Itu saja sudah cukup istimewa bagiku.
Aku bersumpah tidak ingin terus berstatus sebagai pelanggan dan pegawai selamanya. ...Balasan dari Masato kemungkinan besar akan datang sekitar pukul 11 pagi.
Pagi hari adalah waktu di mana biasanya Masato membalas pesanku. Sampai saat itu, aku tidak bisa melakukan apa-apa selain menunggu.
Aku akhirnya menghabiskan seluruh pagi dengan gelisah.
Akhirnya, hari Jumat yang ditunggu-tunggu tiba.
Dengan sedikit berlebihan, aku mengenakan jas yang lebih baik.
Di toilet fasilitas komersial stasiun, aku sudah memeriksa makeup dan penampilanku. Ya. Aku sudah mendapatkan konfirmasi kalo dia akan pergi bersamaku.
Ketika aku menerima pesan konfirmasi darinya, aku sangat senang sampai aku hampir melompat.
Baiklah. Hari ini, aku sudah berusaha tampil semaksimal mungkin.
Aku menarik napas dalam-dalam.
Hanya butuh sekitar 5 menit berjalan dari pintu keluar di sisi berlawanan stasiun ini untuk sampai ke 'Festa'. Biasanya, ketika pergi bersama, orang cenderung memilih tempat yang dekat dengan toko.
Tentu saja, mengingat kalo kami akan pergi ke toko bersama setelah itu.
Aku melirik jam tangan.
Jam tangan favoritku yang kupakai hari ini. Tali bangle berwarna perak dengan permukaan berwarna merah muda yang tipis.
Sebentar lagi, Masato akan datang.
Jantungku berdebar-debar. Rasanya luar biasa menyenangkan bisa bertemu di luar seperti ini.
"Sera-san!"
Jantungku berdegup kencang.
Suara ini, suasana ini, tidak mungkin aku salah.
Aku perlahan menoleh ke arah suara itu.
"Syukurlah! Apa aku sedikit membuatmu menunggu? Maaf ya."
"......"
Di sana ada... malaikat... atau mungkin... iblis?
Terlalu tampan. Ini serangan ketampanan. Kalo Masato yang sekarang memukulku, aku pasti tetap akan merasa senang.
Rambut hitamnya yang sedikit bergelombang, seperti biasa.
Dia mengenakan kemeja putih berlengan pendek dengan kerah, kancing pertama terbuka, memperlihatkan kilauan kalung perak di lehernya.
Gaya celana hitam yang rapi, berbeda dengan penampilannya di tempat kerja, memberikan kesan formal.
Bagaimana ini, begitu...!
"Terlalu menggoda...!”
"...Apa kau bilang sesuatu?"
"Ti-tidak, tidak ada... Aku tidak menunggu lama kok. Ayo, kita pergi?"
Hampir saja. Kata-kataku hampir keluar tanpa kusadari.
Tapi ini tidak adil! Dia datang dengan penampilan seperti ini...! Pasti dia menyesuaikan penampilannya agar lebih formal, itu cocok dengan setelan jas yang kupakai.
Tapi senyum manisnya yang bisa melelehkan hati tetap tidak berubah.
Ini senjata. Senjata yang bisa membunuh orang dengan mudah.
"...?"
Jangan menundukkan kepala dengan manis begitu...!
Mataku tertarik pada lehernya...! Tulang selangkanya... Mana ada perempuan yang bisa mengabaikan ini!!
Kau pasti sengaja melakukannya!
"Su-sudah, ayo kita pergi!"
"Ya! Maaf sudah merepotkanmu sampai harus reservasi tempat! Aku menantikannya!"
Ah~ imut sekali~ aku tidak sanggup~.
Ini, ini sudah seperti kencan, kan? Aku benar, kan, kalo aku merasa sedang kencan dengan dia?
Memang kami hanya akan makan malam bersama, tapi... tetap saja... ini luar biasa.
Sambil berusaha agar dia tidak menyadari degup jantungku yang penuh semangat, aku berjalan menuju restoran yang sudah kupesan.
"Aku sudah melakukan reservasi atas nama Mochizuki untuk jam 18.30."
"...Ah, baik, akan kami antarkan ke tempatnya."
...Petugas resepsi tadi... terpikat oleh Masato... Yah, aku bisa mengerti perasaannya... Tapi maaf ya. Anak ini milikku.
Rasa nikmat yang manis mengalir di punggungku.
Rasa superioritas yang tak terlukiskan. Ini luar biasa. Ini bisa membuatku ketagihan.
Kami sampai dengan selamat di restoran. Sepanjang perjalanan, aku seperti di dunia mimpi hanya karena berjalan bersebelahan dengan Masato. Aku bahkan tidak ingat apa yang kami bicarakan.
Pada akhirnya, aku memilih restoran ini setelah berpikir panjang.
Aku ingin menunjukkan kesan dewasa dengan memilih tempat yang lebih mahal, tapi jika terlalu mewah, Masato mungkin akan merasa terintimidasi.
Di sisi lain, kalo aku memilih tempat yang terlalu murah, aku tidak yakin apakah Masato akan puas.
Jadi, aku memilih yang pas di tengah-tengah.
Aku memutuskan untuk memilih restoran dengan tempat duduk di teras. Restoran yang harganya sedikit di atas rata-rata untuk mahasiswa, tapi tetap terjangkau.
"Wow~ tempatnya indah sekali...!"
"Hehe. Masato senang dengan hal sederhana seperti ini, kau masih seperti anak kecil ya."
"Eh, ti-tidak begitu kok. Aku sudah dewasa."
"Hahaha... tidak apa-apa. Ayo, duduk."
Kami duduk di meja teras. Matahari hampir terbenam, dan lampu-lampu taman di luar mulai menyala satu per satu.
Syukurlah, aku memilih tempat yang pemandangannya bagus.
"Pesan apa saja yang kau suka. Aku yang traktir kali ini."
"Eh, ser-serius? Setidaknya biarkan aku bayar sedikit."
"Tidak boleh. Aku yang memintamu untuk menemaniku, jadi Masato tidak perlu bayar sepeser pun."
"Ah, aku jadi tidak enak...."
"Tidak apa-apa, sungguh. Jangan dipikirkan. Seperti yang pernah aku katakan, aku tidak kesulitan soal uang."
Tidak ada siapa pun atau hobi yang ingin kuhabiskan uangku, jadi sekarang uang itu hanya untuk Masato.
[TL\n: gua juga pengen punya cewek kaya gini...hehe]
Bagiku, ini hal yang sangat wajar dan alami.
"Pasta di sini sangat enak loh! Sudah lama aku tidak makan makanan seenak ini..."
"Hahaha... iya, pasta ini memang enak."
Sejujurnya, aku tidak terlalu memperhatikan rasa makanannya.
Tapi, di depan mataku ada Masato... dan melihatnya makan dengan begitu bahagia membuatku merasa sangat puas. Kebahagiaanku benar-benar sudah maksimal. Mungkin tidak ada kebahagiaan yang lebih besar dari ini.
Syukurlah, semua berjalan dengan baik.
Sambil menikmati teh setelah makan, aku memutuskan untuk menanyakan sesuatu yang sudah lama membuatku penasaran.
"Hey, Masato."
"...Ya?"
Ekspresi polos dan bingungnya begitu menggemaskan. Masato-ku yang lucu.
"Kenapa kau memilih pekerjaan ini?"
"Uh... itu..."
Ini sebenarnya pertanyaan yang seharusnya ku hindari.
Aku tahu itu. Ini pekerjaan yang menjual diri dalam beberapa aspek. Setiap orang pasti punya alasan sendiri, dan aku sebagai pelanggan, seharusnya aku tidak menyentuh ranah pribadi seperti ini.
Tapi, aku sudah terlanjur terpikat oleh pesonanya. Jadi, aku tidak bisa menahan rasa penasaranku ini. Dia bukan tipe orang yang dengan sukarela memilih pekerjaan seperti ini.
Bahkan di tempat itu, dia terlihat menonjol dengan cara yang berbeda. Mungkin justru karena itu aku tertarik padanya.
Masato menggaruk pipinya, tampak sedikit bingung harus menjawab apa.
...Sepertinya dia memang tidak ingin membahasnya. Itu sebabnya aku tidak pernah menanyakan hal ini melalui pesan.
Aku ingin membicarakan ini secara langsung, di hadapannya.
"Maaf ya, pasti itu sulit bagimu untuk menjawabnya."
"Ah, tidak, sebenarnya tidak ada yang terlalu berat..."
Dia meletakkan cangkirnya dengan panik.
"Sebenarnya... aku kekurangan uang. Dulu aku tinggal di panti asuhan. Lalu, ada orang baik di tempat itu yang menawarkan pekerjaan ini padaku, dan begitulah ceritanya."
"Apa...? Pa-panti asuhan?"
Panti asuhan... maksudnya fasilitas perawatan anak?
"Ya, benar. Aneh, ya? Aku tidak punya orang tua."
"....Maaf!"
"Eh? Ah, tidak apa-apa! Jangan khawatir, sungguh!"
Betapa bodohnya aku menanyakan hal seperti itu...!
Aku benar-benar tidak peka terhadap perasaan Masato...!
"Serius, tidak apa-apa. Sekarang aku merasa sangat beruntung. Aku bisa hidup normal... dan aku bahagia."
"...!"
──Berbagai emosi bercampur menjadi satu menyelimutiku.
Di satu sisi, aku masih menganggap Masato yang sedang tersenyum di depanku begitu menggemaskan, tapi di sisi lain, aku merasa sangat menyesal telah menanyakan hal yang bodoh.
Dan satu lagi.
Keinginan yang begitu kuat dan tak tertahankan, yang membuatku ingin melindunginya apapun yang terjadi.
"Ah, makanan tadi benar-benar enak sekali! Terima kasih banyak!"
"Kau tidak perlu berterima kasih. Anggap saja ini balasan untuk kebaikanmu selama ini."
Masato meregangkan tubuhnya dengan besar setelah keluar dari restoran.
Setiap gerakannya begitu menggemaskan, membuatku semakin tak tertahankan.
"Tapi aku belum membalas apapun..."
"Begitu ya... Kalo begitu, maukah kau pergi bersamaku lagi seperti ini?"
"Eh? Tentu saja, dengan senang hati."
Fufufu... Berhasil. Aku berhasil membuat janji berikutnya tanpa memaksakan apa pun.
Kali ini, mungkin kita tidak perlu berhenti di depan restoran saja... atau bahkan lebih dari itu.
Karena sekarang, aku tidak lagi hanya seorang pelanggan baginya, dan dia bukan sekadar pelayan. Aku adalah seseorang yang akan selalu ada untuk mendengarkan masalahnya, dan melindunginya.
Senyumku semakin melebar tanpa bisa ku kendalikan.
"Ayo, kita ke bar sekarang."
"Iya! Ayo kita pergi!"
Aku mulai berjalan, dan Masato mengikutiku.
Meski hatiku begitu melayang karena kegembiraan, anehnya aku tidak merasa gugup. Aku merasa ringan, tapi kesadaranku begitu jelas. Mungkin sekarang, aku bisa mengatakan sesuatu yang biasanya tidak berani kuucapkan.
"Hei."
"Ya?"
Hei, Masato-ku yang menggemaskan.
"Bagaimana kalo kita jalan sambil bergandengan tangan?"
"Uh, ti-tentu saja..."
Dengan sedikit ragu, Masato mengulurkan tangannya. Fakta kalo dia melakukan itu membuat perasaanku meledak kegembiraan. Ini pasti karena aku telah berhasil mendekatinya. Karena aku telah mengetahui hatinya. Ini adalah langkah besar. Sebuah langkah besar untuk membuat hubungan kami lebih dari sekadar pelanggan dan pelayan.
Jari-jari kami saling bertautan. Tangan Masato terasa hangat.
Ah, ini perasaan yang luar biasa. Aku tenggelam dalam manisnya momen ini.
Kehangatan tangannya membuatku merasa dipercaya. Dia mempercayai ku, dan fakta itu membangkitkan dorongan yang tak terlukiskan dalam hatiku.
...Hei, Masato.
Aku melirik ke arahnya, pria yang begitu ku sayangi. Tampan dan menggemaskan. Tapi, di balik semua itu... dia adalah Masato yang malang.
Aku akan melindungimu.
Agar kau tak perlu melakukan pekerjaan ini lagi. Aku akan bekerja keras demi dirimu.
Aku menggenggam tangannya lebih erat. Aku tidak akan pernah melepaskannya.
Mari kita selalu bersama, selamanya.
😌😍
BalasHapus😚😚
BalasHapusWhen yah bisa gini wkwkwkw
BalasHapusKapan yah bisa punya cewek kek sera🗿🗿
BalasHapus