> ABSOLUT ROMANCE

Tanpa judul

 





PROLOG

















CERITA 1


 GADIS TERCANTIK DI SEKOLAH MELAMARKU





Itu adalah bulan Februari yang sangat dingin.


Kami berdua sendirian di apartemen, menatap salju yang terus turun dan menumpuk, tiba-tiba dia berkata.


"Shiyaama Minato-kun...! A-apa kamu mau... Menjadikan aku sebagai istrimu?"


...Eh? Istri?


Aku tidak langsung mengerti apa yang dia katakan.


Baru saja, dia bilang 'Aku ingin jadi istrimu'?


Tidak, tidak, tidak, itu tidak mungkin. Mungkin aku hanya salah dengar?


Tapi matanya yang menatapku terlihat sangat serius, dan tangan kecilnya yang gemetar sedikit saat digenggam di depan dadanya, menunjukkan kesungguhannya.


"Um—"


"Tunggu...! Jangan bilang tidak dulu..."


Dia menatapku dengan mata penuh harapan, membuatku terdiam sejenak.


Bukannya aku  akan mengatakan tidak.


Pertama-tama aku benar-benar tidak mengerti situasinya.


Dalam kondisi seperti ini, aku tidak bisa bilang ya atau tidak.


Namun, dia mempunyai ekspresi putus asa di wajahnya, mungkin karena berpikir kalo aku akan menolaknya, jadi dia memohon padaku dengan sikap putus asa.


"Aku bisa memasak masakan Jepang, Barat, atau Cina, dam aku bisa membuat semua makan sesuai dengan permintaanmu! Aku juga suka membersihkan, jadi serahkan semua pekerjaan rumah padaku! Aku juga punya pengetahuan DIY yang mungkin berguna suatu saat nanti. Dan... Ah! Jika ada serangga, aku akan berusaha menanganinya! Meski aku agak takut laba-laba... tapi demi melindungi Shiyaama-kun, aku akan bertarung. Aku sudah mengikuti kursus online untuk memperoleh sertifikasi dalam perawatan mental, pijat limfatik, bela diri, nutrisi, pengobatan herbal, dan menjadi ahli lilin! Jika ada hal lain yang diperlukan, aku akan belajar dengan sungguh-sungguh!"



[TL\n: ‘DIY’ adalah singkatan dari ‘Do It Yourself,’ yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘Lakukan Sendiri.’ Ini adalah konsep di mana seseorang membuat, membangun, atau memperbaiki sesuatu sendiri tanpa bantuan profesional. Gerakan DIY mencakup berbagai aspek, termasuk kerajinan tangan, perbaikan rumah, pembuatan furnitur, dan banyak lagi.]



Setelah mengatakan itu dalam satu tarikan napas, dia menarik napas dalam-dalam dengan susah payah, lalu menambahkan dengan suara yang hampir hilang.


"Jadi, kumohon... Shiyaama-kun! Tolong menikahlah denganku...!"


"......"


Aku benar-benar tidak tahu harus mulai dari mana.


Ini hanya semacam lelucon oan? Atau mungkin ini adalah permainan hukuman?


Aku, yang mempunyai masalah komunikasi yang berat, bahkan tidak bisa tersenyum dan bertanya balik..


"....untuk saat ini"


"I-iya!"


"...Ahli lilin itu apa?"


Aku menanyakan itu karena aku tidak tahu harus berkata apa lagi.


Di dalam ruangan yang sunyi sampai-sampai kami bisa mendengar suara salju yang turun di luar jendela.


Aku masih ingat dengan jelas bagaimana detak jantungku semakin keras, hampir membuatku merasa terbenam dalamnya.




Aku memiliki penampilan yang sederhana dan latar belakang pendidikan yang rata-rata. Bahkan teman sekelas sering berkata, ‘Shiyaama? Siapa itu?’ saat aki menyebut namaku, menunjukkan betapa tipisnya kehadiranku.


Aku tidak pandai berkomunikasi dengan orang lain, aku belum pernah punya pacar, bahkan teman perempuan pun tidak ada.


Aku hanya berteman dengan anak-anak laki-laki yang sepertiku, duduk di sudut kelas dengan rasa canggung.


Selama jam istirahat, kami sering melihat edisi lama majalah film dan membicarakan tentang film zombie, yang membuat para gadis berkomentar keras, ‘Serius? Anak laki-laki heboh banget sih sama zombie, gak ngerti deh,’ dan membuat kami merasa semakin tidak nyaman.


Hari-hari seperti itu adalah keseharianku. Tapi, siapa yang menyangka kalo aku, Shiyaama Minato, akan menikah saat masih di SMA? Bahkan Tuhan pun mungkin tidak akan pernah memprediksi hal itu.


Dan yang lebih mengejutkan lagi, yang menjadi istriku adalah seorang yang tak terduga...


"Hei, itu 'Hanae Riko-hime'!"


Di dalam kelas sebelum pelajaran keempat dimulai, Sawa, yang sedang mengobrol denganku, tiba-tiba berseru sambil melihat keluar jendela. Saat itu, aku sedang memikirkan tentang Riko Hanae, jadi aku sangat terkejut dan mengikuti pandangan Sawa.


Angin bulan April yang masuk melalui jendela terbuka membawa aroma dedaunan muda.


Di lapangan, sekelompok murid perempuan sedang mengobrol, mereka akan memulai pelajaran olahraga.


Pelajaran olahraga dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, biasanya dua kelas digabungkan, sehingga sekitar lima puluh murid mengikuti pelajaran tersebut. Sementara itu, para laki-laki harus belajar pelajaran kesehatan yang sangat membosankan di dalam kelas.


Di antara 50 murid perempuan itu, Hanae Riko adalah sosok yang sangat mencolok.


──Hanae Riko.


Dia memiliki rambut setengah panjang berwarna coklat muda halus, matanya yang besar dan bersinar, hidungnya yang manis, dan bibir kecilnya yang mungil.


Dan yang paling penting, dia memiliki kesegaran yang sangat cocok untuk iklan minuman ringan.


Sejak awal masuk sekolah, dia sudah dikenal sebagai gadis tercantik di sekolah, tapi, bertolak belakang dengan penampilannya, dia memiliki kepribadian yang pendiam. Meskipun dia cenderung tipe yang tenang, Hanae Riko selalu dikelilingi oleh banyak gadis.


Sudah menjadi pemandangan yang sudah biasa setiap kali Hanae Riko menutupi mulutnya dan tertawa kecil, para siswa laki-laki di sekitarnya akan selalu terlihat gelisah. 


Tidak hanya cantik, dia juga pintar dan atletis, tapi dia tidak pernah sombong.


Itulah sebabnya semua orang menyukainya.


Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, melihat Riko Hanae dengan rasa kagum dan iri, hingga banyak yang memanggilnya dengan sebutan 'Hime' (putri) seperti Sawa.


"Dia memang selalu mencolok, ya. Riko-hime."


Sawa sepertinya memikirkan hal yang sama denganku, dan dia berbisik dengan nada muram.


"Dia punya karisma, ya? Pasti, gadis seperti dia bakal jadi selebriti. Ah, seandainya aku bisa disukai oleh gadis seperti dia. Bukankah kamu juga berpikir begitu, Shiyaama?"


"Umm?"


"Ada apa dengan jawaban yang tidak bersemangat itu!"


Memang, Hanae Riko sangat cantik dan imut.


Tapi, tidak seperti Sawa, aku tidak memiliki perasaan ingin disukai olehnya. Itu terlalu jauh dari jangkauanku.


Selain itu, jika aku sedikit saja memikirkan hal-hal yang tidak realistis seperti itu, aku mungkin akan mengalami kekecewaan yang pahit lagi.


'Karena kamu tampak tidak berbahaya, aku ingin berteman denganmu, tapi kalau kamu salah paham, itu menjijikkan.'


Kata-kata yang membuatku trauma dari seorang gadis yang pernah mengatakannya padaku muncul kembali dalam pikiranku dan membuatku gemetar.


Sejak kejadian itu, aku menjadi takut pada gadis-gadis, bahkan Hanae Riko tidak terkecuali.


Dengan perasaan seperti ini, aku tidak mungkin memiliki pacar.


Namun, aku tidak keberatan dengan itu.


Bukan karena aku berpura-pura kuat, tapi karena aku merasa lebih baik sendiri daripada mencoba mendekati gadis-gadis dan akhirnya terluka.


Saat aku merenungkan hal ini, tiba-tiba Sawa dengan wajah serius meletakkan tangan di bahuku.


"Heh, Shiyaama."


"Apa?"


"Kalau kita lagi ngomongin Riko-hime, kamu jadi makin diem aja, ya?"


Kata-kata tajam Sawa membuatku terkejut.


"T-tidak, itu cuma perasaanmu saja!"


"Kayaknya ada yang mencurigakan, nih."


Aku mencoba menghindari tatapan curiga Sawa dengan sekali lagi melihat ke lapangan. Dan pada saat itu, aku merasa tatapanku bertemu dengan tatapan Hanae Roko yang sedang melihat ke arah gedung sekolah.


"Whoa! Tunggu, Shiyaama! Aku baru saja bertemu pandang dengan Riko-hime!" 


"A-ah! ...Oh, iya, hebat ya."  


Bukan denganku, tapi Hanae Riko bertemu pandang dengan Sawa. Untuk sekilas, aku sempat salah paham, dan itu membuatku sangat malu.


"Ya ampun, aku benar-benar terkejut... Soalnya Riko-hime biasanya tidak pernah melihat ke arah anak laki-laki, kan? Ini seperti keajaiban..."  


Seperti yang Sawa katakan, meskipun Hanae Riko sangat pendiam, dia selalu dikerumuni banyak penggemar laki-laki, tapi dia hampir tidak pernah berbicara dengan mereka.


Di awal masuk SMA, setiap waktu istirahat makan siang, selalu ada murid laki-laki yang mengungkapkan perasaan mereka pada Hanae Riko, tapi tak ada satu pun yang berhasil membuatnya tertarik.


Bahkan seorang senpai yang terkenal di kelas tiga, kapten tim sepak bola, kapten tim basket, dan pemain rookie di tim bisbol, semua ditolak olehnya dengan ekspresi ketakutan di wajahnya.


Semakin banyak pria tampan yang ditolak olehnya, semakin populer Hanae Riko. Mungkin kesan bahwa dia seperti bunga tinggi yang sulit dijangkau justru membuatnya semakin menarik.


Akhirnya perlahan-lahan, semua orang mulai berpikir untuk melindungi kehidupan sekolah sang hime yang tenang, dan sekarang hampir tidak ada yang berani mengungkapkan perasaan mereka secara langsung.


'Tidak ada seorang pun yang bisa memenangkan hati gadis tercantik di sekolah ini. Bahkan tidak ada yang bisa berbicara dengannya,' desas-desus ini terus menyebar, dan karena itu yang membuat Sawa begitu bersemangat hanya karena bertemu pandang dengannya.


"Apa yang harus aku lakukan, Shiyaama? Mungkin Riko-hime jatuh cinta pada pandangan pertama padaku yang sedang melihat ke luar jendela...?"


"...Aku menghargai sikap positifmu itu, Sawa."


"Kalau dia selalu menolak para pria tampan, mungkin dia suka pria yang tidak tampan, kan!?"


"Hei, Sawa. Kalau ada gadis yang mendengar ucapanmu itu, nanti..."


Aku khawatir karena suara Sawa yang begitu keras, tapi kemudian aku sadar bahwa di kelas saat ini tidak ada perempuan.


Biasanya, kalau situasi seperti ini terjadi, kami akan segera mendapat komentar dari gadis-gadis di kelas seperti:


"Apa sih yang kamu bicarakan, Sawa? Menjijikkan. Tidak mungkin Hanae-san menyukai pria biasa seperti kamu. Itu sebabnya kamu tidak pernah punya pacar."


Mengingat perlakuan yang biasa aku dan Sawa terima dari gadis-gadis di kelas, membuat suasana hati ku sedikit suram.


Aku tahu ucapan Sawa memang tidak pantas, tapi gadis-gadis di kelas cenderung keras terhadap anak laki-laki yang tidak menonjol. Jika anak laki-laki yang populer di kelas mengatakan hal yang sama, mereka hanya akan tertawa dan berkata, 'Oh, kamu bercanda lagi,’ yah itu pernah ku lihat beberapa kali sih.


──Tapi, meskipun aku mendapat perlakuan seperti itu di sekolah, di rumah aku memiliki kebahagiaan yang menantiku bagaikan sebuah mimpi.






Posting Komentar

نموذج الاتصال