> CERITA 2 RIKO BERUSIA LIMA TAHUN, MINATO BERUSIA LIMA TAHUN

CERITA 2 RIKO BERUSIA LIMA TAHUN, MINATO BERUSIA LIMA TAHUN

Kamu saat ini sedang membaca   Tsukushita garina uchi no yome ni tsuite derete mo ī ka?  volume 2,  chapter 2 cerita 2. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makinsemagat+buat dana untuk beli raw

 



───Apa sebenarnya yang sedang terjadi ini.


Kenapa aku dan Riko ada dalam foto yang sama saat masih kecil...?


Padahal kami berasal dari SMP yang berbeda, dan seharusnya belum pernah bertemu sampai masuk SMA.


Dengan perasaan tidak percaya, aku kembali menatap Riko yang ada di dalam foto.

──Karena aku tidak memiliki teman...

──Kenapa? Bukankah aku ini temanmu?

──Eh... Minato-kun, apakah kamu bersedia menjadi temanku? 

──Bukan 'bersedia menjadi', kita sudah menjadi teman! Karena kita membangun istana pasir bersama. Kalo kita sudah bermain bersama, itu berarti kita telah menjadi teman!


"......."


....Tunggu dulu.


Barusan, apa aku baru saja mengingat sesuatu...?


Ada sensasi samar seolah kenangan yang telah lama tertidur di dasar ingatanku bergeliat, membuat perasaanku semakin tidak tenang.


"Minato-kun? Kenapa kau tiba-tiba diam begitu?"


"Ah, um, anu, aku dan Riko itu mungkin──..."


Saat aku hendak bertanya pada Riko yang memiringkan kepalanya, aku tiba-tiba tersadar.


Karena apa yang Riko katakan tadi?


Dia satu-satunya temannya dari TK dan cinta pertamanya... 


Ucapan Riko itu dan percakapan yang tadi terlintas di benakku.


Kalau kedua hal itu saling terhubung, maka ini bisa jadi masalah besar... 


"....Riko, maaf! Aku mau memikirkan sesuatu, jadi untuk hari ini aku akan kembali ke kamarku dulu...!"


"Eh!?"


"Aku benar-benar minta maaf! Selamat malam!"


"Ah, iya...selamat malam?"


Meninggalkan Riko di ruang tamu dengan ekspresi bingung di wajahnya, aku buru-buru berlari ke kamarku.


Aku menutup pintu kamar dan bersandar padanya, lalu menghela napas berat.


"......Untuk sementara, aku harus menata pikiranku dulu."


Aku menarik napas dalam-dalam beberapa kali, berusaha menenangkan diri.


Sejak sebelum kelas 2 SMP, aku nyaris tidak pernah mengingat masa laluku.


Bagiku, masa itu sepenuhnya adalah sejarah kelam, kenangan yang sebisa mungkin tidak ingin aku gali kembali.


Saat kelas 2 SMP, aku menyadari betapa lancangnya diriku saat berinteraksi dengan orang lain, dan sejak saat itu aku benar-benar mengubah sikapku terhadap orang lain sepenuhnya.


Aku tidak lagi berbicara dengan orang yang tidak kukenal, dan juga aku berhenti menganggap seseorang sebagai teman hanya karena kami sempat berbincang singkat.


Sebelum mengucapkan sesuatu, aku mulai mempertimbangkan apakah kata-kataku akan membuat lawan bicara merasa tidak nyaman, hasilnya, aku jadi orang yang sangat sedikit bicara.


Sebaliknya, bisa dibilang kalo aku sebelum berubah adalah seseorang yang benar-benar tidak tahu malu dan tidak canggung, berbicara tanpa henti kepada siapa pun dengan kepolosan bodoh.


Dibandingkan sekarang, kurasa aku hampir menjadi orang yang berbeda.


Pada akhirnya aku malah dikenal sebagai orang yang terlalu pendiam dan jadi tidak disukai dengan cara yang berbeda... 


Tapi dibandingkan dulu, karena keberadaanku jadi lebih tidak mencolok, frekuensi membuat orang lain merasa tidak nyaman pasti sudah jauh berkurang.


Itulah sebabnya, mengingat masa lalu sangat menguras tenaga bagiku.


Tapi ini bukan saatnya untuk mengatakan hal-hal seperti itu.


Demi membangkitkan kembali ingatanku, aku mulai menelusuri foto-foto yang dikirim oleh ayah mertuaku.


Bukan hanya foto yang tadi kulihat, yang diambil di kotak pasir, tapi juga foto-foto yang sebelumnya sudah dikirimkan.


"Haa... Riko waktu kecil juga benar-benar imut sekali..."


Pipinya tembam, benar-benar seperti hewan kecil.


Otot-otot di wajahku secara alami mengendur.


"Tidak bukan itu!!"


Aku buru-buru menarik kembali pikiranku yang hampir melayang ke arah lain.


"Konsentrasi, konsentrasi."


Saat aku membuka foto pertama yang dikirim sambil berbicara sendiri, aku tanpa sadar berseru, "Ah".


Di sana, terlihat Riko sedang menangis dengan wajah yang berantakan.


Gaun putih yang dikenakannya terkena cipratan saus tomat, mungkin itulah penyebab tangisannya.


Tapi, yang paling penting bukanlah itu.


Wajah Riko saat menangis.


Itulah yang menjadi pemicunya, dan kenangan masa kecil yang selama ini tertidur datang menerjang seperti longsoran salju──


★★★


"Hei, kau sedang membuat istana pasir, ya?"


"......."


"Aku juga ikut membuatnya dengan mu."


".......!"


"Boleh aku pinjam sekop itu?"


"......."


"Terima kasih. Aku yang jadi raja, jadi aku akan membuat menara yang ini. Umm...etto, siapa namamu?"


"......."


"Apa kau tidak punya nama?"


"......."


"Kalo aku tidak tahu namamu, aku tidak bisa menjadikanmu seorang putri. Tolong beri tahu aku."


"....Ri...Riko..."


"Eh! Cara bicaramu kenapa seperti itu!?"


"........"


"Keren! Aku juga ingin bisa bicara seperti itu!"


"Eh...?"


「Ini, Riko-chan. Aku pinjamkan cangkirkku. Masukkan pasir ke dalam ini lalu balikkan."


"I...iya... Umm...apa cara bicaraku aneh...?"


"Keren sekali."


".....Terima kasih.... Aku juga ingin tahu namamu..."


"Aku Minato!"


"Minato-kun...?"


"Ya!"


"Hehe, Minato-kun... Terima kasih..."


"Kenapa kau berterima kasih?"


"Karena aku senang..."



 "Fuun? Aku tidak begitu mengerti, tapi kalo kau senang, itu bagus! Etto, Riko-chan. Kenapa kau selalu sendirian?"


"....Karena cara bicaraku aneh...jadi aku tidak bisa punya teman."


"Fuun. Kalo denganku, apa kau mau jadi teman?"


"....Boleh?"


"Tentu saja! Aku suka cara bicara Riko-chan, jadi aku ingin jadi temanmu."


".....Aku senang."


"Hehe. Kalo begitu, mulai sekarang kita berteman, ya!"




"Ya! Minato-kun, aku suka kau!"


"Aku juga suka Riko-chan!"


★★★



"Uwaaaaaah!?"


Aku saat kecil, mengatakan banyak hal yang luar biasa memalukan!!


Saking malunya, aku meremas kepalaku sambil menggeliat.


"Tapi kenapa aku bisa melupakan semua itu sampai sekarang!?"


Riko adalah seorang gadis yang pindah ke TK tempatku dulu bersekolah, dan dia setiap hari bermain sendirian.


Waktu itu, aku menganggap semua anak yang satu TK denganku adalah teman, jadi aku mendekati Riko tanpa ragu, dan mulai bermain bersamanya tanpa meminta izin lebih dulu.


"Tapi...setelah itu, apa yang terjadi pada kami...?"


Kenangan yang tidak bisa diandalkan menjadi kabur sejak saat itu, dan meskipun kupikirkan sekuat tenaga, aku tetap tidak bisa mencapai kebenaran.

 

Yah, setidaknya aku berhasil mengingat bagian yang ingin aku ketahui, jadi untuk sementara anggap saja itu cukup.


".....Waktu di TK, aku dan Riko adalah teman. Kalo begitu..."


Kemungkinan yang sempat samar-samar terlintas di benakku kini mulai tersambung dengan jelas.


Aku dan Riko adalah teman.


Saat di TK, satu-satunya teman Riko hanyalah aku.


Dan, Riko mengatakan kalo orang yang menjadi cinta pertamanya adalah teman masa TK-nya.


Kalo semua itu disusun menjadi satu kesimpulan──


".....Jadi aku ini orang yang menjadi cinta pertama Riko...?"


Hanya dengan memikirkannya saja membuat jantungku berdebar begitu kencang seolah akan meledak.


"Tidak, tidak, eh!? Se-serius...?"


Soalnya, hal seperti itu... 


Rasanya tidak nyata sama sekali, tapi kalo benar orang yang menjadi cinta pertama Riko adalah aku, rasanya terlalu membahagiakan sampai ingin mati.


Kepribadianku di masa lalu selama ini terasa seperti noda hitam dalam hidupku, tapi apa Riko justru menyukai aku yang seperti itu?


Kalo begitu, apakah aku sebaiknya bertingkah seperti diriku yang dulu agar bisa disukai oleh Riko?


Seperti diriku yang benar-benar tidak peka dan sembarangan itu...?


Ugh...rasanya nilai-nilai hidupku akan berubah total 180 derajat.


Tapi, apa Riko menyadari kalo anak laki-laki yang menjadi cinta pertamanya itu adalah aku...?


...Tapi, kalo dia memang menyadarinya, mungkinkah dia akan mengatakan secara langsung kalo itu adalah cinta pertamanya?


Biasanya, kalau berkata seperti itu, pasti akan membuat orang lain menjadi terlalu sadar.


Kalau Riko belum menyadarinya, bagaimana reaksinya kalo dia tahu kalo cinta pertamanya itu adalah aku?


Apa dia akan kecewa karena cinta pertamanya tumbuh menjadi pria seperti ini?


Atau, mungkin karena rasa nostalgia, dia justru akan merasa kalo keberadaanku kini terasa lebih dekat dari sebelumnya?



Sebelumnya     Daftar isi    Selanjutnya

Posting Komentar

نموذج الاتصال