> ABSOLUT ROMANCE

Tanpa judul


 


Keesokan paginya, Haruya  tiba di kelas lebih awal.


Suara lembut jangkrik terdengar dari jendela kelas.


Haruya sangat sibuk beberapa hari terakhir ini sehingga dia ingin bersantai di ruang kelas yang tenang sendirian, jadi Haruta datang ke sekolah lebih awal.


Mungkin juga karena semalam dia tidak bisa tidur dengan nyenyak.


Apa dia terlalu terganggu oleh godaan dari Kohinata-san kemarin?


Mungkin tidak, atau sebenarnya tidak sama sekali.


Hanya saja, ada hari di mana seseorang datang ke sekolah lebih awal karena keinginan yang tidak terduga.


Untuk menikmati waktu yang nyaman dan elegan sejenak sendirian...


"Hey, Akasaki-kun... menurutmu bagaimana?"


Seharusnya begitu, tapi sekarang, dia dihadapkan dengan seseorang yang sedang mengajaknya bicara.


Aneh, bagaimana ini bisa terjadi?


Di hadapan Haruya sekarang adalah Yuuna Takamori.


Dia adalah salah satu dari tiga gadis yang dianggap sebagai bunga tertinggi di kelas, dan saat ini, dia sedang mengerjakan naskah untuk festival sekolah yang akan datang.


Rupanya, Yuna baru saja menyelesaikan latihan  basket paginya dan dia langsung fokus menulis naskah, sehingga mereka bertemu di kelas secara kebetulan.


Ketika Haruya membuka pintu kelas dan melihat Yuuna di dalam, dia hampir saja menutup pintunya lagi, mengingat momen tersebut.


Saat dia sedang mengingat kembali kejadian itu, tiba-tiba Yuuna melanjutkan perkataannya.


"Akasaki-kun kau kan anggota panitia, jadi aku ingin mendengar pendapatmu tentang naskah ini dari sudut pandang seorang laki-laki."


"......"


Sebenarnya, Haruya tidak termasuk dalam tim yang bertanggung jawab untuk memeriksa naskah, jadi ini bukan keahliannya... Tapi, saat mendengar tentang naskah, matanya langsung berbinar.


(Aku bisa menjadi orang pertama yang melihat naskah Nayu-san...!)


Sikapnya benar-benar seperti seorang otaku.


Setelah melihatnya, dia langsung tertarik pada judulnya,


Putri Putih dan Pangeran Berambut Hitam


Judul yang sangat khas dari manga shoujo membuat Haruya tersenyum.


Pada saat yang sama, dia merasakan jantungnya berdegup kencang.


Ceritanya secara garis besar adalah kisah Cinderella dalam dongeng.


Memiliki nuansa romantis yang kuat dan dikemas dengan elemen orisinal di sana-sini.


Hanya dengan melihat garis besar ceritanya, Haruya langsung merasa kalo ini akan menjadi naskah yang menarik.


"Aku pikir ini sangat bagus!"


Tanpa bisa menahan diri, Haruya menjawab dengan nada tinggi, dan Yuuna, meskipun sedikit bingung sejenak, dia tampak senang dan menurunkan sudut matanya.


"... Kalau dilihat dari sudut pandang laki-laki, menurutmu, apa dialog sang pangeran terdengar sedikit memalukan?"


Mungkin itu memang benar. 


Dalam manga shoujo, sering kali ada dialog yang membuat seseorang merasa malu karena empati. 


Tapi, karena Haruya menyukai manga shoujo, dia tidak pernah merasa terganggu oleh hal itu.


Mungkin, dalam komedi romantis, ada banyak dialog yang membuat perempuan merasakan hal yang sama.


"Entahlah... Tapi menurutku, ini bagus. Terutama dialog di bagian ini."


Sambil menunjuk salah satu dialog di naskah, Haruya menjawab dengan yakin.


Melihat itu, Yuna terkejut sejenak, lalu tersenyum bangga.


"Eh, kamu mengerti... Sebenarnya, aku menulis bagian ini dengan cukup percaya diri."


"Iya, iya. Ini sangat Na──"


Pada saat itu, Haruya terdiam dan mengingatkan dirinya sendiri bahwa 'itu berbahaya'.


Hampir saja dia mengatakan 'Ini sangat mirip Nayu-san.'


Dia menyadari bahwa saat ini dia bukanlah 'Haru.'


Karena sudah lama  Haruya tidak membicarakan manga shoujo dengan Natu, dia jadi tanpa sadar mulai terbawa suasana. Haruya pun berusaha mengingatkan dirinya untuk lebih berhati-hati lagi.


"Apa?"


Mendengar itu, Yuuna sedikit memiringkan kepalanya dan bertanya.


"Tidak, aku cuma berpikir kalau ini mirip dengan manga shoujo 'Namikui'."


"Oh ya? Padahal aku tidak menjadikannya referensi..."


Namikui adalah manga shoujo yang cukup populer di kalangan tertentu. Itu adalah satu-satunya kata yang terpikir oleh Haruya yang dimulai dengan 'Na' yang tiba-tiba muncul.


Yuna masih memiringkan kepalanya, seperti menyadari kalo  ada sesuatu yang aneh.


"Eh? Jadi, Akasaki-kun apa kau membaca manga shoujo juga?"


"Eh, tidak, adikku yang membacanya..."


Yuuna cukup tajam.


Haruya merasa sangat gugup di dalam hatinya, menyadari bahwa dia harus berhati-hati dengan setiap perkataannya.


"Adikmu yang... Ah, sebenarnya aku juga tahu tentang 'Namikui' karena sepupuku yang membacanya..."


Melihat Yuuna yang tampak tidak nyaman sambil memainkan rambutnya, Haruya menyadari sepertinya dia juga berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan fakta kalo dia adalah penggemar manga shoujo.


Haruya sangat memahami perasaan itu, dan melihat Yuna yang berusaha keras menyembunyikan hobinya membuatnya tersenyum sedikit, karena hal itu terasa sangat mirip dengan Nayu-san.


"Ngomong-ngomong..."


Setelah mereka selesai membicarakan naskah, Yuuna tiba-tiba mengalihkan pembicaraan.


"Apa kamu sudah menemukan sesuatu tentang orang itu?"


"Tidak, belum."


Haruya hampir saja terbatuk karena terkejut.


'Orang itu' yang dimaksud adalah 'Haru.'


Dengan kata lain, Yuuna sedang membicarakan identitas rahasia Haruya sendiri.


"Begitu ya... Kalau kamu menemukan sesuatu, jangan ragu untuk memberitahuku. Dan kalo kamu ada masalah dengan panitia, jangan hanya mengandalkan Rin... Kalau kamu mau, kamu juga bisa mengandalkan ku."


Yuuna melanjutkan dengan senyum lembut di wajahnya.


"Aku berterima kasih pada Akasaki-kun yang sudah membantuku kembali ke basket. Kita juga sekarang sudah berteman, kan?"


".........."

 

Haruya merasa malu, canggung, dan pada saat yang sama merasa bersalah.


Jadi Haruya merasa kalo dua perlu mengubaha topik pembicaraan. 


"Ngomong-ngomong soal naskah, bagaimana dengan pemilihan pemerannya?"


Yuna mungkin mengira Haruya berusaha menyembunyikan rasa malunya ketika Haruya yang secara terang-terangan mengubah topik pembicaraan, tapi dia mengangguk dan berkata, 'Ya, ya,' seolah-olah mengatakan itu lucu.


Untungnya, Yuuna segera beralih ke topik berikutnya.


"... Kita kan sudah memutuskan kalo Himakawa-san yang berperan sebagai Cinderella, tapi apa kamu punya kandidat untuk mengambil peran pangeran?"


"Sepertinya aku punya seseorang yang cocok dalam pikiranku."


Yuuna menatap ke langit sejenak, lalu tiba-tiba menepuk kedua tangannya seolah menyadari sesuatu.


"Ah, jangan-jangan kamu ingin menjadi pangerannya, Akasaki-kun?!"


"Tidak, tentu saja tidak!"


Tidak ada keinginan dalam dirinya untuk memainkan peran pangeran di depan banyak orang. Itu pasti akan sangat memalukan.


"Lagipula, aku rasa aku bukan tipe yang cocok untuk menjadi pangeran..."


"Aku tidak setuju. Akasaki-kun, kulitmu putih, wajahmu tampan, dan tinggi badanmu juga lumayan... Kalau kamu menyibakkan poni panjangmu itu, kamu pasti akan terlihat sangat baik."


"T-tidak, lupakan soal aku! Maksudku bukan itu!"


Haruya merasa bahwa kendali percakapan sudah berpindah ke tangan Yuuna.


Setelah menggelengkan kepalanya kuat-kuat, Haruya melanjutkan.


"Menurutku, Takamori-san yang paling cocok memerankan peran pangeran itu."


Ketika Haruya menyampaikan apa yang ingin dia katakan sejak awal, Yuuna tampak terkejut dan matanya membelalak.


"Eh, aku yang jadi pangeran?"


"Yap, aku merasa kamu sangat cocok untuk peran itu."


"Tidak, tidak... Aku kan perempuan, mana mungkin aku cocok jadi pangeran?"


Karena pertanyaan itu disampaikan dengan nada yang ragu, Haruya pun memberikan jawaban yang pasti.


"Menurutku, justru kamu sangat cocok loh jadi pangeran."


"...Eh, sungguh? Tapi mungkin itu cuma pendapat Akasaki-kun yang sedikit aneh... Iya, pasti begitu.”


Setengahnya, Yuna tampak mencoba meyakinkan dirinya sendiri, tapi Haruya bisa dengan tegas mengatakan bahwa peran pangeran ini memang cocok untuk Nayu-san.




Sore hari setelah jam pelajaran berakhir.


Seperti yang Haruya duga, semua orang setuju bahwa peran pangeran paling cocok untuk Takamori-san.


Dalam persiapan yang semakin matang untuk Festival Eiga, keputusan ini diambil dalam sekejap.


Awalnya, Yuuna ragu-ragu untuk menerima peran pangeran, dia merasa kalo dirinya tidak cocok... tapi setelah melihat seluruh kelas memilihnya, dia tidak bisa menolaknya lagi.


Seolah berkata, 'Tuh kan?', Haruya menatap Yuuna dari depan kelas. Ketika mata mereka bertemu, Yuuna dengan cepat mengalihkan pandangannya.


Setelah memeriksa naskah, hanya ada beberapa perbaikan kecil yang diperlukan, jadi sekarang kelas akan fokus pada latihan drama.


Tim kostum berkata, "Kami akan membuat kostum terbaik untuk Takamori-san dan Himakawa-san, jadi pastikan kalian mengatur anggarannya dengan baik!" sambil memberikan semangat kepada panitia pelaksana.


"Buat kami terkesan dengan peran pangeran dan putrinya... kalian berdua."


"Eh~ Bukankah mereka berdua sangat cocok sebagai pasangan?!"


Sara dan Yuna menjadi pusat perhatian di kelas, bercanda dan tertawa bersama.


Dalam momen seperti ini, panitia pelaksana biasanya berada di luar lingkaran.


Karena meskipun mereka adalah panitia, tugas mereka lebih fokus di belakang layar.


Saat Haruya sedang memikirkan hal ini,


"Pemeran utama—Sara Himakawa, Yuuna Takamori."


Rin menatap tulisan di papan tulis  sambil mengepalkan tangan di depan dadanya.


Dengan tatapan penuh tekad, entah apa yang sedang dipikirkannya? 


Apa yang tersembunyi di balik matanya saat dia memandang Sara dan Yuna?


Haruya hanya bisa berharap kaalo ketakutannya itu bukan sesuatu yang berdasar.




Setelah pelajaran selesai, rapat rutin panitia pelaksana dimulai.


Seperti biasa, setelah laporan tentang kondisi setiap kelas selesai, ketua rapat memberikan senyuman cerah dan berkata. 


"Kurasa kita sudah mulai lebih akrab, jadi aku pikir sudah waktunya untuk memutuskan sesuatu..."


Meskipun baru beberapa hari berlalu, panitia pelaksana terlihat semakin akrab. Terutama di antara anggota yang lebih ceria, beberapa sudah dianggap sebagai 'teman selamanya.' Hal ini terutama berlaku untuk semua anggota yang mirip gal, tapi, Rin tidak termasuk dalam kelompok tersebut.


Ngomong-ngomong, 'teman selamanya' berarti 'teman untuk selamanya'.


(...Aku belum akrab dengan siapa pun di sini... Jadi bolehkah aku tidak ikut memutuskan?)


Haruya tahu apa yang akan dikatakan pemimpin rapat berikutnya, jadi dia berpikir seperti itu dalam hatinya.


Tapi, seperti yang dia duga, pemimpin rapat melanjutkan tanpa ampun. 


"Kita akan memutuskan acara untuk panitia pelaksana...!"


Saat itu juga—


""""Weeeee!""""

 

Ruangan rapat tiba-tiba dipenuhi dengan sorakan. Sepertinya ini adalah suasana yang biasa bagi mereka, dan Haruya kagum bahwa tipe 'Weee!' seperti ini memang benar-benar ada.


Para gadis yang tampak tang terlihat seperti gal langsung memimpin sorakan, dan Rin pun berteriak 'Wooooo!' dengan semangat yang lebih tinggi dari biasanya.


Bahkan gadis-gadis gal tampak terkejut dengan semangat Rin.


...Sebenarnya, hampir semua orang di ruangan itu memusatkan perhatian mereka pada Rin.


(Oh, oh... semangatmu luar biasa. Kohinata-san)


Haruya tidak bisa tidak memperhatikan energi yang dipancarkan oleh Rin.


Setelah sorakan mereda, mereka mulai mempertimbangkan apa yang akan dilakukan oleh panitia pelaksana tahun pertama.


- Menari bersama


- Menyelenggarakan live dengan satu orang sebagai pusat


Ini adalah dua pilihan  yang dianggap dapat dilaksanakan.


Biasanya, acara yang dilakukan oleh panitia pelaksana di Festival Eiga adalah menyanyi atau menari, dan dijadwalkan akan ditampilkan sebagai penutup festival.


Alasan panitia pelaksana mengadakan acara seperti itu adalah karena waktu mereka untuk berpartisipasi di kelas lebih sedikit, jadi ini semacam pengganti untuk mereka. 


Selain itu, karena mereka cenderung menjadi akrab satu sama lain selama menjalankan tugas, acara ini juga dimaksudkan untuk mempererat hubungan di antara mereka para panitia, seolah-olah panitia pelaksana adalah kelas kedua mereka.


"Jadi, apa kita akan menari atau menyanyi? Jika kita memilih menyanyi, kita juga perlu memutuskan siapa yang akan menjadi center-nya nanti. Apa kalian semua sudah siap?"


Keputusannya di ambil berdasarkan suara terbanyak. Setelah semua orang mengkonfirmasi pilihan mereka, pemimpin mulai mengambil suara.

 

Tentu saja Haruya sudah memikirkan matang-matang pihak mana yang akan dia pilih.


Tentu saja dia memilih 'menyelenggarakan live dengan satu orang sebagai pusat.'


Sebab kalo mereka memilih 'menari bersama', itu berarti Haruya juga harus menari, dan dia benar-benar tidak ingin itu terjadi.


Jika mereka lebih memilih untuk menyelenggarakan live, dia bisa bekerja di balik layar, seperti mengatur panggung atau mengurus sound system.


Ketika Haruya melihat bahwa hampir separuh suara  mendukung 'menari bersama,' Haruya mulai merasa cemas.


(Oh tidak, jangan sampai menari... aku benar-benar tidak ingin itu terjadi.)


Setelah pemungutan suara selesai, dengan selisih tipis, pilihan 'menyelenggarakan live dengan satu orang sebagai pusat' berhasil menang.


Haruya merasa lega dan menghela napasnya dalam-dalam.


"Ngomong-ngomong, Aku ingin bertanya, apa ada di antara kalian yang bisa memainkan alat musik? Kalo aku, aku bisa main alat musik."


Saat itu, Sayuki Kawada mengangkat tangannya dan berbicara.


Beberapa siswa terlihat kaget dan bahunya tersentak karena kehadiran Sayuki yang cukup mengintimidasi.


Tiga siswa lainnya juga mengangkat tangan, semuanya tampak seperti gadis-gadis gal. Mereka sepertinya termasuk tipe yang sama dengan Sayuki.


Setelah memastikan hal ini, Sayuki menoleh ke pemimpin dan berkata pada pemimpin,


"Bagaimana kalau kita buat band saja? Pasti  itu akan seru."


"Band, ya. Kalau kita bisa mengatur waktu latihan, sepertinya itu bisa dilakukan... Bagaimana menurut kalian?"


Seperti yang diharapkan, mungkin tidak ada siswa yang berani menentang Sayuki, jadi tidak ada yang mengajukan keberatan.


"Baiklah, kalau begitu kita akan mempertimbangkan band sebagai pilihan yang serius. Sekarang kita perlu menentukan siapa yang akan jadi vokalis—"


Sebelum pemimpin rapat sempat menyelesaikan kalimatnya, seorang siswa dengan semangat mengangkat tangannya.


"...Ya! Tolong biarkan aku melakukannya."


Rin Kohinata-lah yang dengan lantang menyatakan ini di depan semua orang.

 

"Jika Kohinata-san yang akan melakukannya, itu akan sangat meyakinkan. Apa ada yang lain yang ingin mencobanya juga?"


"......."


Sepertinya tidak ada siswa lain yang ingin mengajukan diri selain Rin.


Memang, terlepas dari bagus atau tidaknya suaranya, dari segi penampilan, Kohinata adalah yang paling cocok untuk menjadi pusat perhatian di antara mereka.


Itu adalah kesimpulan yang sama yang dimiliki oleh semua orang yang hadir di ruangan itu.


Menyadari bahwa tidak ada kandidat lain selain dirinya, Rin menghela napas ringan dan mengepalkan tinjunya. 


Sementara itu, Haruya merasa seperti tidak berpengaruh sama sekali.


Setelah acara yang akan diadakan oleh panitia pelaksana diputuskan, setiap siswa diberi waktu untuk beristirahat.


Tapi, di sinilah masalahnya...


"Ruangan ini panas sekali. Beberapa anak dari kelas lain sudah keluar untuk membeli barang, jadi mungkin ada yang bisa pergi membeli es krim dan minuman? Uangnya nanti aku yang urus."


Meskipun kegiatan berlangsung setelah jam sekolah, tapi ini masih musim panas. Sebagian besar siswa merasa gerah dan mulai mengipas-ngipas diri mereka dengan seragam mereka.


Saat rapat berlangsung, mereka mungkin terlalu fokus sehingga mereka tidak terlalu memperhatikan panasnya, tapi begitu waktu istirahat tiba,  mereka mulang mengeluhkan tentang panas cuaca hari ini. 


Banyak yang menyetujui usulan Sayuki, dan pemimpin rapat juga ikut mendukung ide tersebut.


"Baiklah, bagaimana kalau kita adakan pertandingan janken (batu-gunting-kertas) antar kelas? Tim yang kalah harus membeli es krim dan minuman untuk kelas lainnya."


Dan begitulah, pertandingan janken untuk menentukan siapa yang harus membeli es krim dan minuman pun dimulai.




"Aku benar-benar minta maaf karena telah merepotkanmu..."


"Tidak, aku tidak terlalu peduli juag, jadi tidak papa."

 

Haruya dan teman-temannya keluar untuk membeli es krim dan minuman sambil berjalan di sepanjang jalan setapak yang ditutupi rumput musim panas yang subur. 


Rin dengan percaya diri mengikuti janken, tapu sayangnya dia kalah telak.


Hanya Rin yang memilih 'gunting,' sementara yang lain memilih 'batu.' Dan hasilnya sudah diputuskan hanya dalam satu putaran, yang membuat Haruya merasa cukup terkesan dengan kemungkinan yang terjadi itu.


Sebagai catatan, Haruya sebenarnya merasa senang disuruh pergi membeli barang. 


Karena, saat mereka kembali, kemungkinan besar rapat kelompok sudah dimulai kembali.


Melihat Rin yang sedang lesu, Haruya tiba-tiba menanyakan sesuatu yang mengganjal di pikirannya.


"Ngomong-ngomong... Kenapa kamu mencalonkan diri sebagai center untuk pertunjukan band? Kohinata-san."


"Karena aku ingin melakukannya. Lagipula, itu terlihat keren, kan?"


"Begitu ya."


"Benar. Aku juga ingin menjadi idol yang bisa bernyanyi."


Rin tersenyum dan bahkan dia mulai bersenandung.


Haruya berharap ketakutannya tidak berdasar, tapi Haruya masih merasa seperti kalo Rin sedang memaksakan dirinya.


Sangat mudah untuk membiarkan segala sesuatunya apa adanya atau hanya berpura-pura tidak tau apa-apa. 


Tapi, jika itu dibiarkan, Haruya merasa Rin mungkin akan kelelahan suatu hari nanti.


Oleh karena itu, Haruya memutuskan untuk bertanya lebih dalam.


"Saat Himekawa-san dan Takamori-san terpilih sebagai Cinderella dan Pangeran, sepertinya Kohinata-san tidak terlihat bahagia. Apa ini ada hubungannya dengan itu?"


"Hah?"


Sepertinya Rin tidak menyangka kalo dia akan ditanyakan hal semacam itu.


Matanya melebar sesaat dan dia tersentak. Tapi, segera setelah itu, Rin kembali menjadi dirinya yang ceria seperti biasanya.


"...Tentu saja aku tahu. Perilaku di kelas dan saat menjadi panitia pelaksana sangat berbeda. Lagipula, aku tidak punya orang untuk menyebarkan cerita ini, jadi kau bisa menceritakannya padaku."


"...Haa."


Setelah beberapa saat terdiam, Rin menghela napas dan berbisik pelan.


"Iya. Tidak semua yang aku lakukan karena aku ingin. Baik sebagai wakil pemimpin, center, maupun sebagai panitia. Tapi aku merasa kosong."


Nada suara Rin lebih rendah dari biasanya.


Tidak ada kesan dibuat-buat seperti biasanya.


Haruya terdiam dan berhenti berjalan.


"..............."


"Eh, apa, setelah aku berbicara dengan serius, kenapa kamu malah diam saja, Akasaki-kun?"


Rin menatap Haruya dengan mata menyipit, karena terkejut.


"Aku tidak akan memberi saran atau apa pun. Aku hanya akan mendengarkan apa yang akan kamu katakan saja. Tapi ku pikir mungkin itu akan membuat segalanya lebih ringan."


"Begitu ya," bisik Rin.


Rin sedikit mengangkat sudut bibirnya dan berkata,


"Sepertinya  sekarang aku merasa sedikit mengerti. Dulu itu misteri bagiku."


"Apa yang kamu maksud?"


"Kenapa Sara-chin dan Yuuna-rin peduli denganmu."


"...Eh?"


"Jangan pura-pura tidak tahu."


Sambil terkikik, Rin maju selangkah ke depan Haruya.


"Ayo, kita beli! Es krim dan minuman."


Sementara mendengar suaranya, Haruya berpikir, (Kenapa dia bisa tau... perasaan, kalo aku bersama mereka  aku terus memastikan kalo aku tidak diperhatikan orang lain.) Haruya lalu menggelengkan kepalanya. 


Haruya dan Rin  pergi ke supermarket karena membeli di toko serba ada akan memakan biaya dua kali lipat. Di dalam supermarket, tidak ada siswa SMA lain kecuali mereka, jadi Haruya dan teman-temannya mungkin satu-satunya yang ada di sini.


Haruya memeriksa kertas catatan yang diberikan sebelumnya dan memasukkan minuman yang diinginkan ke dalam keranjang.


Sebagian besar pilihan adalah minuman yang sesuai dengan musim panas seperti minuman olahraga dan energi, yang sedikit membuatnya tersenyum. Ada juga beberapa siswa yang meminta kopi hitam, yang membuatnya merasa sedikit akrab.


Saat keranjang semakin berat karena minuman, Rin kemudian bertanya. 


"Minuman apa yang kamu suka, Akasaki? Kamu mau minum apa?"


Haruya menjawab sambil melihat ke rak yang memajang berbagai jenis minuman.


"Aku suka kopi hitam. Tapi sekarang aku tidak mood untuk meminum itu, jadi aku berniat membeli teh."


"Eh, jadi kamu suka kopi hitam? Jangan-jangan kamu cuma mau tampil keren di depan wanita?"


Rin menyipitkan matanya dengan sikap mengejek.


"Bukan begitu. Memang, minum kopi hitam bisa membuatku terlihat lebih dewasa, tapi... aku sebenarnya suka kopi hitam panas."


"Begitu. Jadi kamu minum kopi hitam yang asli di kafe?"


"Ya, kadang-kadang..."


Haruya dengan tenang memilih kata-katanya sambil membuang muka.  Ini juga hanya untuk menghindari ketahuan bahwa dia adalah 'onii-san si pelangan tetap.'


"Hehe..."


Rin menghela napas kecil seolah mengatakan 


"Apa ini aneh?" 


Tatapannya kemudian beralih ke Haruya dan dia melanjutkan,


"Maaf, ini hanya pikiranku. Aku punya kenalan yang seumuran denganmu dengan Akasaki-kun... dan aku selalu minum kopi bersamanya, tapi aku belum bertemu denganya  akhir-akhir ini, jadi aku pikir dia mungkin merasa kesepian."


"Ngomong-ngomong, kenapa kalian belum bertemu?"


Mungkin terkejut dengan tanggapannya, Rin mengeluarkan suara "Eh" sebelum dia melanjutkan dengan normal.


"Itu karena festival Eiga. Aku akan mengabaikan segalanya demi tampil maksimal di festival itu..."


Sambil mengatakan itu, Rin mengambil botol minuman dan dia mendekati Haruya.


"...Aku akan memilih air. Itu cocok dengan diriku saat ini."


Haruya bertanya-tanya apa Rin menganggap air yang tidak berwarna itu kosong dan tidak berarti?


Setelah akhirnya memasukkan minuman mereka ke dalam keranjang, mereka pindah ke bagian es krim.


"...Ah, aku tidak butuh es krim."


"Ya. Sebenarnya aku juga tidak terlalu ingin es krim."


Mereka memiliki pemahaman yang sama tentang minuman yang diinginkan, namun es krim tidak begitu penting. Mereka terus memasukkan es krim ke dalam keranjang sesuai dengan permintaan sebelumnya.


"Tapi, karena kita sudah datang jauh-jauh kesini untuk membeli ini, bagaimana kalau kita bagi ini?"


"Ah, itu pilihan yang bagus, Akazaki-kun." 


Haya lalu menunjukkan pilihan es krim Papico ke Rin.


"Antara kopi atau putih. Yah keduanya boleh sih, tapi yang mana yang kamu suka, Kohinata-san?"


"Kalau begitu, aku lebih suka yang putih, jadi aku pilih itu."


Dengan begitu, pilihan es krim mereka sudah ditentukan.


Sambil membayar di kasir, Haruya mengeluarkan Papico dari kantong kresek dan memberikannya pada Rin.


"Hmm, terima kasih."


Meskipun di luar sudah agak gelap, tapi makan es krim sambil menuju sekolah bukaanlah ide yang buruk. 


Rasanya seperti melakukan sesuatu yang sedikit nakal, dan Haya merasa sedikit puas.


Sambil menghisap Papico, Rin tiba-tiba berkata,


"Berbagi Papico di musim panas rasanya seperti pengalaman masa muda."


"Lebih dari sekadar rasanya, kita benar-benar sedang menjalani masa muda, kan? Sebagai panitia pelaksana."


"Ya, begitulah. Tapi aku sebenarnya sangat mengidamkan hal semacam ini."

 

Dengan berjalan sambil bersenandung, Rin sepertinya sedang dalam suasana hati yang baik. 


Sepertinya usulan Haruya untuk membeli Papico  benar-benar disukainya. 


Di tengah angin hangat yang berhembus, rasa dingin dari Papico terasa menyegarkan.


Dalam keheningan, hanya terdengar suara langkah kaki mereka dan suara mengunyah Papico. 


Saat Haruya bertanya-tanya kenapa dia berpikir saat seperti ini tidak terlalu buruk, dua bayangan tiba-tiba berhenti di depan Haruya dan Rin.

 

Mungkin mereka juga siswa SMA, tapi karena desain seragamnya berbeda, sepertinya mereka dari sekolah lain.


Dua gadis itu kemudian mendekati Haruya dan Rin seolah mengatakan mereka telah melihat sesuatu yang menarik.


...Melihat itu Haruya punya firasat buruk.


Rin tiba-tiba berhenti dan membeku di tempatnya, seolah dia ketakutan.


"Kohinata-chan, lama tak jumpa~"


"Oh, ada seseorang yang tak terduga di sini."


Dari arah mereka, Haruya tidak merasakan adanya tanda-tanda permusuhan. Tapi walaupun begitu dengan waspada, Haruya berdiri di depan Rin.


"Sepertinya dia tidak nyaman, jadi bisakah kalian pergi?"


"Ah, seharusnya dia tidak ada alasan untuk merasa tidak nyaman. Kami hanya ingin menyapa. Kami teman satu sekolah."


Rin memeluk tubuhnya sendiri dan wajahnya semakin terlihat pucat.


Jelas sekali, ada sesuatu yang salah.


"Ngomong-ngomong, Kohinata-chan. Jadi kamu ikut festival Eiga, ya? Memang kamu pintar. Jadi sekarang kamu berusaha keras tampil berbeda ya, pacaran sambil makan Papico setelah sekolah? Lucu dan tampaknya cocok denganmu, ya, Kohinata-chan?"


"Dia bukan pacar ku. Bisakah kalian pergi?"


Haruya tidak merasakan apa pun selain kedengkian atas apa yang baru saja dia katakan, jadi dia mengeluarkan suara yang sedikit lebih tegas.


"Kan kami hanya menyapanya saja."


"Benar banget."


Sambil mengatakan itu, kedua gadis tersebut pergi.


(Tentang apa semua ini?  Kohinata-san adalah anak pemurung? Apa dia juga bersekolah di SMP yang sama dengan mereka berdua?)


Meskipun ada banyak yang mengganjal di pikirannya, tapi Haruya dengan lembut mengusap punggung Rin saat dia terlihat putus asa.


"Mereka suudah pergi. Jadi tidak apa-apa."


"...Maaf. Terima kasih, Akasaki-kun. Hanya untuk hari ini, aku menjadi seperti ini. Jadi, aku akan pulang sekarang. Mulai besok, aku akan berubah... Akan kutunjukkan  kalo aku sudah berubah."


Setelah mengatakan itu, Rin berdiri dan buru-buru meninggalkan tempat itu.


Punggung dan suaranya menunjukkan, 'Jangan ikuti aku!' jadi Haruya tidak bisa berbuat apa-apa selain melihatnya pergi.


Papico yang jatuh ke tanah sudah meleleh sepenuhnya.


Sekarang, sambil menganggap kalo Rin mungkin pulang dengan alasan tertentu, Haruya memutuskan untuk kembali ke tempat panitia pelaksana dan melakukan tugasnya.




Aku harus berubah.


Aku harus menjadi istimewa. 


Itulah yang kupikirkan, tapi setelah aku melihat kedua orang itu, aku sadar kalo tidak ada yang berubah.


Aku harus meningkatkan usahaku... aku harus berusaha lebih keras lagi...


───Untuk menjadi diriku sendiri.


Kohinata Rin menguatkan diam-diam menguatkab tekadnya.




Tak terasa, persiapan Festival Eika sudah memasuki tahap akhir. Meski hari-hari yang sibuk terus berlalu, Haruya merasa semakin terbiasa dengan pekerjaannya sebagai panitia pelaksana, sehingga hari-hari yang sulit terasa semakin berkurang.


Rin, setelah hari itu, seolah-olah hari itu tidak pernah terjadu sebelumnya. Sejak keesokan harinya, dia menjadi jauh lebih ceria dan aktif dalam berbicara sebagai panitia pelaksana, serta semakin dia semakin bekerja keras.


Acara yang diselenggarakan oleh panitia pelaksana akhirnya diputuskan berupa pertunjukan band, dan Rin sedang berlatih untuk band tersebut. Awalnya, Kawada Sayuki mengeluh, tapi kini mereka sudah berbaur dengan baik dan menjadi akrab.


Sementara itu, Haruya  terlibat  dengan pekerjaan pembuatan pamflet dan urusan administrasi, sehingga dia tidak tahu bagaimana latihan mereka.


Dalam drama kelas, Haruya tetap berada di belakang layar dan tidak lagi terpilih sebagai pemeran utama.


Sara, terlihat kecewa, tapi Haruya saat ini berada di panitia eksekutif, jadi Sara memaklumi dengan alasan menjadi panitia pelaksana. 


Itu adalah alasan yang cukup tepat.


Haruya merasa kalo dia harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin. Latihan drama terasa sangat membisankan sehingga seluruh kelas menjadi semakin tidak termotivasi dari hari ke hari... 


Tapi, semangat kelas kembali naik setelah kaos kelas telah selesai dibuat dan dibagikan. Dan juga ketika kostum untuk drama selesai dibuat ...mungkin itulah saat dimana semangat mereka meningkat paling besar..


Sara mengikat rambutnya menjadi ekor kuda, dan Yuna mengikatnya menjadi sanggul dan menutupinya dengan topi.


Kostum yang mereka kenakan adalah gaun putih bersih dan seragam militer hitam. Kelas benar-benar heboh melihat penampilan mereka,  karena mereka terlihat seperti seorang putri dan pangeran.


"Sepertinya aku dilahirkan untuk hari ini───"


"Dengan kostum yang luar biasa ini, kita juga harus berusaha agar tidak tampil mengecewakan──"


Semangat kelas untuk drama pun memuncak pada saat itu.


Kini, kesalahan yang terjadi semakin berkurang dan penampilan para pemeran utama semakin terasah.


───Jadi, tinggal beberapa hari lagi menuju Festival Eika.


Meskipun merka sudah sibuk hampir setiap hari-hari, acaranya semakin dekat.


Saat Haruya sedang berendam di bak mandi, dia merenungkan kembali semua itu. Hatinya dipenuhi perasaan aneh, seolah-olah itu sudah lama sekali, tapi begitu singkat.


Haruya berharap kalo semuanya akan berjalan lancar hingga akhir, sambil mengangkat tangan ke langit.


 ...Itu seharusnya yang terjadi, tapi, keesokan harinya setelah sekolah.


Saat melakukan pengecekan akhir dengan panitia pelaksana, Kawada Sayuki tiba-tiba menepuk bahu Haruya.


"Kau tahu. Ada sesuatu yang ingin kutanyakan pada mu Akasaki-kun. Boleh?"


Ini hal yang jarang terjadi. Ini adalah pertama kalinya dia berbicara dengan Haruya. 


Haruya terkejut dan menunggu sambil diam, lalu dia mengatakan bahwa yang ingin dibicarakan adalah Rin.


"Rin-chan menurutku sepertinya dia terlalu memaksakan diri. Aku rasa dia berusaha terlalu keras. Jadi aku berharap kamu, sebagai teman sekelasnya, bisa membantu dan mendukung dia...  kurang lebih seperti itu."


Sebenarnya, sejak hari itu, Rin telah berubah. Sejak dia bertemu dengan dua gadis yang pernah berada di SMP yang sama denganya, Rin menjadi jauh lebih ceria dan aktif sebagai panitia pelaksana.


Itu sendiri mungkin merupakan hal yang baik, tapi Haruya merasa sepertinya Rin terlalu memaksakan dirinya.


Kekhawatiran Kawada Sayuki adalah hal yang wajar.


"...Baiklah. Akan sangat membantunya kalo kamu juga bisa memberinya dukungan."


"Aku sudah melakukannya, tapi dia terus-menerus mengatakan kalo semuanya baik-baik saja."


"....."


Meskipun dia terlihat menakutkan, ternyata dia memiliki hati yang lembut. Haruya merasa sedikit aneh dengan perbedaan itu. 


Mau tak mau Haruya tersenyum  pada celahnya itu, dan dia dengan  tenang, memberikan tanggapan.


"Akasaki-kun, tersenyum seperti itu tidak sopan tau."


"Maaf, maaf. Tapi aku mengerti aku akan berusaha mengenai masalah Kohinata-san."


Setelah latihan band dimulai, Kawada Sayuki terus berada di sisi Rin.


Pasti kekhawatiran itu tidak salah.

 

Sampai hari pementasan tiba, Haruya merasa kalo dia harus membantu Rin melepaskan beban yang ada di hatinya.


Karena Haruya merasa seolah-olah Rin ingin memikul semuanya sendirian.


Haruya juga menyadari bahwa Rin tidak pernah menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya bahkan di kedai kopi...

 

Setelah pengecekan akhir selesai, sekolah dihiasi dengan dekorasi yang indah dan meriah.


Suasana festival budaya sudah terasa di sana.


Saat mereka berdua berada di depan loker sepatu, Haruya mulai berbicara pada Rin.


"...Kohinata-san. Uhm... aku ingin minta tolong sesuatu padamu."


"Eh, apa itu? Akasaki-kun."


"Aoa kau mau pergi karaoke bersamaku? Aku ingin mendengar suaramu sebelum acara."


"Haha. Itu cuma alasan mu buat mengajak ku untuk kencan, kan, Akasaki-kun?"


Rin menggoda Haruya seperti biasanya sambil tertawa kecil. Tapi, Haruya tetap dengan wajah serius.


Haruya telah mengambil keputusan. Itu mungkin tercermin dari ekspresinya.  Melihat keseriusannya, Rin tiba-tiba menghela bapasnya .

 

"Hah, kamu ini terlalu khawatir. Akan ku buktikan kalo suaraku ini baik-baik saja♪"


"...Terima kasih."


Setidaknya, dia berhasil mengajak Rin ke karaoke. Haruya merasa senang  dia mendapat tanggapan seperti itu dari Rin.


"Mungkin kita sudah lama tidak berbucara berdua seperti ini."


"...Ya."


Akhirnya, Rin dan Haruya berangkat menuju karaoke.


Sepanjang perjalanan, keduanya terdiam.


Biasanya, Rin yang ceria akan mencari topik untuk dibicarakan, tapi saat dia melihat keseriusan Haruya, dia memutuskan untuk menahan diri.


Setibanya di ruang karaoke, mereka memilih minuman dan masuk ke dalam ruangan.


Setelah duduk di sofa dan meneguk melon soda, Rin mulai berbicara.


"──Persiapan untuk Festival Eiga memang melelahkan, ya~. Semakin hari semakin sibuk, rasanya seperti waktu berlalu  sangat lama tapi juga sangat cepat, aneh ka ."


"Benar. Aku juga merasa hal yang sama."


"Jadi...? Alasan kenapa kamu tiba-tiba memberitahuku dengan wajah serius kalo kamu mengkhawatirkan nyanyianku... apa itu karena Sayucchi?"


...Sayucchi, kah? 


Pasti itu panggilan untuk Kawada Sayuki.


Haruya tidak bisa menyembunyikan kebingungannya melihat seberapa dekat mereka berdua selama latihan band.


(...Eh, Sayucchi? Sampai sebelum latihan band dimulai, Kohinata-san...Aku merasa seperti dia terintimidasi oleh gadis bergaya gal itu...)


"Ternyata, Sayucchi yang memberitahumu, ya."


Mungkin itu terlihat jelas dalam ekspresinya Haruya, tapi Rin menghela nafas seolah dia bisa melihat menembus dirinya.


"Bukan apa-apa, hanya aku yang merasa khawatir saja..."


Haruya mengalihkan pandangannya dari Rin sambil mengambil remote.


Bahkan dengan ekor matanya, dia bisa merasakan tatapan tajam Rin yang menusuknya.


Haruya mengambil remote itu tanpa sadar, tapi tatapan Rin seolah-olah mengatakan 'Kamu akan bernyanyi, kan?' Rasanya seperti dia memohon.

 

"Akasaki-kun, aku menantikan untuk mendengar suaramu."


"...Kamu belum lupa kan tujuan memanggilku hari ini, kan?"


"Ah, iya. Aku hanya perlu memperdengarkan laguku, kan?"


"...Ya, kalau sudah paham."


Sebenarnya, itu hanya untuk mencairkan suasana. Agar Rin lebih mudah membuka hatinya dan menghilangkan topeng besi yang dia kenakan...


Tapi,  Haruya kalu tersadar kalo hanya sedikit lagu yang bisa dia nyanyikan.


(Aku sebenarnya tidak pandai menyanyi...)


Mungkin karena dia tidak  berniat untuk menyanyi, Haruya tiba-tiba merasa panik pada saat itu.


Lalu, apa yang harus dia lakukan sekarang?


Sambil berpura-pura tenang, dengan taktik darurat, Haruya memilih sebuah lagu...


"~~~~~♪"


Begitu melodi mulai mengalir, wajah Rin langsung berkerut.


Tanpa memperhatikan ekspresi Rin, Haruya mulai menyanyi dengan wajah yang ceria.


Setelah selesai menyanyi dan duduk kembali, Rin langsung berkata,


"Akasaki-kun, menyanyi lagu konyol hanya karena kamu tidak pandai menyayi, itu sama sekali tidak lucu."


Suaranya sangat rendah. Serius, menakutkan...


Apa wajah asli Rin sedingin ini?


Saking dinginnya, Haruya sampai berkeringat dingin.


"Maaf..."


Sambil mengepalkan tangan di atas lututnya dan menundukkan badan, Rin menghela napas ringan.


"Astaga.  Bahkan jika kamu tidak pandai dalam hal itu, tidak apa-apa bagimu untuk bernyanyi dengan sekuat tenaga. Aku malah senang seperti itu... Sejujurnya, aku tidak peduli jika kamu buruk atau tidak. Nah, sekarang giliran aku ya~"


Haruya bertanya-tanya kemana perginya suara dinginnya yang tadi, tapi Rin dengan riang mengambil remote control, dia terlihat seperti dia sedang bersenang-senang.


"Baiklah, kalau begitu, kurasa aku akan membuktikan betapa bagusnya aku dalam menyanyi."


Dia berdiri dari kursi dan membawa mikrofon ke mulutnya.


Rin mulai bernyanyi mengikuti melodi yang mengalun.


(...Itu bagus sekali. Nyanyiannya terlalu bagus, membuat nyanyianku tadi terlihat makin buruk...)



Nyanyiannya tak bisa dikritik sama sekali. Bahkan, dia mendapat  95 poin.


Apa yang bisa Haruya katakan pada Rin yang memperlihatkan tanda kemenangan 'V' padanya hanyalah...


"Kamu menyayi dengan sangat bagus, aku bahkan samapi kaget."


Itu hanyalah komentar biasa.


"Terima kasih. Satu lagu saja sudah cukup untuk menunjukkan betapa bagusnya aku, kan?"


"Tentu. Karena Kohinata-san juga pasti sangat berfokus pada dekorasi sekolah, aku tidak menyangka akan seperti ini."


Dia tidak hanya berfokus pada latihan band, tapi juga dia ikut berperan aktif dalam dekorasi sekolah.


Jumlah pekerjaannya pasti cukup banyak.


"Ahaha. Karena sibuk dengan pekerjaan sebagai panitia pelaksana, kita jadi tidak benar-benar tahu keadaan masing-masing. Tapi tampaknya Akasaki-kun berjalan dengan baik."


"Ya, aku sudah mulai terbiasa dengan pekerjaan ini. Tapi Kohinata-san juga kelihatannya jauh lebih ceria dibandingkan saat awal menjadi panitia pelaksana."


"Ahaha. Memang, kan hari itu sudah ku bilang. Aku akan berubah."


Hari yang dimaksud mungkin adalah ketika dia bertemu dengan dua siswi itu. 


Sebelumnya, Rin tampak agak tidak mencolok di antara panitia pelaksana, tapi mulai hari berikutnya, kehadirannya menjadi lebih menonjol. Tentu saja, Rin di kelas juga tetap ceria.


Tapi, perubahan itu membuatku sedikit khawatir.


Karena, aku sudah menyadari bahwa sosok 'Kohinata-san’ yang ada di kedau Kopi adalah sebuah peran.


"Mungkin ini agak berlebihan, tapi... karena kita sama-sama berada di panitia pelaksana, kalo kamu merasa tertekan, kamu bisa berbicara padaku."


"Ahaha. Akasaki-kun kau aneh ya~ Awalnya kau seperti tidak menyukaiku, tapi sekarang kau malah jadi sangat perhatian. Apa mu ungkin kamu sudah jatuh cinta padaku?"


Tampaknya sikap Haruya berubah setelah mengetahui bahwa dia adalah Kohinata Rin dari kedai kopi langanannya.


Haruya lalu menggelengkan kepalanya untuk menjawab.


"Tidak. Aku hanya khawatir kalau kamu benar-benar tertekan..."


Alis Rin berkedut sesaat setelah dia mendengar kata-kata itu. Lalu, seolah tidak terjadi apa-apa, dia membuka mulutnya.


"...Aku tidak benar-benar tertekan. Aku hanya sedikit berusaha lebih keras saja."


Karena berusaha melakukanyang terbaik sampai memaksakan diri, itu saja sudah melampaui batas, itulah kenapa Haruay merasa khawatir...


Melihat ekspresi Haruya, Rin menghela napas dalam-dalam.


"Usaha keras untuk terlihat lebih baik... yah, aku akui kalo aku sedang berusaha keras. Dan itulah yang membuatmu khawatir, kan, Akazaki-kun?"


"Eh..."


"Ahaha. Kamu kira aku tidak menyadarinya? Aku tidak berpikir kamu memanggilku hanya karena alasan 'khawatir soal nyanyianku'."


"........."


Tapi kenapa kamu tetap datang?


Menyadari pertanyaan tersembunyi Haruya, Rin mulai berbicara.


"Saat LHR (Long Homeroom), kadang-kadang kamu memandangku dengan cemas, Akasaki-kun. Aku bisa merasakannya."


"Oh, begitu..."


"Ya. Tapi pandangan dan kekhawatiranmu itu sudah mulai menggangguku. Jadi, aku memutuskan untuk memenuhi panggilanmu."


Ekspresi wajahnya persis seperti wajah cerah Rin Kohinata yang biasanya. Tapi, setiap kata-katanya menusuk hati Haruya.


"Akasaki-kun..."


Rin melanjutkan, bayangan jatuh di wajahnya.

 

Suasana tiba-tiba berubah, membuat Haruya menahan napas.


"Aku baik-baik saja... Lagipula, tugas panitia segera selesai. Jadi, jangan khawatir lagi."


"..........."


'Rin-chan, sepertinya dia sedang memaksakan diri...'


Kata-kata Kawada Sayuki tiba-tiba terlintas di benaknya.


Haruya merasa Rin seperti sedang memaksakan dirinya.


Dia bahkan tidak bisa berkata 'Aku mengerti', atau sekadar mengangguk.


Melihat Haruya yang kebingungan, Rin dengan acuh tak acuh menggaruk kepalanya sambil bergumam, "Ahh..."


"──Aku sudah bilang kalo aku baik-baik saja! Berapa kali aku harus mengatakannya? Coba bayangkan rasanya terus-menerus mendapat tatapan sedih seperti itu setiap kali! Dengar ya? Festival Eiga sudah dekat. Setelah itu selesai, semuanya akan berakhir! Akasaki-kun, jangan terlalu memikirkan hal-hal aneh... itu membuatku kesal."


Dengan jari menunjuk tajam ke arah Haruya, Rin menyelesaikan ucapannya.


Dia kemudian duduk, memalingkan wajah seolah merasa jengkel.


Pada awalnya, Haruya terkejut dengan perubahan sikap Rin yang tiba-tiba, tapi tak lama kemudian, dia tertawa kecil.


"Apa yang lucu? Ini yang kamu inginkan, kan?"


"Bukan itu, hanya saja... akhirnya aku bisa melihat sisi asli Kohinata-san."


"Karena kamu begitu gigih... aku jadi merasa bodoh kalau terus berpura-pura."


Nada bicaranya yang biasanya manis dan ceria kini berubah menjadi sedikit dingin.


Namun, hanya sesaat, karena kemudian dia kembali ke sikap cerianya yang biasa.


"──Bagaimanapun, kamu lebih suka yang ini, kan? Daripada melihatku dengan mulut pedas seperti tadi?"


"Entahlah. Menurutku... aku senang bisa melihat sisi aslimu. Itu membuatku merasa lega."


Haruya belum pernah melihat Rin berbicara seperti ini bahkan di kedai kopi tempat mereka sering bertemu.


Jadi, dia merasa lega bisa membiarkan Rin mengungkapkan sedikit perasaannya, meski hanya sedikit.


Karena selama ini dia khawatir karena dia tidak bisa membalas semua kebaikan Rin di kedai kopi itu.


Seolah-olah perasaan itu terlihat di wajahnya, Rin mengatakan sesuatu dengan ekspresi tidak menyenangkan di wajahnya.


"...Aku tidak suka."


Setelah itu, dia melanjutkan.


"Semua orang menjalani hidupnya dengan berpura-pura menjadi diri mereka sendiri. Bisakah kau menerima siapa diri mu yang sebenarnya? Itu tidak mungkin. Komunitas dan masyarakat terdiri dari kebohongan."


"───Itu tidak..."


"Kamu tidak bisa mengatakan 'tidak', kan? Kamu juga pasti tidak bisa memperlihatkan sisi aslimu, Akasaki-kun. Kalau begitu, beranikah kamu menunjukkan isi hatimu yang sebenarnya?"


Haruya terdiam, tak bisa menjawab.


Kata-katanya tersangkut di tenggorokan, dan dia tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.


Karena itu adalah kebenaran yang tak terbantahkan.


Haruya sendiri juga menyimpan rahasia yang tidak bisa dia ceritakan kepada siapa pun, jadi dia tidak mungkin bisa membantah itu.


"───Ya, kalo begitu kita sudahi saja pembicaraan yang suram ini. Ayo kita habiskan sisa waktu ini dengan menyanyi sepuasnya."


Rin lalu mengambil mikrofon, Rin kembali ke nada suara ceria yang biasa, dan mulai menyanyi sambil melihat ke monitor.


Tapi, suara indah Rin tidak sampai ke telinga Haruya.


...Jika Festival Eiga bisa berakhir tanpa masalah, semuanya mungkin akan berakhir. 


Tapi, apakah ini benar-benar tidak  masalah...?


Yang terlintas di benaknya adalah dua siswi yang oernah bertemu dengannya dulu.


Siswi berpenampilan gal yang pernah mengganggu Rin.


Baru-baru ini, Yuuina juga terlibat masalah dengan siswa dari sekolah lain, sehingga Haruya merasa firasat buruk yang terus menghantuinya sulit untuk dihilangkan.


Itulah sebabnya, dia merasa tidak tenang melihat Rin yang sepertinya sedang memaksakan diri.


Sambil melihat Rin yang tampak bahagia bernyanyi dengan mikrofon di tangannya, Haruya berpikir.


...Apakah semuanya akan baik-baik saja jika terus seperti ini?


Apa dia hanya akan berhenti pada sekadar melihat sedikit dari hati dan perasaan Rin tanpa benar-benar mengeluarkannya...?




Keesokan harinya, setelah menyelesaikan tugas sebagai panitia, Haruya mengunjungi ruang guru.


Ruangan itu sangat sejuk dan nyaman, mungkin karena pendingin udara yang cukup dingin. Di luar sudah gelap, dan para siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler kemungkinan besar sudah pulang.


Persiapan untuk festival Eiga sudah memasuki tahap akhir, dan suara langkah kaki serta obrolan para siswa yang masih bertahan hingga setelah jam sekolah masih terdengar samar-samar.


Haruya sempat berpikir bahwa guru yang ingin ditemuinya mungkin sudah pulang, tapi ternyata ketika dia menuju meja guru itu, orang yang dicarinya masih ada di sana.


"...Ada apa, Akasaki?" 

 

Wali kelasnya, yang sedang duduk dengan kaki bersilang, memandang Haruya dengan ekspresi bingung.


"Ada sesuatu yang ingin saya diskusikan..."  


"Begitu. Akasaki... akhirnya kamu memutuskan untuk bergabung dengan klub atletik, ya?"  


Guru wali kelasnya, mengatupkan kedua tangannya seolah dia masih ingin Haruya bergabung dengan klub atletik.


"Bukan, bukan soal itu."  


Haruya menjawab dengan nada sedikit kesal, dan walikeoasnya itu menggerutu, "Ah, membosankan," dengan nada mengejek.  


Haruya berharap gurunya tidak mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal seperti itu.


"Jadi, masalah apa? Dari tebakanku, ini tentang tugas panitia, ya?"


"Betul. Saya ingin berdiskusi soal tugas panitia..."


"Agak terlambat untuk itu, bukan? Festival Eiga tinggal beberapa hari lagi."


Wali kelasnya mengerutkan kening dan sambil memiringka kepalanya dengan sedikit bingung.


"Bukan soal pekerjaan, melainkan tentang Kohinata-san..."


"Oh, jadi kamu ingin bertanya tentang Kohinata?"


"Benar."


Haruya ingin tahu seperti apa Kohinata Rin dari sudut pandang wali kelasnya. Sejak insiden keributan basket yang melibatkan Yuuina, dia merasa bisa mempercayai pandangan wali kelasnya tentang orang-orang.


Haruay sebenarnya juga bisa saja langsung bertanya pada teman-temannya Run, Sara dan Yuina, tapi mereka sedang sibuk dengan persiapan drama kelas sekarang, apalagi mereka berdua adalah pemeran utama.


Selain itu, Haruya ingin menghindari kesalahpahaman kalo ini adalah masalah percintaan.


Oleh karena itu, dia juga tidak ingin bertanya pada  Kazuki yang duduk di belakangnya.


(Aku yakin kalo aku bertanya langsung tenatng  murid seperti apa Kohinata-san, mereka pasti akan langsung mengaitkannya dengan percintaan dan menuduhku menyukainya.)


Itulah alasan kenapa Haruay memutuskan untuk bertanya pada wali kelasnya.


"Saya ingin tahu pandangan Anda tentang Kohinata-san sebagai seorang siswa."


"Kenapa kamu ingin tahu itu?"


"Sepertinya dia sedang memaksakan diri..."


"Apa kamu sudah menanyakannya langsung padanya?"


"Sudah, tapi dia hanya berkata kalo aku tidak perlu khawatir. Mungkin dia memang baik-baik saja, tapi tetap saja... ada yang mengganjal di hati saya."


"Yah, Kohinata itu anak yang kuat."


Dari percakapan ini, wali kelasnya sepertinya sudah memahami apa yang ingin diketahui Haruya.


Sambil meluruskan kakinya yang tadinya bersilang, dia tersenyum simpul, seolah merasa sedikit terganggu.


"Karena itu, kalau kamu benar-benar ingin mendekatinya dan ingin mengenalnya dengan sepenuh hati... kamu harus berani menyampaikan perasaanmu yang sebenarnya, bukan dengan kata-kata yang indah."


"...Perasaan yang sebenarnya."


Haruya menggumamkan kata-kata itu pelan.


Guru wali kelasnya mengangguk dalam-dalam sebelum menambahkan kata lain. 


"Ya. Mungkin dia sangat waspada. Kalau kamu tidak menunjukkan perasaanmu yang sebenarnya, Kohinata mungkin tidak akan pernah memperlihatkan dirinya yang sebenarnya. Dinding di hatinya itu sangat tebal."


Dengan kata lain, bahkan sisi dirinya yang pemarah di karaoke itu mungkin bukanlah dirinya yang sebenarnya? 


Sambil mendengarkan penjelasan wali kelasnya, Haruya mulai memikirkan berbagai hal.


Melihat Haruya yang terdiam dalam pemikirannya, wali kelasnya menghela napas ringan.


"Yah, aku tidak akan mengatakan lebih dari ini... tapi semangat ya, Akasaki."


Wali kelasnya menghadap ke depan lagi, seolah mengisyaratkan bahwa pembicaraan ini sudah selesai.


"Terima kasih."


"Kalau kau mau berterima kasih, masuklah ke klub atletik—"


"Tidak terimakasih."


"...kau, keras kepala sekali."


Seberapa jauh pun percakapan ini berjalan, wali kelasnya tetap tidak goyah.


Sambil merenungkan percakapan dengan wali kelasnya, Haruya berjalan menuju pintu keluar. Sambil  bertanya-tanya fslsm pikirannya.


(...Sebenarnya, di mana sisi sejati Kohinata-san? Bahkan di kedsi kopi, aku tidak bisa mengeluarkan sisi dirinya yang sebenarnya. Apa  aku benar-benar melakukannya?)




Sejak aku masuk SMA, aku, Kohinata Rin, selalu berusaha tampil sempurna agar tidak diremehkan oleh orang lain.


Dulu, ketika aku masih SD dan SMP, rasanya aku menjalani hidup dengan menjadi diriku yang sebenarnya.


Tapi, saat aku beralih dari kacamata ke lensa kontak, mulai memakai lipstik, belajar memakai riasan, dan merawat rambutku. 


Aku masuk SMA Eiga setelah aku belajar tentang dunia fashion, yang sampai saat itu pernah membuatku tertarik.


Sejak menjadi siswa SMA, aku sudah memutuskan bagaimana caraku akan bersikap di kelas.


Aku harus menjadi yang terbaik. Aku harus menjadi yang paling menonjol, aku harus menjadi wajah dari kelas ini.


Jika aku bisa mendapatkan dukungan dari semua teman sekelasku, tidak akan ada seorang pun yang berani meremehkanku.


Karena aku tidak ingin diremehkan, aku tidak ingin di-bully, aku akan berusaha sekuat tenaga. 

 

Bahkan ketika aku memperkenalkan diriku di depan teman-teman sekelas, meskipun itu bukan gaya asliku, aku berusaha keras untuk berbicara dengan suara ceria.


...Tidak apa-apa.


Aku sudah lama berlatih bagaimana menampilkan ekspresi dan cara bicara yang tidak mudah diremehkan.


Dan usahaku membuahkan hasil, aku pun diakui sebagai sosok yang ceria dan memimpin di kelas.

 

Jika aku bisa membuat teman sekelasku berpikir seperti itu tentang diriku sekali saja, maka aku akan menang.


Karena sekali cintra itu terbentuk, citra itu tidak akan mudah diubah.


 




Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال