Kamu saat ini sedang membaca Senpai, watashi to shōbu shimashou. Tokimeitara makedesu! Iya shi-kei yōjo kōhai VS bujin-kei senpai volume 1 chapter 2. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
RIYA, BENTO BUATAN TANGAN, DAN CAIRAN PUTIH KENTAL
Baiklah, hari ke-2...pertandingan ke-2 pada hari ini.
Saat aku tiba di kelas, di atas mejaku sudah ada sebuah kotak berat yang dibungkus kain furoshiki, tergeletak di mejaku.
"...Lagi-lagi langsung begini, ya."
Seharusnya, dalam sebuah cerita Rom-com, ada sedikit penggambaran suasana pagi di kelas, atau obrolan santai dengan seorang teman seperti si Teman A.
Tapi, semua itu dilewati begitu saja, dan langsung ke bagian ini.
Masih ada 3 cara lagi untuk membuka cerita seperti ini, kan?
Tidak, jawabannya tidak (ekspresi antonim).
Ketika aku membuka bungkus furoshiki dengan pelan, di dalamnya terdapat sebuah kotak bersusun 3 dengan lapisan pernis mengkilap yang jelas-jelas terlihat mahal hanya dengan sekali lihat.
Di atas kotak bagian atas, ada sebuah catatan kecil yang disertakan.
"Untuk Gentetsu-Senpai. Ini adalah bonus login hari ini, ayo kita makan bersama sepulang sekolah."
Sebuah pengumuman tak langsung untuk tidak makan siang hari ini, ditulis oleh seseorang tanpa nama.
Tapi, siapa lagi yang mungkin melakukan hal seperti ini selain dia?
Aku pun bertanya dengan santai kepada salah satu anak laki-laki dari klub olahraga yang baru saja selesai latihan pagi dan duduk di dekatku.
"Apa kau melihat siapa yang menaruh kotak ini?"
"T-tidak, aku tidak melihatnya! Benar-benar tidak melihatnya!"
Anak itu terlihat sangat ketakutan.
Bagaimanapun, kalo dia benar-benar tidak melihatnya, maka pelaku pasti meletakkan ini entah di waktu subuh atau setidaknya saat kelas sedang kosong.
Aku merasa sedikit lega karena tidak ada yang menyaksikan, tapi tetap saja, apa yang harus kulakukan sekarang? Aku cukup penasaran untuk melihat isi kotak ini, tapi membuka kotak berat seperti ini membutuhkan usaha.
Lagipula, menjadi seseorang yang gugup saat membuka kotak seperti ini di pagi-pagi buta pasti akan terlihat aneh di mata teman-teman sekelas.
Meskipun, sebenarnya kotak besar yang sudah tergeletak di atas meja ini saja sudah cukup untuk menarik perhatian.
Jadi, merasa aneh mungkin sudah tidak terhindarkan lagi sekarang.
Untuk saat ini, aku memutuskan untuk menundanya.
Aku membungkus kembali kotak itu dengan hati-hati, lalu aku mendadak menyadari sesuatu.
...Di mana aku harus meletakkan ini?
★★★
"Ah, selamat siang, Senpai. Apa kau sudah melihat bento yang ku kirimkan?"
Saat aku mendatangi ruang klub sastra seusai jam pelajaran, Kuon yang duduk di tempat biasanya terlihat sedang menungguku dengan ekspresi gembira.
Aku meletakkan kotak berat itu di atas meja, menarik napas panjang, lalu duduk di kursiku.
Saat berjalan di lorong tadi, setiap kali berpapasan dengan orang lain, rasanya aku selalu mendapat tatapan seperti, "Apa itu...?" dan aku yakin itu bukan sekadar perasaan.
"Riya, apa maksud semua ini hari ini?"
"Yah, Gentetsu-Senpai pasti sudah tahu, bukan? ...Aku mengirimkan ini lebih awal untuk pertandingan hari ini. Bagaimana, apa senpai merasa deg-degan?"
"Tidak, sama sekali. ...Tapi, kenapa kau meletakkannya di mejaku pagi-pagi sekali?"
"Yah, sejujurnya sih, aku bingung harus meletakkannya di mana lagi."
Setidaknya dia jujur.
"Seperti yang kau lihat, pertandingan hari ini adalah tentang ini—bento. Aku memasaknya sendiri untuk mencuri perhatian dan hati mu melalui perut mu."
"Apa wajar untuk mengatakannya begitu saja?"
"Fufu, aku cukup percaya diri. Mengungkapkan rencana ini tidak akan mengubah hasil akhirnya. Omong-omong, kata 'mengungkapkan rahasia' itu terdengar agak...ehm, mesum, kan?"
Aku malas menanggapi dan memilih mengabaikannya.
Tetap saja... hmm, jadi ini adalah acara yang cukup khas di genre Rom-com—Bento buatan tangan.
Sebagai ide untuk pertandingan, ini bukanlah gagasan yang buruk.
Tapi—
"Riya, jadi, ini berarti ini bento buatanmu sendiri, kan?"
"Tepat sekali. Ada masalah dengan itu?"
"Tidak, hanya saja..."
Sambil membalas dengan kata-kata seperti itu, aku menatap kotak bersusun di depanku dengan tajam.
Sampai sejauh ini, aku belum pernah melihat isinya sama sekali.
Tapi...kalo ini benar-benar masakan buatannya, dan jika dia bertindak sesuai pola cerita Rom-com, maka isi kotak ini kemungkinan besar terbagi menjadi 2 kategori.
Yaitu, sangat tidak enak atau secara mengejutkan sangat lezat—pilihan sederhana 2 arah.
Sejak zaman dulu, dalam cerita Rom-com, 'masakan' merupakan salah satu atribut penting bagi karakter heroine.
Kalo Kuon, dengan pola pikirnya yang benar-benar seperti tokoh dalam Rom-com, mempersiapkan ini untuk pertandingan, dia pasti mengikuti pola tradisional itu.
Karena itu, aku bertanya dengan hati-hati kepadanya.
"Riya, apa kau sering memasak?"
"Tentu saja tidak. Di rumahku ada koki pribadi, jadi aku jarang memasak. Kalo pelajaran tata boga di sekolah sih, aku pernah menggunakan pisau dapur, tapi ini pertama kalinya aku benar-benar memasak sesuatu."
Informasi yang tiba-tiba ini membuat rasa cemas dalam diriku meningkat beberapa tingkat.
...Saat ini, mari kita coba menyusun kembali atribut-atributnya.
Seorang gadis blasteran, jenius, telah melewati beberapa tingkat pendidikan lebih cepat, berusia 11 tahun, dan pewaris keluarga konglomerat besar.
...Mungkin ini hanya prasangka, tapi aku tidak melihat satu pun petunjuk yang bisa menjamin kemampuan memasaknya.
Saat aku mulai merasa khawatir, Kuon dengan ceria melanjutkan.
"Ayo, Senpai, seperti yang tertulis di catatan itu, ayo kita makan siang bersama meskipun ini agak terlambat. Aku juga sudah menahan diri sampai sekarang, jadi perutku benar-benar lapar."
Sambil berbicara, dia mengeluarkan bento miliknya dari dalam tas dan meletakkannya di atas meja.
Omong-omong, berdasarkan ukuran tasnya, tidak mungkin kotak sebesar itu muat di sana, tapi dalam sebuah cerita, detail seperti itu sering kali diabaikan dan tak seorang pun menyadarinya.
"Senpai juga, ayo cepat buka dan lihat isi bento-nya."
Dengan dorongan semangat dari Kuon, aku akhirnya menyerah dan mulai membuka kotak bento bersusun itu.
Hal pertama yang menyapaku adalah aroma yang menggugah selera ku.
Lalu, yang terlihat di depan mataku adalah deretan bahan makanan dengan warna yang begitu menggugah.
Setidaknya dari segi penampilan, ini terlihat seperti sesuatu yang dibuat oleh koki profesional dari restoran kelas atas.
"...Benarkah ini kau yang membuatnya?"
"Tentu saja. Aku mulai menyiapkan bahannya tadi malam, dan pagi ini aku bangun lebih awal untuk menyelesaikannya. Beberapa hal kecil seperti mengemasnya, aku minta bantuan Onee-chan-ku tapi pada dasarnya ini sepenuhnya buatan tanganku sendiri."
"Begitu ya..."
Hukum masakan buruk dalam Rom-com, Kelihatannya enak.
Dengan situasi seperti ini, kemungkinan besar isi kotaknya sudah hampir pasti sesuai dengan pola itu.
Kucing Schrödinger di dalam kotak mungkin sudah 90% mati.
"Silakan, makanlah mulai dari apa pun yang kau suka."
Kuon berkata sambil tersenyum lebar.
Melihat sifatnya, sepertinya dia tidak akan sengaja membuat makanan yang tidak enak untuk maksud jahat.
Jadi, jika makanan ini ternyata buruk, itu murni karena kecelakaan atau kekurangan pengalamannya.
Apa pun hasilnya, ini adalah masakan yang dibuatnya sendiri.
Mengatakan kalo itu enak adalah bentuk penghargaan yang seharusnya.
Dengan tekad itu, aku mengambil sepotong makanan dari kotak bento dan memasukkannya ke mulutku—
".......Enak."
Secara spontan, kata-kata itu keluar dari mulutku tanpa bisa dicegah.
Meskipun semua persiapan mental sebelumnya membuat ucapanku mungkin terdengar tidak meyakinkan, ini adalah perasaanku yang jujur—makanan ini benar-benar enak.
Yang baru saja kumakan tadi, dari teksturnya, sepertinya cumi-cumi.
Tumisan itu dimasak bersama bawang putih, dengan bumbu yang tidak terlalu berlebihan, sehingga rasa alaminya benar-benar terasa dengan keseimbangan yang sempurna.
Aku mencoba hidangan lainnya.
Pasta berwarna hijau itu sepertinya menggunakan saus genovese.
Meskipun makanan ini pasti sudah dibuat sejak pagi, aroma basil dan rasa segar yang jarang kutemui langsung tercium ketika mendekatkannya ke mulut.
Ini juga merupakan hidangan yang luar biasa.
Sambil merasakan kelezatan yang memenuhi mulutku, aku perlahan menundukkan kepala pada Kuon.
Tanpa sadar, air mata mulai mengalir dari mataku.
"Maafkan aku, Kuon. Aku telah salah menilaimu..."
"Eh, apa-apaan ini tiba-tiba!? Wah, melihat pria dewasa seperti Senpai sampai menangis sungguhan itu agak menyeramkan, tahu!"
"Awalnya, mengingat gaya humor yang biasa kau lakukan, aku sempat berpikir kalo mungkin saja kau benar-benar sengaja membuat makanan yang tidak enak demi lelucon atau untuk menarik perhatian. Tapi ternyata...kau bukan tipe orang seperti Youtuber yang nekat melakukan itu demi menaikkan jumlah viewers mu..."
"Eh, a-a-apa!? Te-tentu saja tidak! Aku tidak pernah sekalipun terpikir untuk melakukan hal seperti itu, apalagi dengan ide seperti 'heroine yang membuat makanan super tidak enak demi mengumpulkan poin kecerobohan'! Sama sekali tidak pernah, aku tidak-tidak-tidak pernah berpikir seperti itu!"
Suaranya bergetar hebat, tapi mungkin aku hanya salah dengar.
"Omong-omong, Senpai, kupikir kau adalah tipe karakter yang pendiam, tapi kau tiba-tiba mengeluarkan monolog panjang seperti itu benar-benar mengejutkanku. Kita bahkan baru mencapai sekitar sepertiga cerita, lho, jadi tolong jaga konsistensi karaktermu."
"Maaf, masakanmu terlalu enak sampai-sampai aku kehilangan kendali..."
"Apa ini benar-benar insiden yang cukup besar hingga membuat karakter Senpai goyah...?"
Dengan ekspresi yang sedikit bingung, Kuon menempatkan ke-2 tangannya di pinggang, lalu membusungkan dadanya yang—seperti biasa—tidak ada.
"Bagian 'dada tidak ada' itu tidak perlu—eh, maksudku. Memang benar aku hampir tidak pernah memasak, dan aku sadar kalo aku punya banyak atribut yang berisiko membuatku menjadi heroine dengan julukan 'ahli masak gagal' dalam standar komedi romansa. Tapi bagaimanapun juga, aku ini dikenal sebagai gadis kecil, atau lebih tepatnya gadis genius."
"Benarkah hanya 'dikenal sebagai'?"
"Itu hanya ungkapan. Bagaimanapun juga, bagi seseorang seperti ku, memasak hanyalah hal sepele. Semudah ○○ melakukan ××."
"Apa maksud dari bagian kosong itu?"
"Aku mencoba memikirkan perumpamaan yang cerdas, tapi aku gagal menemukannya, jadi aku biarkan kosong saja."
Setelah menjelaskan itu dengan santai, Kuon mengarahkan senyum ceria ke arahku.
"Bagaimanapun juga, aku senang masakanku cocok di lidah Senpai. Aku membuat banyak hal yang tidak biasa, jadi sebenarnya ada sedikit rasa khawatir juga apakah semuanya berhasil atau tidak."
Mendengar itu, aku mengangguk pelan sambil bergumam, "Hmm."
Benar juga.
Kalau dipikir-pikir, kecuali pasta dan beberapa hidangan lainnya, hampir semuanya adalah masakan yang terkesan unik dan tidak biasa.
Di salah satu sudut bekal ini, tampaknya ada belut.
Cara memasaknya sangat sempurna, tapi memasukkan sesuatu seperti itu tanpa konteks ke dalam bekal sungguh merupakan pemikiran khas seorang gadis dari keluarga terpandang.
"Memang benar, banyak masakan yang belum pernah kulihat sebelumnya. Apa ini masakan hasil kreasimu sendiri?"
"Ya, kira-kira seperti itu. Bisa dibilang aku menyesuaikan dengan bahan-bahan yang ingin kupakai."
"Bahan-bahan yang ingin kau pakai?"
Sambil mengunyah pasta genovese yang tadi, aku mendengarkan Kuon yang masih terus berbicara dengan wajah ceria.
"Misalnya, yang itu aku tambahkan rasa unik dengan kacang pinus sebagai bahan rahasia bersama basilnya. Untuk isian, aku gunakan paprika juga. Semua bahan ini memiliki efek yang sama: afrodisiak, meningkatkan gairah seksual."
"Begitu ya, afrodisiak... afrodisiak?"
Rasanya aku salah dengar, tapi Kuon malah mengangguk dengan penuh semangat.
"Betul sekali. Oh, dan tumis cumi dengan bawang putih serta minyak zaitun itu juga dapat meningkatkan sirkulasi darah, yang membuat... ya, begitulah. Lalu, aku mencampurkan kenari ke dalam nasi, sehingga kandungan argininya bisa membuat tubuh bagian bawah lebih bersemangat. Selain itu, aku juga menambahkan tiram, asparagus, belut, kura-kura, seledri, maca—pokoknya, aku memasukkan semua bahan afrodisiak yang bisa kugunakan. Bisa dibilang ini adalah bento khusus yang berfungsi seperti obat perangsang! Jadi, bagaimana? Apa Senpai sudah merasa sedikit... bergairah?"
"Tidak, sama sekali tidak."
[TL\n: ni loli meresahkan bet bangsat, untung aja ni Rom-com sehat jir, kalo ini novel bokep pasti tu loli udah abis di jadiin toilet sperma ama si mc.]
Oh, jadi itu tujuan utamanya hari ini.
Kenapa gadis ini selalu menggunakan kecerdasannya yang tinggi untuk hal-hal seperti ini?
Kepalaku mulai pusing, mungkin karena tekanan darahku naik akibat semua bahan makanan penuh energi ini.
Sambil memegangi dahiku, aku tetap melanjutkan makanku.
Karena bagaimanapun juga, makanannya sendiri tidak bersalah.
"....Faktanya makanan ini sangat lezat, yang malah membuatku kesal."
"Fufu, kalo aku serius, membuat Senpai menikmati makananku bukanlah hal sulit. Ayo, Senpai, sebentar lagi efeknya akan terasa—eh, tunggu, kenapa tidak ada apa-apa?"
Mengabaikan provokasi aneh dari Kuon, aku terus makan hingga akhirnya semua isi kotak bento yang besar itu habis tak bersisa.
"Terima kasih untuk makanannya. Walaupun cara penyampaiannya agak aneh, tapi tak bisa disangkal kalo ini sangat lezat."
"Umm, tapi... apa ada perasaan mu-mu-mu-rah atau semacamnya?"
"Tidak ada sama sekali. Kalo pun ada, tubuhku terasa lebih ringan."
Belakangan ini, bahuku sering terasa kaku, tapi sekarang justru terasa lebih baik dari biasanya.
Jika ini adalah efek dari makanan 'penuh energi' yang dia buat, maka aku cukup bersyukur.
Melihat reaksiku, Kuon mengerucutkan bibirnya sambil bergumam, "Hmm..."
"Ini di luar dugaan... ternyata Senpai memiliki resistansi yang sangat tinggi terhadap afrodisiak. Apa mungkin Senpai berasal dari keluarga pembunuh bayaran yang secara rutin melatih daya tahan terhadap racun?"
"Jangan mengatakan hal yang bisa menimbulkan kesalahpahaman seperti itu."
"Kalo begitu, sesuai dengan rencana, aku akan menggunakan langkah ke-2... Kartu perangkap untuk Senpai sudah kuaktifkan, sekarang saatnya giliranku menyerang."
"Rasanya dari tadi ini terus-terusan giliranmu."
"Draw!"
Apa dia kerasukan jiwa seorang petarung gila?
Tanpa mendengarkan tanggapanku, dia langsung mendeklarasikan niatnya, lalu membuka kotak bentonya sendiri.
Kotak bento kecil dengan hanya satu lapisan.
Dan yang ada di dalamnya adalah—hamparan putih.
"...Apa itu?"
"Fufu, terima kasih sudah bertanya! Ini adalah 'bento' yang berisi Dosa 'besar' Sulit dipercaya dari jumlah 'yam' yang Kebanyakan ini, alias Bento Doskebe! Alias Bento Nakal!"
"Nama itu benar-benar keterlaluan, dan bukankah itu malah membuat bentonya jadi dobel?"
"Ngomong-ngomong, aku memikirkan kata yang lebih buruk untuk 'yam', tapi kupikir itu tidak pantas untuk seorang gadis, jadi aku memutuskan untuk tidak melakukannya."
"Kalo ini saja sudah termasuk bentuk pertimbangan, aku tidak tahu harus berkata apa."
Kalo dia ingin terlihat sebagai seorang gadis yang sopan, mungkin dia harus mulai ulang dari halaman 93 sebelum ini.
Tapi, sekarang sudah terlambat untuk memusingkan hal itu.
Jika aku terus memikirkannya, mungkin aku tidak akan bisa menghadapi statusku sebagai 'pacarnya.'
Jadi, aku hanya menghela napas dan kembali melihat bento di depannya.
Seperti namanya, isi kotak bento itu memang kebanyakan adalah sesuatu yang terlihat seperti parutan ubi jalar putih yang cukup encer.
Setelah ku amati lebih saksama, ternyata tidak semuanya adalah parutan ubi.
Ada bagian yang sepertinya dicampur dengan saus krim.
Tapi kombinasi makanan macam apa itu?
"...Baiklah, coba jelaskan. Apa alasan di balik pilihan bento ini?"
"Itu jelas, sesuai namanya! Bukankah menurutmu, jika seorang gadis cantik seperti aku makan sesuatu yang putih dan kental ini, bahkan mungkin sedikit berceceran di wajah, itu akan terlihat sangat menarik dalam ilustrasi?"
"Jangan bicara seperti Instagenic!"
[TL\n: Instagenic adalah istilah yang merujuk pada sesuatu yang tampak estetis atau menarik di media sosial, terutama Instagram. Kata ini sering digunakan untuk menggambarkan foto, video, atau konten yang dirancang atau difoto sedemikian rupa agar terlihat sangat menarik dan memikat di platform tersebut.]
"Sebagai penutup, aku juga menyiapkan pisang dan yogurt sebagai dessert."
Ini benar-benar ide murahan ala acara tengah malam dari era televisi dengan standar penyiaran yang longgar.
"Ayo, lihat baik-baik, Senpai. Loli kecil ini akan berlumuran cairan putih sambil tersipu-sipu! Dan setelah itu, dengan efek Bento pe***ng Super Sensasi ini, ko**l Senpai yang telah bersiap untuk—bla bla blaa—(sebagian text di di hilangkan untuk alasan keamanan)!!"

"Jangan coba-coba menyerang batas-batas kepatuhan dengan simbol yang tidak berguna. ...Dan, Selain itu, sulit untuk mengatakannya sekarang, tapi secara umum lebih baik menahan diri untuk tidak membuat lelucon tentang bermain-main dengan makanan, itu mudah membuat orang tidak suka, jadi sebaiknya kau menahan diri demi kebaikanmu."
"Serius, itu kritik berat!?"
Untuk pertama kalinya sejak tadi, Kuon berteriak kaget mendengar kata-kataku, dan akhirnya dia terkulai lemas di tempat itu.
"Ugh... Aku benar-benar gagal. Betapa banyak manga tentang makanan yang diserang karena 'Jangan membuat wajah menggoda saat makan', aku benar-benar lupa sampai sekarang."
"Untuk itu, aku akan tetap diam, tidak akan berkomentar."
Setelah beberapa saat mengeluh, Kuon akhirnya menatap bento-nya dengan ekspresi pahit, lalu dengan lemah mengambil sepasang sumpit dan—"Hup!" dia mengerang.
"Terpaksa... Sebagai seorang gadis murni yang mengutamakan citra baik, aku tidak bisa menanggung tuduhan yang tidak perlu. Baiklah, mari kita makan dengan tenang."
Meski begitu, Kuon dengan penuh keanggunan menggunakan sendok dan sumpit untuk membuka lautan parutan ubi dan saus krim.
Di bawahnya, sepertinya ada nasi putih dan pasta yang tersebar.
Menu ini jelas menantang konsep diet rendah karbohidrat, tapi ya, itu adalah hal yang lain.
Tanpa menumpahkan saus, atau malu-malu sambil berkata "Enak sekali~~" dan berimajinasi di dunia khayal, dia makan dengan tenang tanpa suara dari piring, dan tidak lama kemudian, bento-nya habis.
Dia membersihkan bibirnya dengan ringan menggunakan serbet, dan duduk dengan ekspresi tenang, memberi kesan seorang putri dari keluarga konglomerat besar, yang sama sekali tidak kehilangan keanggunannya dan kemurniannya.
"Terima kasih atas makanannya, staf menikmati makanannya dengan sangat baik."
Sikapnya yang sempurna, bahkan dengan memperhatikan penonton hingga akhir, membuatku kagum—tapi kemudian ekspresinya berubah lesu seperti balon yang bocor.
"Ughhh... Aku ingin sekali melakukan lelucon seksual di label untuk semua umur...!"
"Itulah kenapa kebiasaan buruk seperti itu justru memperburuk keadaan dan memicu lebih banyak regulasi. Zonasi itu penting, kau tahu."
Setelah memberikan peringatan, aku melihat ekspresi lesu Kuon dan menghela napas kecil.
"...Baiklah, cukup dengan ceramahnya. Jadi, apa masih ada kartu yang belum kau keluarkan?"
"Sudah cukup, selesai... Terima kasih atas makanannya..."
"Kalo begitu, ini berakhir di sini. Pertandingan hari ini—"
Aku menatap Kuon sejenak, berpikir sejenak, lalu mengangkat bahu dan melanjutkan.
"...Karena aku juga diberi makan bento yang enak. Hari ini, aku yang kalah."
Mendengar itu, wajahnya langsung bersinar, seolah-olah cahaya tiba-tiba menerangi dirinya, dan dengan cepat ekspresinya berubah cerah.
"Itu berarti...?"
"Aku belum pernah mendapat bento buatan tangan sebelumnya. ...Fakta kalo aku sedikit 'deg-degan' itu memang benar."
Meskipun agak enggan menyerahkan kemenangan, pada akhirnya aku mengakui kekalahan ku setelah dia begitu menunjukkan kemampuannya.
Aku merasa kalo aku tidak mengakui kekalahanku di sini itu justru akan terlihat lemah sebagai seorang pria.
Meskipun aku sedikit malu, aku mengatakannya dengan jujur, dan Kuon pun tersenyum sambil pipinya memerah.
"...Fuh, fufuu. Ini benar-benar usaha yang pantas dihargai."
"Aku tahu. Sebenarnya ada beberapa hal yang ingin aku katakan tentang arah masakannya."
"Ya, benar. Lain kali, aku akan mengasah kemampuanku lebih jauh lagi agar aku bisa membuat senpai terangsang."
"Tidak, kau tidak perlu memperluas pohon keterampilan mu ke arah itu."
Hasil: 1 VS 1〈Hari ke-2 pertandingan──Pemenang: Kuon Riya 〉
■ Intermission
Dengan begitu, pertandingan hari ke-2 berakhir lebih cepat dari yang aku kira.
Seperti biasa, aku terbenam dalam membaca buku atau mendengarkan cerita konyol Kuon, hingga waktu pulang tiba.
Kuon, yang berhasil memenangkan hari ini, pulang dengan gembira lebih awal, jadi aku tinggal sebentar lagi dan berencana untuk pulang setelah itu.
Tapi, pada saat itu—ketika tidak ada lagi yang mengetuk pintu klub sastra ini, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
"...Pintunya terbuka. Silakan masuk."
"Permisi."
Begitu aku mempersilakan, pintu terbuka dan seorang siswi dengan kacamata masuk.
Melihat lencana tahun ajarnya, dia sepertinya juga siswa tahun ke-2 seperti ku.
Wajahnya cukup cantik, tapi bibirnya yang terkatup rapat memberikan kesan yang tegas pada keseluruhan penampilannya.
"Siapa ya? ...Waktunya hampir pulang."
"Ya, aku tahu. Akh tidak akan memakan banyak waktu, jadi jangan khawatir."
Sambil memperbaiki kacamatanya, kata-kata gadis itu terdengar tajam, seolah-olah seperti pisau.
Setidaknya, dia tidak terlihat terlalu bersahabat.
Kami saling berhadapan di meja rapat besar, dan tatapan kami bertemu di tengah ketegangan yang aneh.
Yang pertama membuka suara adalah dia.
"Aku adalah Shidou Ritsume, siswa tahun ke-2. Mulai tahun ini, aku menjabat sebagai ketua OSIS."
Dengan aura ketua yang begitu tegas, dia mengumumkan dirinya—Shidou.
Meskipun aku tidak terlalu memperhatikan pemilihan OSIS, kalo dipikir-pikir, sepertinya dia memang memberi sambutan saat pertemuan umum sekolah.
"Begitu, ketua OSIS di tahun ke-w, luar biasa juga. ...Lalu, ketua OSIS datang ke ruang klub yang sepi di waktu seperti ini, ada keperluan apa?"
"Itu bukan hal yang besar."
Dengan ekspresi tegas dan kaku, dia melanjutkan.
Mendengar itu, aku sedikit mengerutkan kening dan membalas,
"Begitu..."
...Izinkan aku mengatakan ini sebelumnya untuk menghindari kesalahpahaman atau kecurigaan.
Sebenarnya, itu adalah urusan yang sangat sepele dan bisa dilupakan begitu saja.