> KENANGAN BERUANG

KENANGAN BERUANG

Kamu saat ini sedang membaca Ossananajimi no Imouto no Kateikyoushi wo Hajimetara volume 2 chapter 9. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw. 

 


 



"Ngomong-ngomong, ini sudah cukup usang, ya..."


Aku mengumumkan itu sambil menatap boneka beruang yang terbaring di tempat tidurku.


"Mau bagaimana lagi itu sudah lama sekali."


Aku sendiri merasa kalo aku sangat menjaga barang-barangku, atau mungkin aku bisa bilang boneka ini masih bertahan dengan baik. 


Meskipun dalam keadaan seperti ini, aku terus menjaga boneka ini karena ini adalah satu-satunya penghubung yang tersisa.


"Ini dari Kouki... satu-satunya..."


Sambil memeluk erat boneka itu, aku teringat.


"Sudah berapa tahun ya dari waktu itu..."


Aku sudah tidak bisa mengingat dengan jelas, yah mau bagaimana mana lagi itu sudah terlalu lama.


Ini adalah cerita tentang pertama kalinya kami berdua pergi ke festival musim panas tanpa didampingi orang tuakami.


 ◇


"Kouki—! Cepat—!"


"Tu-tunggu! Kamu bilang untuk tidak terpisah!"


"Aku tahu!"


Malam musim panas.


Di tengah pemandangan yang berkilauan, ada keyakinan aneh kalo aku pasti tidak akan kehilangan Kouki.


Stan makanan yang didirikan di halaman kuil.


Kerumunan orang yang berdesakan di antara stan-stan itu.


Dan pakaian indah yang dipakaikan oleh ibuku.


Segala sesuatu berkilauan, dan aku terpesona oleh semuanya.


"Ayo ke sana! Kouki!"


"Hati-hati, nanti uang saku kita cepat habis!"


"Tenang saja—! Oh, ada gula-gula!"


"Hey! Jangan sampai kita terpisah!"


Bahkan ketika Kouki marah, itu tetap menyenangkan; hari itu benar-benar seperti mimpi.


Bisa pergi di malam hari, pergi berdua dengan Kouki, dan bisa menggunakan uang kami sendiri dengan bebas, semuanya terasa baru, luar biasa, dan pasti hari itu adalah momen terbahagia dalam hidupku.


"Hah... akhirnya aku bisa menyusul... eh, kau lagi lihat apa?"


"Wah..."


Tanpa memperhatikan Kouki yang sudah menyusulku, mataku tertuju pada salah satu stan.


"Permainan menembak ya. Oh! Aku juga mau permainan itu!"


Sepertinya Kouki juga tertarik pada sesuatu.


"Sekali 300 yen... jadi..."


"Tiga kali! Kita masing-masing bawa 1000 yen! Kita bisa main 3 kali!"


"Tidak, sejauh ini Aisha sudah menghabiskan cukup banyak."


"Ah..."


Aku panik dan melihat ke dalam tas kecil yang tergantung di leherku.


Di sana memang hanya ada cukup uang untuk satu kali permainan menembak.


"Bagaimana ini..."


"Bahkan kalk kau bertanya padaku bagaimana ini... Lagipula, apa memang perlu memainkan begitu banyak? Permainan menembak?"


"Iya! Aku pasti mau!"


"Apa yang ingin kau dapatkan?"


"Itu!"


Yang aku tunjukkan kepada Kouki adalah boneka beruang.


Aku merasa itu adalah takdir.


Aku jatuh cinta pada pandangan pertama.


Aku belum pernah melihat boneka seimut itu sebelumnya.


"Aku benar-benar... mau!"


"Kalo begitu, kita pergi... ?"


"Iya!"


Aku menggandeng tangan Kouki menuju stan.


"Oh, betapa imutnya! Mau main?"


"Iya! Jadi, aku mau yang boneka beruang itu!"


"Oh, begitu. Oke, aku akan menyiapkan tangga untukmu."


Paman itu membawa tangga yang sesuai dengan tinggi badanku.


Aku ingat saat berdiri di atas tangga dan melihat boneka beruang yang lebih dekat, hatiku berdebar-debar.


"Bidik dengan baik!"


"Iya! Jadi..."


Aku yang belum pernah bermain permainan menembak bingung harus mulai dari mana.


Aku melihat Kouki, tapi sebelum itu, paman itu berkata seperti ini.

 

"Aku akan mengisi pelurunya sebagai layanan, sini."


"Waaah!"


Sekarang tinggal menarik pelatuknya.


Rasanya sedikit tidak enak untuk mengenai boneka itu, tapi perasaan ingin segera menjatuhkannya dan membawanya pulang jauh lebih kuat.


"Hup!"


"Sayang sekali!"


"Mmm..."


Peluru yang aku tembakkan melenceng ke arah yang salah.


"Sekali lagi!"


"Iya, iya. Ada 3 tembakan, jadi santai saja."


Ini saatnya...!


Pikirku, ketika aku menembakkan peluru itu, kali ini melenceng ke arah berlawanan.


"Ah..."


"Ini tembakan terakhir. Bidik dengan baik, ya?"


"Mmm..."


Aku menahan air mata dan berusaha membidik.


Ini adalah yang terakhir.


Aku ingin mengenai sasaran.


Apa pun yang terjadi, aku ingin mendapatkan ini.


"Hup!"


Dengan letupan kuat, peluru gabus itu meluncur dan hanya mengenai telinga boneka beruang itu, sebelum jatuh.


"Ah..."


"Sayang sekali... Tapi lain kali coba lagi, ya?"


"Gugus..."


Aku tidak boleh menangis.


Jika aku menangis, itu akan merepotkan banyak orang, termasuk paman yang baik hati itu dan Kouki...


Tapi aku sudah sangat ingin boneka itu...


"Ugh..."


Sambil berusaha menahan air mata, aku melihat Kouki memberikan uang pada paman itu.


"Baiklah. Apa yang kau mau, nak? Mari kita pindah."


Kouki bilang dia ingin permainan itu.


Berbeda denganku, dia bisa menahan uangnya dengan baik, jadi pasti bisa bermain lebih banyak.


"Uuuuh..."


Memikirkan itu membuatku merasa kesal dan hampir menangis lagi.

Tapi...


"Ini baik-baik saja."


"Oh? Begitu, ya. Oke, semangat!"


Kouki mengisi pelurunya sendiri, dan...


"Eh?"


Tembakan pertama.


Dia tidak mengincar permainan 

itu...


"Ah, gagal."


Peluru itu mengenai kepala boneka beruang itu dengan baik. Tapi, boneka itu hanya sedikit bergerak dan boneka itu tidak jatuh sama sekali.


Kenapa?


"Jangan punya wajah seperti itu. Menjatuhkan sampai akhir adalah bagian dari permainan menembak."


Kouki berkata sambil mengisi peluru yang kedua.


"Ayo!"


"Ah!"


Kali ini, peluru mengenai tubuh boneka itu.


Sekali lagi sedikit melenceng, tapi tetap tidak jatuh.


"Terakhir..."


"Tidak masalah. Aku masih bisa menembak dua kali lagi."


"Tapi...!"


Jika dia melakukannya... Kouki akan...


"Tidak masalah."


Tembakan ketiga. Peluru itu menyentuh telinga boneka beruang, boneka beruang itu sedikit bergerak, dan itu adalah akhir.


"Sekali lagi!"


"Kau baik-baik saja?"

 

"Iya. Aku masih bisa sekali lagi."


"Oh, begitu. Semangat!"


"Kouki, tidak apa-apa! Aku bisa menahannya!"


"Tidak apa-apa."


Kouki yang dengan susah payah menabung, mengeluarkan uangnya untukku.


Tembakan terakhir di putaran kedua.


"Ah..."


"Sayang sekali."


Hampir saja boneka beruang itu jatuh.


Satu tembakan lagi. Jika Koki mengenai kepala bonek itu, boneka itu pasti akan jatuh.


Kouki tidak ragu untuk merogoh dompetnya, tapi paman itu menghentikannya.


"Aku akan memberimu satu tembakan gratis. Buatlah mengenai sasaran, dan gunakan uang yang tersisa untuk membeli sesuatu untuk dimakan."


Peluru terakhir yang diberikan oleh paman itu meluncur ke arah boneka beruang dengan sangat cepat dan...


"Yay!"


Aku ingat saat itu, aku lebih fokus melihat Kouki daripada boneka itu.


Kouki yang ikut senang seolah-olah itu adalah miliknya sendiri, lalu memberikanku boneka yang dia terima padaku.


Entah kenapa, aku merasa penuh dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan hanya karena itu, lebih dari sekadar boneka beruang.


Mungkin sejak saat itu, aku terus terpesona oleh Kouki.




Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال