> LATIHAN

LATIHAN

 Kamu saat ini sedang membaca Ossananajimi no Imouto no Kateikyoushi wo Hajimetara volume 3 chapter 9. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw






"Wah! Semuanya kelihatan imut sekali!"


Hari pertama kerja paruh waktu. 


Baik keluarga ku maupun keluarga Takahashi dengan cepat memberikan persetujuan, sehingga dalam waktu singkat pekerjaan paruh waktu ini diputuskan.


Karena toko ini belum resmi dibuka, hari ini hanya diisi dengan penjelasan singkat. 


Tapu, saat melihat Aisha, Manami, dan Yuki yang berbaris dengan seragam kerja, Akemi-san, ibu Yuki, berseru begitu.

 

Karena situasi pekerjaan, aku tidak bisa memanggilnya dengan sebutan 'ibu', sehingga aku memutuskan untuk memanggilnya Akemi-san.


Sedangkan ayah Yuki, atas keinginannya sendiri, meminta dipanggil 'Master'. 


Dengan gaya rambut disisir ke belakang, dia terlihat cukup cocok sebagai seorang 'Master'. 


Tapi, karena wajah aslinya yang cukup menyeramkan, hasil akhirnya justru agak sulit dinilai. 


Rambut disisir ke belakang memang cocok dengannya, tapi entah itu membuat kesan baik atau buruk.


Tentu saja, perubahan ini menarik perhatian, tapi...


"Yuki-kun, itu cocok sekali untuk mu!"


"Benarkah...?"


Yuki menjawab dengan suara yang lebih tegas daripada biasanya, meskipun tidak setegas saat dulu. 


Di rumah, bersama kelompok ini, dia berbicara lebih percaya diri dibandingkan di tempat lain.


Yuki di sekolah biasanya terlihat gugup dan jarang berbicara. 


Tapi, sejak pertemuan kami hari itu, Yuki perlahan mulai membuka dirinya. 


Saat di karaoke, aku melihat sisi seriusnya. 


Setiap situasi menghadirkan ekspresi yang berbeda darinya.


"Kouki...kun..."


Yuki menunduk dengan ragu, menatapku tanpa percaya diri.


"Kau sudah mengenakan seragam, tapi masih merasa enggan untuk mulai kerja paruh waktu, ya?"


Melalui pesan grup, perasaan Yuki yang sangat cemas tentang pekerjaan ini terasa begitu jelas.


"Iya...aku pasti akan merepotkan pelanggan..."


Tubuh Yuki semakin mengecil seolah ingin menghilang.


Aku sempat berpikir Akemi-san akan langsung melompat mendekatinya, tapi ternyata dia hanya tersenyum sambil memperhatikan kami.


Oh, aku mengerti...


Dalam urusan les privat sebelumnya, sering kali kami ber-3 bekerja bersama, tapi pada akhirnya aku yang memegang kendali. 


Jadi, ini juga semacam bagian dari pekerjaanku.


"Aku juga belum pernah bekerja di kafe sebelumnya, jadi aku merasa gugup. Bagaimana kalo kita latihan bersama dulu?"


"Latihan...?"


Yuki menatapku dengan ekspresi seperti hewan kecil yang ketakutan.


Entah kenapa aku jadi merasa seperti sedang melakukan sesuatu yang salah. 


Tapi, meskipun begitu, tangannya tetap memegang erat apron yang kukenakan, seolah dia tidak ingin melepaskannya. 


Jadi, aku tahu dia tidak benar-benar ingin melarikan diri.


Ini adalah bukti kalo Yuki sedang berjuang dengan caranya sendiri.


"Benar, latihan. Hari ini tidak akan ada pelanggan sungguhan, jadi tidak apa-apa kalo kau melakukan banyak kesalahan denganku. Kita bisa terus latihan sampai kau merasa bisa."


"Sampai aku bisa...tapi..."


"Aku juga khawatir, kau tahu. Apa aku bisa melakukannya dengan benar atau tidak. Jadi, kalo kau mau berlatih bersamaku sampai kita ber-2 bisa, aku akan sangat berterima kasih."


"Ah..."


Pasti Yuki memikirkan hal-hal seperti akan merepotkan orang lain atau kekhawatiran yang tidak perlu.


Tapi, aku juga merasakan hal yang sama. 


Kita semua yang ada di sini, tanpa terkecuali, sedang menghadapi sesuatu yang baru untuk pertama kalinya. 


Tidak ada yang lebih unggul atau kurang.


Yuki, yang hampir menyerah karena kurang percaya diri, sebenarnya tidak perlu berpikir sejauh itu. 


Kalo mau berpikir begitu, sebaiknya dilakukan setelah mencoba.


"Aku akan...berusaha."


Yuki mengatakan itu sambil menggenggam erat ujung apronku, seolah menguatkan tekadnya.


"Imuuut! Tidak apa-apa! Aku pasti akan membantumu supaya bisa berdiri di depan pelanggan dengan percaya diri!"


Akemi-san tiba-tiba melompat mendekati Yuki dan mulai mengacak-acak rambutnya dengan penuh kasih sayang.


Kurasa dia sengaja menahan diri sampai Yuki membuat keputusan sendiri.


"Ehehe~ Aku juga harus serius berlatih!"


Kata Manami sambil bergabung dengan Akemi-san.


Tinggal aku yang ditinggalkan di sini, dan aku bertemu dengan mata Aisha...


"Kalo Kouki sampai gagal, itu akan memalukan, lho."


Aisha menggodaku seperti itu.


"Ugh..."


"Ayo, semangat."


Mau tak mau aku mengagumi Aisa saat dia mengatakan itu sambil tersenyum.


Aisha tersenyuman yang begitu manis, membuatku tanpa sadar terpana.


Seragam kafe yang dia kenakan, dihiasi dengan apron berenda yang imut, itu benar-benar cocok untuknya.


Saat aku memandanginya terlalu lama, wajahnya perlahan memerah. 


Dia mulai memainkan rambutnya dengan gugup, lalu dengan sedikit malu dan ragu, dia melirik ke arahku.


"Ada apa...?"


"Ah, tidak... Kupikir kau terlihat sangat imut."


"~~!! Jangan bilang hal seperti itu tiba-tiba!"


Dia lalu memalingkan wajahnya dengan pipi yang semakin merah.


Tapi, arah pandangannya malah menuju Manami dan yang lain.


"Onee-chan kau imut sekali! Wah, enak sekali, apa pun yang kau pakai pasti itu akan sangat cocok untuk mu!"


"Iya...benar-benar cocok..."


Manami dan Yuki benar-benar terlihat sangat cocok dengan seragam mereka.


Ukuran masing-masing pas, dan meskipun rok mereka tidak terlalu panjang, desainnya dibuat agar tidak mudah tersingkap meski Manami bergerak aktif.


"Nah, nah, bagaimana? Kouki-nii?"


"Ya, itu cocok sekali untuk mu."


"Ehehe~. Yuki-kun juga, ayo, lihat ke sini!"


"Eh...!"


Tanpa bisa melawan, Yuki dipaksa untuk menghadap ke arahku.


Hari ini, rambut yang biasanya menutupi matanya diangkat sedikit dengan jepit rambut, memberikan kesan yang sangat berbeda dari biasanya.


Dengan gaya rambut seperti itu, Yuki terlihat jelas sebagai seorang gadis cantik yang sangat menarik perhatian.


"Bagaimana? Bagaimana?"


Tapi, yang menjawab pertanyaan Manami bukan aku, melainkan Aisha.


"Kau imut sekali...Yuki."


"Ah...uh..."


Aisha mengatakan itu dengan mata yang berbinar, seperti saat dia melihat hamster atau kelinci.


Aku bisa memahami perasaannya.


"Lalu, kenapa Kouki-nii memakai pakaian biasa?"


"Pakaian pria memang belakangan dipersiapkan. Lihat, ayah juga memakai pakaian biasa." 


Akemi-san mengatakan itu sambil sambil tersenyum dan menunjuk ke arah master.


Master mengenakan kemeja putih, celana jeans, dan apron. 


Aku pun berpakaian serupa, hanya memakai apron di atas pakaian biasa.


Yah, hari ini bukan hari di mana pelanggan akan datang, hati ini hanya semacam trening, jadi tidak masalah.


"Baiklah, hari ini aku akan menjelaskan tentang toko ini, tapi karena ini juga pertama kalinya untukku, jadi mungkin aku akan banyak melakukan improvisasi."


"Jadi begitu..."


"Jadi, aku akan mengajarkan hal-hal penting, tapi lebih dari itu, tolong bantu agar anakku bisa berbicara dengan baik di depan orang, ya, Sensei." 


Akemi-san berkata begitu padaku sambil mengedipkan matanya.


Lalu, Yuki yang berdiri di sampingnya menundukkan kepalanya dan mengatakan ini


"Senang bekerja sama dengan mu...!"


Aku harus melakukan segala yang aku bisa.



"Se... Selamat datang!"


"Suaramu sudah lebih lantang, tapi kalo matamu terpejam, ya kurang pas..."


"Uuh..."


"Tidak apa-apa, kau sudah semakin baik, kok!"


Setelah diajari berbagai hal oleh Akemi-san, kami mulai latihan melayani pelanggan dengan saling berpura-pura sebagai tamu.


Usaha Yuki yang telah bertekad benar-benar luar biasa, tapi...hal yang sulit tetap sulit baginya.


"Yuki-kun! Apa kau mau mencoba melakukan ini bersama ku?"


Manami mengusulkan sesuatu untuk menyegarkan suasana, tapi...


"Itu hanya karena Manami yang bisa melakukannya, kan...?"


Piring-piring bertumpuk di ke-2 tangannya, alat makan bertumpuk di lengannya, dan bahkan ada gelas yang diletakkan di atas kepalanya...


"Itu lebih mirip pertunjukan akrobat daripada pelayan restoran..."


"Tapi ini bisa jadi ciri khas, lho."


"Eh-hehe. Karena itu! Yuki-kun juga harus mencobanya!"


Manami semakin bersemangat setelah mendengar komentar Akemi-san.


Yah, Manami punya refleks yang cukup baik sehingga dia tidak akan menjatuhkan apa pun, jadi itu tidak masalah...


"Aku ingin mencoba...!"


Entah kenapa, Yuki terlihat antusias dan mulai melangkah ke arah Manami.


"Baiklah!"


Untuk sementara, aku biarkan saja Manami mengajarinya.


Setelah sekian lama berpura-pura menjadi pelanggan untuk Yuki, aku memutuskan untuk mengambil napas dan mengatur ulang pikiranku.


"Kerja bagus."


"Ah, terima kasih..."


"Sepertinya Master sengaja menunjukkan perhatian."


Sambil berkata begitu, Aisha datang membawa milkshake.


Aroma manisnya membuat pikiranku terasa lebih rileks.


Ketika aku mengucapkan terima kasih pada Master, dia tersenyum lebar sambil mengacungkan ibu jari. 


Wajahnya terlihat seram, tapi itu senyum yang baik.


"Yuki benar-benar bekerja keras, ya."


"Iya."


"Dan aku... umm, bagaimana menurutmu?"


Aisha menambahkan dengan memalingkan pandangannya.


"Bukan hanya Yuki saja, aku juga... ingin kau melihatku..."


Gah dia terlalu imut.


"Aisha kau juga imut sekali."


"....Uuh."


Aku pikir itu jawaban yang dia harapkan, dan aku juga mengatakannya dengan tulus, tapi Aisha malah menundukkan kepalanya dengan wajah memerah.


"Itu curang..."


Sambil berpikir kalo sebenarnya itu adalah kalimatku, aku terus memperhatikan Yuki yang sedang bermain bersama Manami.



Setelah latihan selesai, kami berkumpul di kamar Yuki dengan alasan melanjutkan les privat.


"Woah...!"


Begitu masuk ke kamar, Manami langsung berseru.


Aku juga cukup terkejut.


"Seingatku, kita tidak membeli barang sebanyak ini, kan?"


"Aku memesannya...setelah itu."


"Begitu, ya."


Kamar Yuki yang sebelumnya terasa agak kosong kini sepenuhnya terlihat seperti ruangan untuk musik.


Di sekitar komputer, selain peralatan yang kami beli bersama, ada juga stand mikrofon yang terpasang di meja, dengan sesuatu seperti stocking di depan mikrofon—pop filter—yang jumlahnya tampaknya 2 kali lipat dari yang kami beli sebelumnya.


Dia benar-benar bersemangat.


Dan lagi...


"Kau sudah merekam lagu, kan?"


"Iya...!"


Awalnya aku pikir dia akan mulai dengan aplikasi Hp yang mudah digunakan untuk unggahan, tapi sepertinya Yuki merasa lebih nyaman langsung membuat rekaman audio dengan peralatan yang lengkap.


[TL\n: Sedikit saran dari gua, buat kalian yang mau terjun ke dunia konten kreator, usahakan kalian harus menghindari kek yg di atas ya, alasanya cuman 1,itu penghamburan, btw ini bukan sudut pandang gua sendiri, gua juga pernah tanya tanya ke konten kreator dan jawabannya sama, mereka gak nganjurin buat beli peralatan full kalo baru awal awal terjun.]


"Wah! Aku ingin mendengarnya!"


"Tapi...ada bagian di mixing yang aku bingungkan..."


"Mixing...?"


"Setelah merekam lagu, aku harus mengeditnya..."


Sambil berkata begitu, Yuki menyerahkan sebuah buku tebal.


Buku itu berisi panduan tentang cara merekam lagu, penjelasan peralatan, hingga langkah-langkah konkret untuk melakukan editing.


"Apa kau tidak bisa mengetahuinya hanya dengan melihat ini?"


"Umm...di bagian ini."


Dengan gerakan tangan yang terampil, Yuki mengoperasikan komputer, dan gelombang suara muncul di layar disertai dengan musik yang mulai mengalun.


Lalu...


"Eh... Hebat..."


"Luar biasa! Apa ini suara Yuki-kun?!"


Tidak heran kalo mereka ber-2 terkejut.


Aku sebenarnya sudah mendengarnya, tapi tetap saja, aku juga terkejut.


Lagu yang sudah diedit itu jauh lebih enak didengar daripada saat karaoke, dan jelas terdengar lebih baik.


"Bagaimana menurut kalian yang tadi?"


"Luar biasa!"


"Benar, memang sangat luar biasa."


Mereka ber-2 memujinya, tapi Yuki, seperti biasa, tidak malu dan malah terlihat sedang berpikir.


"Apa ada sesuatu yang mengganggumu?"


Saat aku bertanya seperti itu, Yuki kembali mengoperasikan komputer dan berkata. 


"Aku rasa lebih baik kalo bagian ini seperti ini..."


Kemudian, intro yang sama mulai diputar kembali...


"Hebat!"


"Indah!"


Reaksi mereka ber-2 hampir tidak berubah, tapi...


"Tapi, rasanya ini lebih enak didengar dari yang tadi, ya..."


Begitu aku berbisik begitu,


"Yang mana yang lebih baik?!"


Tiba-tiba, Yuki melompat ke depan mataku dan menggenggam tanganku.


Aku terkejut... 


Ternyata, kemampuan motorik Yuki tetap sama seperti dulu...


Tapi sekarang, lebih dari itu...


"Umm... sulit juga ya. Bagian awal memang lebih segar, tapi bagian yang terdengar jelas itu yang belakangan..."


"Manami, apa kau bisa membedakan?"


"Hmm... Kalo dipikir-pikir, mungkin bisa..."


Wajah Manami terlihat sama sekali tidak paham.


"Untuk lagu ini, bagian awal seharusnya lebih jelas, jadi aku pilih yang ini."


Yuki segera menghadap komputer dan mulai melakukan beberapa perubahan.


Saat aku mengikuti proses kerjanya sambil melihat buku, aku bisa melihat bahwa dia benar-benar sudah menguasainya.


"Kouki, kenapa kau bisa tahu bedanya?"


"Kalo ditanya kenapa... Aku cuma bisa bilang, entahlah, cuma rasanya begitu..."


"Kouki-nii punya telinga yang bagus ya."


"Apa itu masalahnya...?"


"Aku selesai! Bagaimana...?"


Melihat Yuki yang begitu tenggelam dalam pekerjaannya, kami semua jadi fokus ke sana.


"Wow... Kalo didengarkan penuh, memang bagian tadi lebih bagus yang ini."


"Yup! Terima kasih!"


Yuki tersenyum cerah, dan dengan sisa-sisa suasana toko yang tadi, matanya yang besar bersinar dengan sangat jelas.


"Imutnya..."


Aisha tanpa sadar bergumam begitu.


"Auh..."


Manami, yang memeluk Yuki yang terlihat terkejut karena dipuji, berkata. 


"Jadi, apa sudah selesai!? Apa kau akan mengunggahnya sekarang?!"


Manami sangat antusias.


"Belum... Aku belum membuat akun..."


"Ayo buat sekarang! Apa namanya sudah diputuskan?"


"Belum...Mungkin pakai 'Yuki' saja."


Ah, nama itu terinspirasi dari namanya sendiri, ya.


"Itu bagus, itu bagus!"


Sambil berbicara, Manami terus melihat layar monitor yang sudah membuka halaman pendaftaran situs video.


"Kalo terlalu pendek, apa kau tidak takut jadi sama dengan orang lain?"


"Ah, 'Yuki' pasti sudah ada yang pakai."


"Bagaimana kalo 'Snow'?"


"Tapi itu juga masih bisa sama, kan?"


"Bagaimana kalo pakai nama keluarga? Misalnya, 'Takanashi Yuki'!"


"Kenapa jadi seperti anakku sendiri..."


Aisha terlihat agak terkejut, tapi saat melihat Yuki masih dipeluk Manami, aku merasa ada sesuatu yang cocok, entah kenapa.


"Bagaimana kalo 'Yuki Usagi'? Sepertinya Yuki suka kelinci, kan?"


Aisha mengusulkan.


Memang, stiker yang sering dipakai Yuki selalu bergambar kelinci.


"Itu mungkin bagus... Aku akan menggunakan itu."


Yuki sepertinya senang dengan ide itu, dan dia segera mulai mengetikkan nama tersebut.


Tapi...


"Hebat, Yuki."


"Eh?"


Yuki yang terkejut lalu menatap ke arahku.


Aku merasa seolah-olah telah melakukan sesuatu yang membuatnya merasa bersalah...


"Tidak, setelah melihat mu melakukan semuanya sendiri seperti ini, aku benar-benar merasa kau memang menyukainya."


"Itu karena..."


"Aku senang bisa melakukannya bersama. Ternyata Yuki memang bisa menjadi seorang penyanyi."


"Ah..."


Yuki mulai menghindar dan menutupi wajahnya dengan fokus pada layar, seolah-olah melarikan diri dari ku.


"...Karena itu kata-kata dari Kouki-kun."


Setelah Yuki mengucapkan itu dengan suara yang terdengar dipaksakan, aku ingat kalo sejak dulu Yuki memang pandai bernyanyi.


Waktu itu pun aku rasa dia pernah mengatakan hal yang serupa, tapi dia terus berkembang dan itu memang menunjukkan betapa luar biasanya Yuki.


◆【POV YUKI】


"Hai, sini!"


"Hah hah... Yuki cepat sekali ya..."


Aku bersama dengan Kouki-kun sedang memanjat semacam permainan di taman yang berbentuk seperti bukit, aku rasa. 


Pada saat itu, aku sering meninggalkan Kouki-kun dan mulai berlari, kemudian menunggu dia di depan setelah beberapa waktu. 


Saat menunggu itulah, tanpa sengaja aku menyenandungkan lagu dari anime yang sedang diputar pagi itu...


"Hebat! Itu lagu dari pagi tadi, kan?"


"Hebat...?"


"Yup! Yuki ternyata kau pandai bernyanyi, ya!"


Kouki-kun memukul-mukul punggungku dengan ceria, sambil tersenyum lebar dan berkata begitu.


"Pandai...ya?"


"Pandai! Suatu saat, Yuki pasti akan jadi penyanyi!"


"Penanyi? Aku?" 


"Terus, nanti malam tahun baru, aku akan tampil di Kouhaku~" 


Percakapan ringan seperti lelucon masa kecil itu terus tersimpan dalam ingatanku. 


"Penanyi, ya..." 


Aku segera berpisah dengan Kouki-kun dan yang lainnya setelah itu. 


Malah, waktu kami bersama sangat singkat. 


"Fuh..." 


Setelah itu, kehidupan sekolah yang penuh dengan kepindahan menjadi cukup sulit bagiku. 


Aku lebih baik dalam olahraga dibandingkan anak laki-laki, dan lebih sering bermain dengan mereka. 


Tapi tak lama, aku mulai tertinggal dari perkembangan teman-temanku dan akhirnya menjadi sendirian. 


Tidak ada lagi teman yang mau bermain bersamaku, dan meskipun aku mencoba untuk menjadi lebih feminin, aku merasa itu sulit dilakukan...


Pada akhirnya, kenangan dengan 3 orang itu menjadi satu-satunya kenangan bahagia bagiku. 


Aku rasa mereka pasti sudah melupakan aku...


"Tapi...mereka mengingat ku..." 


Aku memeluk boneka kelinci dengan erat sambil merenung. 


"Mereka menerima ku lagi sebagai teman masa kecil mereka..." 


Itu saja sudah membuatku sangat bahagia...


"Dan mereka akan melakukannya bersamaku...Aku harus berusaha keras..."


Aku suka bernyanyi.


Sejak saat itu, bernyanyi menjadi tempat perlindunganku.


Tapi lebih dari itu...


"Aku ingin berusaha bersama kalian..."


Kouki-kun mengatakan kalo aku bisa menjadi penyanyi.


Mungkin sekarang dia sudah tidak ingat, tapi dia pernah bilang kalo aku lebih baik daripada para pengunggah yang sudah profesional, bahkan meskipun itu mungkin hanya pujian.


Apa itu pujian atau tidak, itu tidak penting lagi.


Jika aku berhasil, kata-kata Kouki-kun akan menjadi kenyataan.


Manami-chan mengatakan dia ingin bersama ku lagi.


Aisha-chan juga, seperti dulu, selalu mendukungku.


"Aku ingin melakukan yang terbaik..."


Karena selama ini aku terus menghindari berbagai hal, kali ini aku benar-benar ingin berusaha untuk meraih hasil.




Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال