> PEKERJAAN PARUH WAKTU

PEKERJAAN PARUH WAKTU

 Kamu saat ini sedang membaca Ossananajimi no Imouto no Kateikyoushi wo Hajimetara volume 3 chapter 11. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw


 


"Akhirnya, waktu pembukaan!"


Akemi-san memulai pertemuan dengan senyuman lebar.


Meskipun toko ini tidak begitu besar, hari ini kami akan mencoba untuk melibatkan semua orang.


"Memang sih, kalo kita terus bekerja dengan jumlah orang sebanyak ini, kata bisa jadi merugi, jadi tidak bisa setiap kali begini."


Tapi, dia juga berkata begitu...


"Tapi, kalian semua memang imut sekali... Hanya dengan memajang foto ini di website saja, orang pasti akan datang."


Mendengar kata-kata Akemi-san, Manami tertawa, Aisha memalingkan wajahnya, sementara Yuki mulai menyembunyikan wajahnya dengan rambutnya.


Seperti yang Akemi-san katakan, ke-3 orang itu benar-benar cocok dan terlihat sangat imut.


Aku sudah pernah melihat mereka saat pengecekan ukuran, tapi sekarang, melihat mereka akan mulai bekerja, rasanya sangat berbeda.


"Aku jadi gugup..."


"Begitu? Aku malah senang!"


"Apa aku bisa melakukannya...?"


Ketiganya merespons dengan cara mereka masing-masing. 


Alasan aku bisa duduk tenang melihat mereka...


"Kouki-kun, kau yang akan mendukung di sini, ya!"


"Baik!"


Aku merasa sedikit lega karena tugas utamaku bukan melayani pelanggan, melainkan tetap berada di dapur.


Tentu saja, menyajikan makanan kepada orang lain membuatku gugup, tapi itu masih lebih baik daripada harus berdiri di depan banyak orang sebagai pelayan.


Lagipula, aku sudah cukup berlatih hingga mendapat persetujuan dari sang pemilik, jadi selama mengikuti prosedur, seharusnya tidak ada masalah.


Yang lebih mengkhawatirkan adalah...


"Kalo kau bisa mengeluarkan suara seindah saat bernyanyi di kamar, pasti tidak ada masalah!"


Itu kata-kata semangat dari Akemi-san yang ditujukan kepada Yuki.


Yuki terlihat cemas apa dia bisa melayani pelanggan dengan baik, tapi tadi saat berlatih menyapa, meskipun suaranya terdengar lemah, dia tetap bisa mengucapkan 'Selamat datang' dengan suara yang jernih dan merdu.


"Yuki..."


"Aku akan baik-baik saja... Aku sudah banyak berlatih, jadi..."


Mungkin dia mengacu pada latihan terakhir kami. 


Hari ini hanya soal vokal. 


Wajar saja kalo suaranya gemetar atau lemah karena gugup.


Tapi, setelah latihan yang intens sebelumnya, selama tidak ada pelanggan yang membuatnya gugup, aku yakin dia akan baik-baik saja.


Lagipula...


"Kalo terjadi sesuatu, aku akan langsung datang membantumu, jadi jangan khawatir!"


Sambil berkata begitu, Akemi-san benar-benar menghampiri Yuki dan mulai membelai rambutnya dengan lembut.


Perasaan itu pasti dirasakan olehku, Aisha, Manami, dan tentu saja oleh sang pemilik toko. 


Kami saling bertukar pandang dan mengangguk memahami.


"Ibu... rambutku..."


"Tenang saja, siapa yang merapikannya tadi? Lihat, sekarang terlihat lebih baik daripada sebelumnya, kan?"


"Tapi..."


Aku mengira Akemi-san hanya akan mengacak-acak rambutnya, tapi ternyata dia merapikan sedikit rambut Yuki yang biasa menutupi wajahnya, lalu menjepitnua dengan jepit rambut.


"Ah..."


"Kalo ada yang berani berbuat jahat pada gadis secantik ini, dia bukan pelanggan dan akan langsung kuusir!"


Akemi-san tertawa ceria setelah mengatakan itu.


"Seperti yang Akemi-san bilang, kalo ada masalah, aku akan langsung datang. Lagipula, jepit rambut itu cocok sekali untukmu."


Meskipun Yuki masih mencoba menutupi wajahnya, sepertinya hari ini aku bisa melihat sedikit lebih banyak dari biasanya.


Yuki menundukkan kepala sejenak, lalu menarik napas dalam-dalam.


"Sss... haaa..."


Ekspresi Yuki saat mengangkat wajahnya terlihat lebih tenang dan lega.


"Baiklah, sekarang kita buka pintunya, ya. Tenang saja! Aku yang paling gugup di sini!"


Dengan tawa ceria yang sama sekali tidak menunjukkan rasa gugup, Akemi-san membuka pintu toko.


Beberapa kelompok pelanggan sudah menunggu di depan pintu sambil membawa selebaran promosi pembukaan yang kami sebarkan sebelumnya. 


Dan dengan begitu, pekerjaan kami pun resmi dimulai.



"Selamat datang. Untuk berapa orang?"


"Oh, manis sekali pelayannya. Kami ber-3, bisa masuk?"


"Silakan tunggu sebentar. Akemi-san, 3 orang, boleh diantar?"


Manami, sesuai dengan yang diharapkan, bekerja dengan baik dan disukai oleh para pelanggan.


"Apakah pesanan Anda sudah lengkap?"


"Ya..."


"Terima kasih. Saya akan mengambil nota pesanan dulu, ya. Selamat menikmati."


"Hei, gadis tadi cantik sekali, ya."


"Iya...sampai membuatku gugup."


Aisha, seperti biasa, bekerja dengan penuh profesionalisme. 


Dalam mode pekerjaannya, dia tampil sebagai gadis cantik yang sempurna dan tampak sedikit dingin, namun senyuman kecil yang sesekali muncul berhasil memikat hati pelanggan.


Dan akhirnya…


"Se-selamat datang!"


Yuki pun berusaha keras melayani pelanggan. Karena ini adalah hari pembukaan, hampir semua meja terisi penuh. 


Tapi, dengan jumlah staf yang banyak, tidak ada masalah berarti. 


Bahkan, mereka saling mengalah untuk menentukan siapa yang akan melayani tamu. 


Pelanggan yang terlihat sulit ditangani biasanya langsung di urus oleh Akemi-san, sementara Yuki melayani tamu yang terlihat lebih santai. 


Hingga saat ini, semuanya berjalan lancar.


"Kouki, pesanan omelet nasi untuk meja delapan!"


"Master, 3 cangkir kopi campuran, ya!"


Di sisi lain, dapur justru sangat sibuk. 


Dengan banyaknya staf yang bertugas di aula, dapur menjadi lebih padat. 


Tapi, ini sudah diperkirakan sebelumnya.


"Ayo, kita kerjakan sebaik mungkin."


Melihat situasi, Akemi-san memutuskan untuk membantu di dapur. 


Berkat itu, mereka berhasil melewati jam makan siang dengan lancar.



"Ah, seru sekali!"


Manami berputar-putar dengan senyuman lebar, penuh kegembiraan.


Tolong, hentikan. Rokmu akan terangkat...


"Manami, kau hebat sekali. Jujur saja aku cukup lelah..."


"Ahaha, itu wajar kok. Awal-awal memang melelahkan. Aku juga sempat gugup tadi."


Reaksi Aisha dan Akemi-san terasa lebih normal. 


Lalu Yuki...


"Berhasil...!"


Dengan penuh sukacita, Yuki membuat gerakan kecil mengangkat tinjunya dengan ekspresi puas terlihat jelas di wajahnya. 


Melihat itu, aku pun merasa ikut senang.


"Bagus sekali! Kau hebat Yuki!" 


Akemi-san langsung memeluk Yuki erat-erat.


"Wah...!"


Mereka benar-benar dekat.


"Kerja bagus!"


"...! Iya!"


Aku dan Yuki pun tos Versi jabat tangan yang disederhanakan dan tidak terlalu canggung.. 


Ini adalah bentuk salam baru yang kami pikirkan setelah setelah kami bertemu lagi. 


"Aku juga mau!"


Manami juga ikut bergabung, dan dia bertepuk tangan dengan kecepatan yang membuatku ingin menyerah untuk mengikuti nya dengan mataku. 

 

"Baiklah! Nanti malam kita buka lagi, tapi untuk sekarang, istirahat dulu! Kalo kalian malas untuk ganti baju, tinggal saja di sini. Apa kalian mau ke kamar Yuki atau kalian ingin minum kopi di sini?"


Mereka ber-3 saling berpandangan saat mendengar suara Akemi. 


Tepat ketika aku selesai beres-beres, Master memanggilku.


"Kouki, apa kau mau mencoba untuk membuatkan kopi untuk semuanya?"


"Benarkah?"


"Iya, nanti aku juga ingin kau terbiasa dengan bagian ini."


"Baik, aku akan mencobanya."


Awalnya aku lebih sering di dapur karena aku tidak terlalu suka kopi. 


Tapi, suasana kafe ini membuatku penasaran juga.


"Air sudah mendidih, dan semua alatnya sudah siap. Coba mulai dari melipat filter sendiri. Ayo ke sini."


Master melambaikan tangannya, memanggilku masuk ke belakang konter.


"Wah, Kouki-nii, apa kau mau pamer skill-mu?" 


Sambil digoda oleh Manami yang memeluk Yuki, aku menirukan gerakan master dan melipat filternya.


"Hehe. Aku menantikannya. Kau benar-benar terlihat seperti barista saat kau berdiri di sana." 


Aisa mengatakan itu nada menggoda dari balik konter.


Yuki juga terlihat menatapku dengan penuh rasa ingin tahu, yang membuatku jadi agak canggung.


"Oke, gunakan satu sendok ini, begitu. Ratakan sedikit, lalu tuangkan air panas perlahan-lahan secara merata."


Aku menuangkan air panas ke dalam filter, merasakan tatapan tajam dari Master dan 3 orang lainnya...tidak, termasuk Akemi-san, jadi 4 pasang mata yang penuh rasa ingin tahu menatapku lekat-lekat.


"Pastikan airnya tidak mengenai filter langsung, ya. Cukup segini dulu. Kalo sudah mulai menetes perlahan, itu tanda pas untuk berhenti sejenak agar kopi bisa menguap dengan baik." 


Master, memberikan instruksi secara langsung.


Ternyata, proses menyeduh kopi tidak sesederhana hanya menuangkan air panas. 


Aku harus berhati-hati agar air tidak mengenai filter dan memperhatikan takarannya. 


Aku juga harus tahu kapan berhenti dan kapan melanjutkan, yang semuanya memerlukan konsentrasi tinggi.


"Bagus. Sekarang tinggal tuangkan ke cangkir, dan selesai." 


"Haa..." 


Aku menghela napas lega. 


Rasa gugup karena diawasi mulai mereda. 


Kupikir tugas selesai ketika kopi sudah siap untuk diminum, tapi...


"Kau biasanya tidak suka kopi, kan, Kouki? Tapi kopi yang kau buat sendiri pasti membuatmu penasaran. Bagaimana kalo kau mencobanya sedikit?" 


Master menyodorkan cangkir itu ke arahku.


Aroma kopi yang lembut dan menenangkan menggelitik hidungku. 


Entah kenapa, rasanya berbeda dari biasanya. 


Ada sesuatu yang membuatku merasa lebih tenang.


"Baiklah, aku akan mencobanya."


Aku menyentuhkan bibir ke cangkir.


Selama ini, kopi selalu kuanggap sebagai minuman yang hanya menyisakan rasa pahit di mulut, sesuatu yang sulit dinikmati. 


Tapi...


"Rasanya segar...?"


"Benar sekali. Kopi yang enak tidak akan meninggalkan rasa pahit berlebihan." 


"Ini...enak."


"Ya, ya! Kopimu enak, Kouki-ni!" 

 

"Enak..." 


Mereka semua memuji hasilnya. 


Meskipun sebenarnya siapa pun yang mengikuti langkah-langkah dengan benar akan mendapatkan hasil yang sama, rasanya tetap menyenangkan dipuji, apalagi ketika mengetahui sendiri kalo hasilnya memang benar-benar enak.


"Kalo begitu, Kouki-kun sudah bisa mengurus masakan dan kopi. Sepertinya ayahmu bisa pensiun lebih cepat, ya. Kouki-kun apa kau mau langsung mewarisi kedai ini?" 


"Heh, masa aku langsung dipecat dalam sehari!?" 


"Hahaha. Tapi benar juga, kalo kalian ber-3 tetap bekerja di sini, aku bisa merasa tenang."

 

Akemi tertawa sambil mengatakan itu..



Waktu itu kami sedang bersiap-siap untuk menghadapi jam operasional malam setelah menyelesaikan istirahat siang.


"Ah, ayolah. Kami kan cuma pelanggan. Bukalah sedikit lebih awal, ya?"


"Um...maaf, tapi...ini masih belum waktunya..."


"Eh? Sekarang kalo aku perhatikan, kau lumayan imut juga. Kalo begitu, sebelum buka, bagaimana kalo kau main dulu sama kami sebentar."


"Aku masih harus menyapu..."


Aku melihat Yuki yang sedang diberi tugas menyapu halaman depan, diganggu oleh 2 orang pria.


Kebetulan, karena aku satu-satunya yang duduk di dekat jendela, hanya aku yang menyadari kejadian itu. 


Master dan Akemi-san sedang berada di dalam rumah, mengira kalo Yuuki mampu menyelesaikan tugas menyapu sendirian.


"Aisha, tolong beri tahu Master. Ada pelanggan yang merepotkan di luar, jadi aku akan mengurusnya."


"Eh...? Baik, aku mengerti."


Setelah memberi instruksi itu, aku segera berjalan ke arah pintu masuk dan berdiri di hadapan Yuki, menghadapi para pria tersebut.


"Kami akan buka dalam 30 menit lagi. Mohon bersabar dan tunggu di sini. Yuki, ayo masuk."


"Hei hei, apa kau tidak sedikit terlalu dingin? Kepada pelanggan, maksudnya? Bukankah tidak masalah kalo anak itu menemani kami sekitar setengah jam?" 


Pelanggan yang tidak menyerah... 


Aku sebenarnya bingung harus bagaimana karena tidak bisa merusak citra toko ini... 


"Ini merepotkan,. Kami bukan toko seperti itu." 


Dari depan pintu yang bukan pintu Seorang pria berpenampilan tangguh berkacamata hitam keluar dari pintu depan keluarga Irino, bukan dari pintu masuk toko. 


Dan karena intonasinya yang khas, dia tampak sangat meyakinkan. 


"Eh... ehm..." 


"Kami tidak... maksudku..." 


2 orang tersebut yang sebelumnya terlihat berani, sekarang mulai terlihat panik dan berkeringat. 


"Bisakah kalian tunggu dengan tenang? Pelanggan." 


"Ya... iyaaa!" 


"Maafkan kami...!" 


Selagi sang pemilik toko melayani mereka, aku bisa membawa Yuki masuk ke dalam. 


Tapi... jujur saja, aku lebih takut sama sang pemilik toko daripada 2 orang itu... 


Aku benar-benar penasaran apa yang mereka lakukan sampai datang ke sini, tapi sekarang rasanya semakin sulit untuk menanyakan itu... 


"...Terima kasih." 


"Ah, apa semuanya baik-baik saja?" 


"Ya."


Yuki telah mengecil hingga aku merasa dia 30% lebih mirip binatang kecil.  


Dia bahkan lebih enggan untuk menjauh dariku daripada biasanya.


Segera, Aisha dan Manami datang berlari mendekati kami.


"Kouki! Yuki! Kalian baik-baik saja?!"


Di samping Aisha, Manami juga menatap kami dengan cemas.


"Ah, Master segera datang, jadi aku tidak apa-apa. Terima kasih."


"Aku juga... maaf ya."


"Syukurlah..."


"Syukurlah..."


Saat ke-2 orang itu merasa lega, Master kembali masuk dari pintu toko.


Syukurlah. 


Karena dia melepas kacamata hitamnya, dia tidak terlihat menakutkan seperti tadi.


"Maaf ya, Kouki-kun. Apa kalian ber-2, baik-baik saja?"


"Ya."


"Mm... iya..."


"Begitu ya. Sebenarnya, aku cukup khawatir lho."


Dia terlihat seperti orang yang sudah berpengalaman, tapi sebelum aku sempat berpikir lebih lanjut, kata-kata yang tak terduga keluar dari mulutnya.


"Kalau Yuki tidak bisa menahan diri dan ikut bertindak, orang yang dia hadapi bisa dalam masalah besar."


"Eh...?"


Aku terkejut, dan pada saat itu, Akemi-san juga masuk dari pintu toko.


Dia terlihat cukup panik...


"Ah, Kouki-kun, maaf ya... Oh, iya, anak ini sebenarnya adalah seorang ahli dalam berbagai jenis seni bela diri. Dia tidak akan menyerang terlebih dahulu, tapi hanya dengan bertahan di atas beton, dia bisa melukai orang."


Karena Akemi-san mengatakan hal yang sama, sepertinya memang benar Master merasa khawatir.


Syukurlah, mereka cepat mencegahnya...


Berkat kata-kata itu, suasana mulai berubah, dan saat itulah Manami mulai bersenang-senang, seolah-olah memberi pukulan terakhir pada suasana yang canggung.


"Wow! Keren sekali! Aku juga ingin coba sesuatu, seperti Aikido! Atau Taekwondo!"


"Bagaimana kalo kita coba bersama lain kali?"


"Yay!"


Entah sengaja atau tidak, suasana yang tidak enak pun akhirnya hilang.


Saat sedang berbicara seperti itu, mataku tiba-tiba tertuju pada sapu yang tadi digunakan di luar.


"Eh..."


Aku menemukan sapu kayu baru yang patah menjadi 2 bagian.


Syukurlah... tidak terjadi masalah besar...


◇【POV YUKI】


"Terima kasih untuk hari ini."


Dengan stiker kelinci yang sedang memberi hormat, aku mengirim pesan pribadi kepada Kouki-kun.


Bisnis malam selesai tanpa masalah, dan aku yakin Kouki-kun sudah sampai di rumahnya sekarang.


── Pikong


"Tiba!"


Biasanya, aku hanya berkomunikasi dalam grup bersama Aisha-chan dan Manami-chan, jadi rasanya sedikit deg-degan saat aku berbicara ber-2 saja dengan Kouki-kun.


Hari ini, Kouki-kun... sangat keren...


Syukurlah tidak ada yang terluka, 

Kouki-kun yang menyelamatkanku bertindak dengan sangat tenang, tubuhnya cukup besar hingga aku bisa tersembunyi sepenuhnya di belakangnya... Aku merasa dia sangat bisa diandalkan.


Memang, Kouki-kun itu laki-laki, dan aku... tidak bisa menghindari kenyataan kalo aku seorang perempuan...


"Dan juga..."


Aku juga merasa dia sangat tampan.


Pasti Kouki-kun populer.


Bagaimana mungkin dia bisa berada di dekat 2 gadis cantik seperti itu tanpa ada yang terjadi?


Aku...


Aku menggelengkan kepalaku sedikit, mencoba mengusir pikiran yang kacau, dan kembali fokus pada pesan yang sedang aku tulis.


"Orang lain, maksudmu?"


Aku sendiri terkejut bisa mengatakan lelucon seperti itu.


Dari Kouki-kun, muncul stiker yang menunjukkan senyum canggung, dan hanya dengan percakapan itu saja, aku merasa senang.


"Ah..."


Hari ini, aku akhirnya menyadari.


Ternyata, kami memang tidak bisa menghindari kenyataan kalo ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan di antara kami.


Dan karena itulah, ada kalanya aku merasa deg-degan terhadap Kouki-kun.


"Aisha-chan dan Manami-chan juga pasti begitu..."


Melihat ketiganya yang begitu dekat, rasanya sulit untuk hanya menganggap mereka sebagai teman masa kecil.


Kalo saja aku bisa terus bersama mereka... Pikiranku pun dipenuhi oleh pemikiran yang tidak ada artinya.


"Apa itu, aku harus berubah..."


Aku membuat keputusan.


Kalo aku tidak bisa menjadi pribadi yang lebih percaya diri, pikiran-pikiran seperti ini tidak ada artinya.


Aku tidak secerah dan secantik Manami-chan.


Aku tidak tenang dan percaya diri seperti Aisha-chan, apalagi sekuat dan secantik dia.


Aku yang tidak memiliki apa-apa, pasti tidak akan bisa.


"Aku harus berubah... setelah itu..."


Lalu...


Aku bertanya pada diriku sendiri apa yang sebenarnya aku inginkan, dan hanya dengan membayangkannya saja, wajahku langsung terasa panas.


[TL\n: gua kasian jir si Yuki kalah sebelum pertandingan dimulai.]


Aku mencoba menenangkan diriku dengan berguling-guling di tempat tidur, berusaha menurunkan panas yang ada di kepalaku.


"Hari ini, aku bisa banyak bicara."


Kouki-kun terus membalas pesanku, mungkin karena dia mengkhawatirkanku, dan aku menikmati percakapan ini sepanjang malam.




Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال