Kamu saat ini sedang membaca Danjo Hi 1 : 5 No Sekai De Mo Futsu Ni Ikirareru to Omotta? Geki E Kanjona Kanojo Tachi Ga Mujikaku Danshi Ni Honro Saretara volume 1 chapter 1. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
PERTEMUAN SEPIHAK YANG MENENTUKAN
──● JD YANG TERKADANG MENAKUTKAN ●○●
[TL\n: JD tu singkatan dari 'Joshi Daigakusei' (女子大学生) yang berarti mahasiswi]
Itu adalah hari dengan sinar matahari yang terasa panas untuk musim semi.
"Masato! Ini sudah bukan pagi lagi, sekarang sudah siang!"
"Iya, iya, aku akan segera keluar."
Sudah 1 bulan berlalu sejak aku berpindah ke dunia ini.
Setelah beberapa saat, aku menyadari bahwa dunia ini tampaknya lebih mirip dengan dunia paralel daripada dunia lain.
Entah kenapa aku sudah memiliki catatan sipil di sini, dan keberadaan 'Katagari Masato' sudah dianggap ada di dunia ini sejak awal. Aku juga dianggap telah lulus dari SMA yang aku tinggalkan, dan pendaftaran masuk universitas yang seharusnya aku lakukan pada musim semi juga sudah selesai.
Tentu saja awalnya aku khawatir apakah aku bisa menjalani kehidupan dengan normal, tapi sekarang aku hidup tanpa merasakan kesulitan apa pun.
Lalu, jika ada yang bertanya berkat siapa itu semua?
"Masato, kau ada shift kerja hari ini! Jam 18:00 jangan lupa datang ke toko!"
"Baik, saya mengerti."
Orang yang memanggilku dari luar rumah tadi adalah Tsukida Aika. Dialah yang menolongku setelah aku ditemukan pingsan di gang kecil tak lama setelah berpindah ke dunia ini, dan akhirnya, dia menjadi waliku.
Dia benar-benar seperti dewi. Oh ya, Aika-san sudah menikah, tapi katanya dia sudah lama tidak bertemu dengan suaminya.
Yah ada kesan kelam di balik kisah itu.
Bukan hanya dia mau menjadi waliku, Aika-san juga mengizinkanku kuliah. Tentu saja, menggunakan beasiswa, jadi aku harus bekerja untuk membayarnya sendiri.
Singkatnya, aku berhutang budi besar pada Aika-san. Tidak diragukan lagi, kehidupanku yang nyaman sekarang sepenuhnya berkat dirinya.
Ketika aku membuka pintu depan, Aika-san melambaikan tangan dengan lembut.
"Selamat pagi."
"Ya, selamat pagi. Tapi seperti yang kukatakan tadi, ini sudah siang."
Rambut cokelat bergelombangnya diikat di satu sisi, gaya rambut yang sama ketika pertama kali kami bertemu.
Meski hampir berusia 30 tahun, dia tetap terlihat cantik. Mungkin karena pekerjaannya, dia sangat memperhatikan penampilannya.
Apartemen tempat aku tinggal ini adalah bangunan yang disewa oleh Aika-san.
Karena dekat dengan toko yang dikelola Aika-san, dia sering mampir di pagi hari seperti ini untuk memanggilku.
"Bagaimana? Apa kau sudah punya teman di kampus?"
"Ah, ya... mungkin begitu."
"Hm, mencurigakan. Jangan sampai tertipu oleh perempuan aneh, oke. Kalo kau mau menginap di luar, pastikan kau mengabariku! Dan berhenti menggunakan bahasa formal!"
"Baik! Saya pergi dulu!"
Merasa canggung, aku segera mengakhiri percakapan dan buru-buru pergi. Dari belakang terdengar suara Aika-san yang berkata, "Kau masih pakai bahasa formal!"
Meskipun begitu, dalam waktu singkat ini, aku sudah merasa cukup dekat dengannya. Tapi, untuk tidak menggunakan bahasa formal pada seseorang yang baru aku kenal sebulan, terutama pada orang yang sudah menolongku, rasanya sulit. Aku ini orang yang kaku.
Selain itu, ketika Aika-san mengatakan "Jangan sampai tertipu oleh perempuan aneh," aku semakin menyadari bahwa dunia ini berbeda dari dunia asalku. Mungkin dari sudut pandang Aika-san, aku tampak seperti gadis yang mudah ditipu, jika dilihat dari dunia asalku.
Setelah berpisah dengan Aika-san, aku langsung menuju kampus.
Waktu sekarang sudah menunjukkan pukul 11.
Matahari terasa membakar tanah.
Musim panas segera tiba, dan pada waktu seperti ini, suhu sangat tinggi.
Sambil mengusap keringat di dahiku dengan sapu tangan, aku melirik jam tangan favoritku.
"Oh tidak, aku tidak akan sempat masuk kelas kedua..."
Kelas kedua dimulai pukul 11:10. Jika aku terus berjalan, sepertinya aku tidak akan tiba tepat waktu. Yah lari di tengah panas seperti ini cukup berat... tapi sepertinya aku tidak punya pilihan selain berlari.
Saat aku memutuskan untuk berlari, tiba-tiba terdengar suara notifikasi, 'Piron', dan Hp di saku-ku mulai bergetar. Ketika aku merogoh sakuku untuk mengambilnya, ada satu notifikasi dari media sosial.
《Koumi》: "Masato, kelas ke-2 hari ini di ruang 104, kan? Aku sudah mengamankan tempat duduk untukmu♪"
"Itu sangat membantu~! Sungguh, teman itu sangat berharga!"
Aku membatalkan niatku untuk berlari dan menggantinya dengan berjalan cepat. Aku hanya mengirimkan stiker terima kasih sebagai balasan, lalu memasukkan Hp-ku kembali ke dalam saku. Karena tempat duduk-ku sudah disiapkan, terlambat sedikit tidak masalah.
Yang paling menyebalkan adalah jika tidak mendapat tempat duduk dan datang terlambat, lalu terpaksa duduk tepat di depan profesor!
Dalam hati, aku bersyukur pada Koumi dan melanjutkan perjalananku ke kampus.
"Karena itu, makna dari kalimat ini adalah──"
Ketika aku masuk ke dalam kelas, pelajaran sudah dimulai.
Aku terlambat sekitar 10 menit, tapi karena ini kelas besar, tidak jadi masalah. Kampu kami cukup longgar dalam hal itu. Sekarang, aku hanya perlu mencari tempat duduk yang sudah disiapkan oleh Koiumi.
(Masato! Di sini, di sini...!)
Setelah menunjukkan kartu mahasiswa di card reader untuk mencatat kehadiran, aku melihat ke sekeliling kelas dan menemukan kepala berambut pirang kecokelatan yang melambai di deretan belakang.
Dengan cepat aku berjalan ke tempat duduk yang telah di amankan Koumi dengan tasnya, dan aku berhasil mendapatkan tempat duduk tanpa masalah.
"Terima kasih banyak, Koumi."
"Hehehe... untuk Masato, ini hal kecil♪"
Gadis berambut pendek dengan senyum ceria itu adalah Koumi Igarashi, satu-satunya teman yang kumiliki di kampus ini. Senyumnya yang nakal dan ceria terlihat seperti iblis kecil yang menggemaskan, dengan mata merahnya yang bersinar seperti batu permata.
Karena perpindahanku yang menyebabkan banyak kekacauan, aku terlambat sekitar 1 bulan masuk ke universitas ini.
Bulan pertama tahun pertama di kampus sangat penting. Kebanyakan mahasiswa baru sudah membentuk kelompok pertemanan dan memilih klub atau organisasi yang akan mereka ikuti.
Aku sempat berpikir kalo kehidupan kuliahku akan sendirian... tapi kemudian Koumi muncul.
Meskipun Koumi sendiri memiliki kepribadian yang ceria dan mungkin sudah tergabung dalam beberapa kelompok, entah kenapa dia begitu baik padaku yang sendirian. Dia benar-benar sebuah keajaiban.
Tapi tetap saja, apa semua ini terjadi karena dunia ini adalah dunia di mana keseimbangan peran pria dan wanita terbalik? ...Tunggu, apa mungkin... a-apa mungkin dia jatuh cinta padaku pada pandangan pertama!?
...Bahaya, bahaya. Hampir saja aku menjadi pria canggung yang salah paham.
Ketika aku sedang tenggelam dalam pikiran itu, tiba-tiba seseorang menarik lengan kaos pendekku.
"....Hei, aku sudah menyiapkan tempat duduk untukmu, jadi hari ini ayo kita makan siang bareng, ya?"
...Makhluk imut apa ini?
Gadis yang tersenyum polos sambil mengajakku kencan ini memiliki daya tarik yang luar biasa.
Rambutnya yang pendek berwarna pirang kecokelatan dipotong rapi dalam gaya bob, dan anting mutiara kecil yang mengintip dari balik rambutnya membuat kontras yang lucu dengan kepolosannya.
Ditambah lagi, kaos putih yang dia kenakan adalah model off-shoulder, dan saat dia mendekatkan tubuhnya, kulitnya terlihat begitu jelas, membuat jantungku berdebar kencang...
Tenang, tenang. Di saat seperti ini aku harus tetap keren. Aku adalah pria yang tenang.
"Ah... Sorry bet, tapi aku ada kerja paruh waktu hari ini."
"Eh? Apa jangan-jangan, Masato memang selalu kerja setiap Jumat?"
"Iya, hampir setiap Jumat sih."
"Begitu ya. Kalo begitu, bagaimana kalau hari Senin minggu depan?"
"Kalo Senin, aku bisa."
"Yey!"
Koumi mengepalkan tangan kecilnya dengan gembira, lalu kembali ke posisi duduknya.
Serius, dia ini terlalu imut, kan?
Pasti dia sengaja melakukannya! Tapi karena dia imut, aku akan memaafkan dia saja!
...Aku menghela napas panjang, lalu mencoba berkonsentrasi pada pelajaran.
Sebenarnya, aku dan Koumi hampir selalu satu kelas.
Itu karena saat aku terlambat melakukan pendaftaran mata kuliah, Koumi membantuku (memilih dan mendaftar kelas).
Karena kami juga berada di fakultas yang sama, dia dengan baik hati menunjukkan kelas-kelas yang wajib ku ambil, bahkan dia memilih kelas yang bisa diambil bersama denganku.
Dia benar-benar seperti dewi, kan?
...Tapi, kalo dipikir-pikir, aku jadi merasa sedikit bersalah.
Gadis seimut dia pasti lebih suka mengikuti kelas bersama teman-teman sekelompoknya, kan...?
"...Hei, apa kau yakin ini baik-baik saja? Bukankah kau lebih suka mengikuti kelas bersama teman-temanmu...?"
"Hmm? Sama sekali tidak, kok. Aku masih bisa bertemu dengan teman-teman di kegiatan klub."
Karena kami berbicara dengan suara pelan, percakapan kami tidak mengganggu kelas.
Setelah memastikan bahwa suara kami tenggelam oleh suara profesor, aku melanjutkan.
"Kalo kau mau, sesekali ikutlah kelas bersama teman-temanmu. Aku tidak masalah kalo aku sendirian kok."
Koumi memiliki kepribadian yang mudah disukai, jadi pasti ada beberapa temannya di kelas ini juga.
Begitulah pikiranku.
"Kenapa?"
Sejenak, rasanya suhu ruangan turun 10 derajat.
Koumi tetap tersenyum, tapi matanya sepertinya tidak tersenyum.
──Eh? Apa aku barusan menginjak ranjau?
"Eh, tidak. Maksudku, aku pikir mungkin kau ingin mengikuti kelas dengan teman-temanmu yang lain..."
"Apa kau tidak suka mengikuti kelas denganku, Masato? Atau mungkin, kau ingin mengikuti kelas dengan gadis lain?"
"Tidak, tidak, bukan itu maksudku! Serius, aku sangat berterima kasih, dan jujur saja, bisa mengikuti kelas dengan gadis imut sepertimu adalah hal yang sangat menyenangkan! Lagi pula, aku tidak punya teman lain selain kau!"
Aku merasa sesuatu tidak beres, jadi aku segera memberikan penjelasan secepat mungkin.
Eh, sungguh sulit memahami apa yang dipikirkan gadis-gadis. Apa yang salah tadi? Rasanya menakutkan.
Tapi, ketika aku mulai menyebut kata 'gadis imut', ekspresi Koumi perlahan menjadi lebih cerah.
"Ga-gadis imut? Be-benarkah? Masato, menurutmu, apa aku imut?"
Tiba-tiba dia terlihat malu-malu.
"Y-ya, tentu saja. Kau pasti imut. Kau seharusnya percaya diri."
"Begitu ya...hehehe...aku imut ya..."
Huff...sepertinya aku berhasil keluar dari masalah ini.
Gadis-gadis zaman sekarang memang sulit dimengerti... Atau mungkin, lebih tepatnya gadis di dunia ini yang sulit dimengerti.
Apa sebenarnya yang salah tadi?
Melihat Koumi tersenyum manis sambil tersipu, aku akhirnya bisa merasa lega.
───● TEMAN TIPE JD YANG MENYADARI PERASAANNYA ●○●
Apa sebenarnya definisi cinta pada pandangan pertama?
Apa itu ketika kau melihat seseorang untuk pertama kalinya dan langsung tertarik pada wajahnya, suasananya, atau bentuk tubuhnya?
Kalo itu yang disebut cinta pada pandangan pertama, mungkin aku belum pernah merasakannya.
──Tapi, ketika pertama kali bertemu, mengobrol, dan melakukan sedikit aktivitas bersama, saat kami berpisah di penghujung hari dan mengucapkan selamat tinggal.
Pada saat itu, ketika aku tidak bisa menahan debaran di dadaku, aku menyadari bahwa perasaan ini mungkin sudah bisa masuk dalam kategori cinta pada pandangan pertama, atau setidaknya aku berpikir begitu.
Sejak lahir hingga hari ini, aku telah bertemu dengan cukup banyak laki-laki. Meskipun aku tidak pernah jatuh cinta pada mereka, ada beberapa pria yang aku kenal.
Meskipun jumlahnya tidak banyak, ada sekitar 3-4 laki-laki di kelasku, dan di game online yang menjadi hobiku, ada juga pemain laki-laki.
Tapi, setiap kali aku mengenal lebih dalam sifat mereka, aku merasa muak dengan para laki-laki yang menunjukkan sikap seolah-olah mereka berada di 'posisi untuk memilih'.
Sebagian besar laki-laki berpikir kalo mereka langka dan wajar kalo diperlakukan dengan istimewa. Karena itu, mereka bersikap berani terhadap kami para perempuan, bahkan mereka kadang menunjukkan sikap sombong.
Aku tidak bisa menerima itu. Mereka bahkan tidak berinvestasi pada penampilan mereka sendiri. Mereka tidak memiliki sesuatu yang luar biasa, dan kepribadian mereka juga tidak terlalu baik.
Tapi, mereka menatap seolah-olah berkata, "Kami yang akan memilih."
Ketika ada yang berkata, "Aku bisa saja berkencan denganmu," rasanya aku merinding.
Ketika ada yang berkata, "Aku bisa menjadi temanmu," aku merasa sangat kesal.
Kenapa aku harus menerima kata-kata seperti itu? Aku benar-benar tidak mengerti.
"Haa..."
Setelah pelajaran pertama di kampus selesai, aku—Igaraashi Koumi—meletakkan kepalaku di atas meja dan menghela napas tanpa sadar.
"Ada apa, Koumi~? Kalo kau sudah menghela napas dari pagi seperti itu, kau tidak akan kuat sampai pelajaran kelima hari ini loh!"
"Aku tidak yakin bisa bertahan..."
Mizuho... Tonosaki Mizuho, yang mengikuti pelajaran bersamaku, mendekat dan menatapku, tapi aku tidak berniat menjawabnya saat ini.
"Padahal kau ini imut sekali, tapi kalo kau seperti itu terus tidak akan ada yang menyukaimu loh, Koumi! Kita harus berusaha demi kehidupan kampus impian kita!"
"Kau semangat sekali dari pagi, ya, Mizuho..."
"Ya iyalah! Ini kesempatan kita... Kita ini baru masuk kuliah lohh! Ayo tangkap pria tampan!"
Temanku, Mizuho, bisa dibilang orang yang suka menilai dari penampilan.
Dia suka pria tampan dan langsung berusaha menghubungi mereka begitu melihatnya. Karena itu, dia sering mengalami kegagalan juga. Meskipun begitu, sebagai sesama perempuan dan sebagai temannya, dia sebenarnya orang yang sangat baik.
Saat jumlah orang di dalam kelas mulai berkurang, aku berpikir untuk keluar dari kelas juga, sambil perlahan berdiri dari tempat dudukku.
Saat itu, Mizuho yang sedang melihat Hp-nya sebentar tiba-tiba melambaikan tangan ke arahku.
"Ngomong-ngomong, siapa targetmu di klub bulu tangkis, Koumi?"
"Eh...?"
"Eh? Ya ampun, masa kau tidak ada target sama sekali?"
Aku dan Mizuho sama-sama bergabung di klub bulu tangkis. Memang benar aku masuk klub itu dengan sedikit harapan untuk bertemu seseorang yang menarik, jadi aku tidak bisa sepenuhnya menyangkal kalo aku ada sedikit niat itu.
Tapi...
"Ah... untuk saat ini, sepertinya tidak ada, sih."
"Eh!? Serius? Padahal Kei-san lumayan tampan, kan!?"
"Iya, sih..."
"Padahal, Koumi, kau itu sangat imut, tapi kenapa kau tidak menunjukkan semangat yang lebih? Kalo tidak, kau mungkin akan melewatkannya, lho~!"
‘Melewatkan’, ya.
Apa yang dikatakan Mizuho mungkin tidak sepenuhnya salah. Jumlah laki-laki memang lebih sedikit, dan meskipun negara sedang mempertimbangkan untuk menerapkan sistem poligami, aku ragu masyarakat dapat dengan mudah mengubah cara pandang mereka.
Jika demikian, mungkin aku termasuk dalam kategori orang yang secara harfiah ‘tidak mendapatkan pasangan’. Perempuan yang 'tidak berusaha agar dipilih'.
Entah kenapa, aku kembali menghela napas.
"HAh, serius..."
Ketika aku berjalan menuju kelas untuk pelajaran kedua, aku menyadari ada email masuk di Hp-ku dari kampus.
"Pelajaran di ruang 104 untuk jam kedua dibatalkan hari ini karena dosen sakit."
Pesan yang cukup mendadak.
"Pelajaran dibatalkan, ya... Apa ada temanku yang tidak ikut matkul (mata kuliah) sekarang..."
Mizuho, yang tadi bersamaku, sudah pergi ke kelas lain.
Teman-temanku yang lain kebanyakan belum sampai kampus atau sedang mengikuti pelajaran.
Masih terlalu dini untuk makan siang... Sepertinya aku harus menghabiskan waktu sendiri.
"Ugh, panas sekali... Hm?"
Cahaya matahari dari luar terasa menyilaukan. Meskipun masih musim semi, panasnya cukup terasa karena sinar matahari yang terik.
Hari ini aku merasa beruntung memakai celana pendek, pikirku, dan aku berniat mengeluarkan topi hitam favoritku dari ransel.
Saat itulah aku mendengar suara keluhan.
"Sial... Aku benar-benar tidak tahu harus mengambil matkul yang mana... Hidup kampusku sudah berakhir..."
Tiba-tiba, aku melihat seorang pemuda duduk di bangku panjang di lorong kampus. Dia sedang membuka laptop sambil memegangi kepalanya dengan ekspresi bingung.
Kalau ditanya apakah dia tampan, aku tidak yakin. Dia terlihat menarik, tapi dia bukan tipe yang sebanding dengan artis. Tapu entah kenapa, tanpa sadar, kakiku bergerak mendekatinya. Dan aku pun menyapanya.
"Permisi, apa kau sedang bingung soal registrasi matkul?"
"Eh!? Ah, begini. Karena suatu alasan, proses pendaftaran ku tertunda sedikit..."
Aku terkejut. Pria ini tersenyum padaku dengan sangat natural.
Sudah lama sekali aku tidak melihat senyuman yang sehangat ini dari seorang pria.
Tingginya tidak terlalu tinggi, tapi dia cukup di atas rata-rata, dengan postur yang ramping.
Model rambutnya adalah rambut hitam dengan gelombang lembut. Dia mengenakan kemeja putih lengan pendek yang dipadukan dengan rompi berwarna cokelat muda, yang memberi kesan sangat rapi.
Dan senyuman yang terlihat begitu ramah ini.
Tanpa sadar, detak jantungku sedikit meningkat.
"Jadi...kalo kau mau...aku bisa membantumu."
Oh tidak! Aku sedikit terbata-bata!
Tidak aneh jika dia merasa tidak nyaman. Rasa panas tiba-tiba menyebar ke wajahku.
Jika aku berpikir dengan tenang tentang apa yang baru saja kukatakan—menawarkan bantuan setelah tiba-tiba diajak bicara—itu seperti sebuah ajakan.
"Eh! Benarkah? Oh, tapi pelajaran kedua sudah dimulai..."
...Apa dia tidak merasa terganggu? Atau mungkin dia setuju?
Dengan panik, aku melanjutkan percakapan.
"Oh, tidak! Pelajaran kedua ku dibatalkan, jadi aku kebetulan sedang kosong."
"Serius? Ini sangat membantu! Terima kasih!"
Saat itu juga, dia bergerak sedikit dari posisi duduknya di bangku panjang.
...Eh? Apa ini berarti aku boleh duduk di sebelahnya? ...Eh?
Kejadian ini membuat otakku seakan membeku.
"Aku di jurusan ini~"
Eh, dia mulai berbicara dengan santai? Jadi, ini berarti aku bisa duduk di sini? Aku tidak membuat kesalahpahaman yang fatal, kan?
Ketika aku duduk di sebelahnya, dia tidak akan memandangku dengan aneh, kan? Kalo itu terjadi, aku mungkin akan menangis di tempat umum di usia dewasa seperti ini!
"...Eh? Ada apa?"
"Ah, ah! Tidak ada apa-apa! Sekarang, aku akan duduk di sini, hahaha."
Aku merasa tegang. Sudah berapa tahun sejak ada seorang pria sedekat ini denganku?
Untuk menenangkan diri, aku mengambil napas dalam-dalam sebelum duduk di sebelahnya... Kemudian, aku melihat layar laptopnya dan menyadari sesuatu.
"Ah... kita satu jurusan."
"Eh! Benarkah? Aku sangat bersyukur bisa dibantu oleh senpai langsung!"
Hah? Senpai...?
Oh, benar, karena aku yang memulai percakapan, dia mengira aku adalah mahasiswa tingkat atas. Hmm? Apa lebih baik kalo aku menggunakan bahasa yang lebih santai?
Tapi kalo di awal perkenalan aku menggunakan bahasa santai, mungkin akan terasa terlalu akrab...
"Ah, maaf, aku juga mahasiswa baru..."
Maksudku, apa terlalu berani untuk menawarkan bantuan meskipun aku baru setahun di sini? Apa dia akan mengira aku ada niat lain saat memulai percakapan ini...?
Tidak, kepalaku mulai berputar...
"N—"
Ada ekspresi terkejut di wajahnya.
Ah, sepertinya ini sudah berakhir...
"Jadi, ternyata kau juga mahasiswa baru! Aku tidak punya kenalan di angkatan yang sama, jadi ini sangat membantu! Namaku Katagiri Masato! Kau siapa?"
Dia terlihat sangat senang dari lubuk hatinya.
Aku tidak mengerti. Jika dia adalah seorang jenius akting yang luar biasa, mungkin aku bisa mengerti, tapi setidaknya itu tidak terlihat seperti itu bagiku.
Aku mencubit pahaku diam-diam agar dia tidak melihat.
Aku tidak bisa menunjukkan kebodohanku lebih lanjut. Aku memaksakan diri untuk menahan jantungku yang berdetak kencang. Dari sini, aku harus meningkatkan kesan baikku padanya...!
"Aku Igarashi Koumi! Senang bertemu denganmu!"
Jangan lupa untuk tersenyum. Aku harus membangun citra diriku yang lebih baik daripada yang lain...!
"Igarashi-san, ya. Oke! Sebenarnya, tapi aku benar-benar bingung matkul mana yang harus ku ambil..."
Dia...Katagiri Masato terlihat benar-benar bingung, menggulir layar laptopnya.
Jadwal kuliah memang masih kosong.
(....Eh, tunggu sebentar, ini bisa jadi kesempatan besar, kan?)
Masato dan aku berada di fakultas dan jurusan yang sama. Artinya, pelajaran yang harus diambil juga sama.
Jadi, kalo begitu, dia bisa mengambil semua pelajaran yang sama denganku, dan aku bisa menghadiri kelas bersamanya setiap hari...?
"...Igarashi-san?"
"...!"
Ketika aku melihatnya di sampingku, jaraknya yang sangat dekat membuatku terpesona.
Dadaku terasa panas dan sakit, dan keringatku tidak berhenti mengalir.
Tapi sekarang aku harus bertahan.
Untuk kehidupan kampusku yang cemerlang ke depannya...!
"Um...kalo Katagiri-kun tidak keberatan, apa aku mau mengikuti matkul yang ku ikuti?"
Eh? Tapi ini agak gawat, kan? Kalo dipikir-pikir, harus bertemu dengan satu gadis setiap hari bisa jadi neraka?
Ini tidak baik, aku harus memikirkan alasan...!
Aku perlu menunjukkan kalo aku tidak punya niat tersembunyi...!
"Ah, tidak, maksudku! Aku kan, meskipun tidak terlalu paham tentang matakul lain, aku tahu sedikit tentang yang aku ambil? Lagipula, sudah ada beberapa kelas yang sudah diadakan 2 kali, dan mungkin aku bisa menunjukkan materi yang dibagikan sebelumnya, jadi aku pikir ini akan menguntungkan."
Menguntungkan? Apa itu!
Aku sedikit merasa jijik dengan cara bicaraku yang terburu-buru. Lalu, dengan hati-hati, aku mengamati ekspresi wajahnya.
"Igarashi-san, jangan-jangan──"
Ah, selesai. Kali ini benar-benar selesai.
Dia pasti akan bilang, "Apa kau mengincar ku?" dan itu akan berakhir. Terima kasih untuk pertandingannya. Perang berakhir. Shumai. Maimai. Meskipun hanya sebentar, aku merasa bahagia bisa bermimpi.
[TL\n:gua gak nemua apa arti Shumai. Maimai itu, gua coba riset yg keluar malah jenis makan.]
"Apa kau jenius?"
Eh?
"Um, ini sangat membantu. Tapi apa ini benar-benar oke? Bukankah ini terlalu merugikan untuk Igarashi-san?"
"Eh── tidak, tidak, tidak! Ini sangat menguntungkan! Sangat menguntungkan, jadi tidak masalah!"
Kehidupan kampus bersamamu! Itu saja sudah lebih dari cukup, bahkan bisa dibilang beruntung. Hah? Aku tidak mengerti maksudnya?
Mungkin mataku sekarang bisa digambarkan dalam komik dengan mata berputar. Aku bahkan tidak tahu lagi apa yang kukatakan!
"B-begitu? Kalo begitu tidak apa-apa...eh, boleh aku melihat jadwal kuliahmu?"
"Ya! Tentu saja!"
Aku segera membuka Hp-ku dan menunjukkan jadwal kuliah.
"Hmm, jadi, kelas pertama di hari Senin adalah ini, dan kelas kedua adalah hari ini, kelas ketiga..."
Di depan mataku, jadwal kuliah semakin terisi. Jadwal yang sama dengan milikku.
Eh? Apa ini berarti kita sudah seolah-olah cocok? Apa ini berarti kita sudah mulai serasi sebagai pasangan?
Tidak bisa, aku benar-benar mulai gila....
"Wah, ini sangat membantu! Terima kasih!"
"Tidak masalah! Senang bisa membantu!"
Mungkin sudah sekitar 30 menit. Bagiku, itu terasa seperti sekejap.
Itu saja sudah cukup untuk membuatku senang berbicara dengan Masato. Meski aku sangat tegang sampai-sampai tidak mengerti apa yang aku katakan.
"Baiklah, aku akan pulang sebentar! Karena kartu mahasiswaku belum datang, jadi tidak ada gunanya mengikuti kelas."
"Begitu ya! Nah, kalo kau sudah bisa mengikuti kelas lagi, kita bertemu di ruang kelas, ya."
Jadi, mulai sekarang kita bisa bertemu setiap hari... Ini gila, aku secara alami tersenyum. Sambil menyadari tubuhku yang memanas, aku melambaikan tangan untuk mengucapkan selamat tinggal padanya.
Tapi, dia yang seharusnya sudah membelakangiku dan mulai berjalan, entah kenapa kembali lagi ke arahku.
Ada apa? Apa dia lupa sesuatu...?
"Ada apa?"
"Ah, tidak—em, maksudku, bagaimana ya—aku ingin meminta sesuatu pada Igarashi-san, atau lebih tepatnya..."
Dia menggaruk pipinya, tampak kesulitan untuk mengungkapkan sesuatu.
Permintaan? Aku akan menanyakan apapun yang aku bisa, kalo itu hal yang bisa aku lakukan!
Aku yang sudah merasa senang berpikir begitu.
Tapi, di detik berikutnya, dia tampak sudah mengambil keputusan, dia menatap mataku dengan serius. Dan aku yakin, saat itu aku akan mengingat setiap kata yang diucapkannya seumur hidupku.
"Kalo tidak keberatan, maukah kau menjadi temanku?"
『Aku bisa saja mau berpacaran denganmu loh.』
『Aku akan jadi temanmu.』
『Bagaimana kalo kita jadi teman?』
『Kau harus bersyukur karena aku mau berbicara denganmu.』
Kata-kata yang pernah diucapkan oleh para pria di masa lalu terulang kembali dalam pikiranku. Dan semuanya meledak dan terbang.
Rasanya seolah-olah ada sesuatu yang mengubah segalanya menjadi satu warna di dalam diriku. Pemandangan di sekitarku. Suara. Semuanya tidak terdengar.
Aku tidak bisa melepaskan pandangan dari dia yang berada di depanku.
"Tentu saja."
Akhirnya, aku bisa mengeluarkan suara itu.
Kemudian, di depan mataku, dia tersenyum dengan senyuman baiknya.
"Yes! Terima kasih! Aku tidak punya teman satu pun! Oke, aku pergi dulu! Berkat Igarashi-san, aku jadi sedikit bersemangat untuk kuliah!"
Aku mengikuti sosoknya yang pergi dengan penuh keceriaan dengan mataku.
Ketika dia sudah meghilang dari pandanganku.
Aku berjongkok di tempat.
Dengan kuat, aku memegang bagian dadaku.
Tapi, aku tidak bisa menahan perasaan ini.
Tidak mungkin untuk menahan gelombang perasaan yang meluap ini.
(Tidak mungkin. Apa ini? Dia seperti pangeran, kan?)
Dia sempurna seperti impianku.
Dari segi dalam, penampilan, dan suasana. Semua elemen.
Aku bisa merasakan prioritas di dalam diriku berubah dengan sangat cepat.
Detak jantungku tidak berhenti.
"Hah──...! Hah──...!"
Aku sangat menginginkannya.
Aku tidak bisa memikirkan yang lain selain dia. Aku ingin semua tentang dia.
『Masato... kau.』
Aku mengulangi nama orang yang ditakdirkan untukku berkali-kali dalam kepalaku.
───● KLUB BASKET JC KADANG-KADANG ANEH ●○●
[TL\n: JC tu singkatan dari "Joshi Chūgakusei" (女子中学生) yang berarti siswi SMP.]
Setelah menyelesaikan kuliahku di kampus.
Hari ini aku hanya ada matkul ke-2 dan ke-3, jadi sekarang sudah lewat pukul 15.00.
Meskipun waktu sudah mendekati sore, sinar matahari yang tidak seperti musim semi ini dengan kejam menyinari tanah.
Kemana perginya cuaca musim semi yang sempurna?
Masih ada waktu sebelum kerja paruh waktuku, jadi aku pulang sebentar untuk melakukan rutinitas hari Jumatku sebelum pergi ke taman dekat rumah.
Meskipun waktu puncak panas sudah berlalu, cuacanya masih sangat panas.
Aku mengambil handuk dari ransel berwarna hitam dengan garis biru dan dengan lembut mengelap keringatku.
Tinggal sedikit lagi aku sampai di tujuanku.
"Yosh. Akhirnya sampai."
Di taman yang dipenuhi pepohonan dan selalu memiliki udara segar, terdapat satu pojok di mana sebuah ring basket diletakkan terpisah.
"Dunia ini memang sulit untuk berolahraga dengan santai..."
Bahkan sebelum aku berpindah ke dunia ini, aku cukup menyukai olahraga.
Aku suka bergerak, dan di antara semua olahraga, aku cukup serius dalam bermain basket dan baseball.
Oleh karena itu, setelah datang ke sini, aku terkadang ingin bermain lagi, tapi...
"Tempat terbuka dipenuhi wanita, jadi agak sulit untuk masuk... dan aku meragukan apakah klub benar-benar berolahraga..."
Aku sempat berpikir untuk mengamati klub bulu tangkis tempat Koumi bergabung, tapi entah kenapa Koumi sangat menyarankan agar aku tidak melakukannya.
Di kampus, aku tidak memiliki teman yang dekat denganku selain dirinya, jadi aku tidak punya pilihan selain mengikuti sarannya.
"Ya, di sini aku bisa melakukannya tanpa khawatir, dan yang paling penting, di sini sepi."
Taman ini sering kali ramai pada akhir pekan, tapi pada hari biasa, pengunjungnya lebih sedikit.
Aku meletakkan ranselku di bangku dan mengambil bola basket.
Setelah menjatuhkan bola 2-3 kali untuk memastikan tidak ada udara yang keluar.
"...oke."
Karena aku sudah mengisi udara dengan baik di rumah, sepertinya tidak ada masalah. Bola yang memantul di tanah terasa pas di tanganku.
Saat aku berusaha melepaskan tembakan pertama hari ini ke arah ring, tiba-tiba...
"H-Hai, Nii-san!"
"Hah?"
Ketika aku sedang berada dalam posisi 'tangan kiri hanya sebagai penopang', aku menghentikan gerakanku karena suara imut yang datang dari belakangku.
Di sana, seorang gadis dengan penampilan seolah-olah datang untuk bermain basket berdiri tegak sambil memeluk bola di sampingnya.
Dengan rambut hitam pendek yang segar, dikontraskan dengan jepit rambut biru cantik bermotif bunga.
Dia mengenakan kaos hitam yang terlihat nyaman untuk bergerak dengan garis merah muda yang menambahkan sentuhan imut dan feminin.
Meskipun tingginya hanya sekitar dadaku, dia berdiri dengan cara yang imut seolah-olah berusaha untuk melihatku dari atas.
"Hari ini pasti aku akan menang! Dan, tempat ini...akan aku ambil!!"
"Kau sudah datang ya, gadis kecil."
"Aku bukan gadis kecil! Aku Yuka, aku sudah jadi siswa SMP!!"
Si kecil ini...hubunganku dengan Maeda Yuka dimulai tepat setelah aku berpindah ke dunia ini.
Ketika aku sangat ingin bermain basket, aku membeli bola dan mencari tempat untuk bermain basket di sekitar sini, dan aku menemukan tempat ini.
Sejak saat itu, aku mulai sering datang ke sini, tapi sepertinya Yuka sudah bermain basket di sini sejak lama, dan semakin sering kami bertabrakan waktu, karena kami berdua juga datang pada sore hari.
Awalnya, komunikasi satu arah dariku, "Kalo kau mau, silakan guanakn lapangan ini, aku sudah mau pulang~", tapi suatu ketika dia memanggilku, "Apa kau mau bermain basket bersama?" dan jarak di antara kami sepertinya mulai menyusut.
Dan entah kenapa, pembicaraan kami berujung pada, "Kalo aku menang, aku akan mendapat hak kepemilikan tempat ini." ...Padahal ini adalah fasilitas umum.
"Hari ini, aku pasti akan mengambil alih tempat ini...!"
Tapi, aku tidak membenci interaksi dengan gadis ini.
"Ha ha ha, apa kau pernah menang sekali pun melawanku, gadis kecil~"
"Hari ini aku punya strategi rahasia!"
Ketika kami pertama kali bertemu, dia masih kelas 6 SD, dan sekarang dia sudah kelas 1 SMP.
Tentu saja, tidak ada alasan bagiku, yang sudah mahasiswa tahun pertama, untuk kalah.
Lagipula, basket memiliki dinding absolut yang disebut 'tinggi badan', jadi secara umum, sulit bagi Yuka untuk mengalahkanku...
Tapi.
(Anak ini benar-benar sangat mahir...)
Standar di dunia ini mungkin sulit dipahami, tapi yang jelas Yuka sangat mahir dalam bermain basket.
Di dunia di mana olahraga profesional tampaknya lebih berkembang di kalangan perempuan, mungkin ada anggapan bahwa perempuan lebih unggul, tapi anak ini, tanpa itu pun, sudah terlalu mahir.
Saat ini, dia mendapatkan kemenangan dengan memanfaatkan perbedaan tinggi badan yang sangat menguntungkan, tapi setelah masa pertumbuhannya berakhir dan tinggi badannya mencapai rata-rata, aku tidak tahu bagaimana jadinya. Yang pasti, aku pasti akan kalah.
"Eh, eh, kenapa kau hanya melamun?! Kita akan bermain 1-on-1, kan?"
Yuka sering menunjukkan sikap yang sulit dipahami, antara percaya diri dan tidak. Sepasang matanya yang berwarna hijau muda terlihat goyah. Mungkin dia kesulitan memahami jarak antara dirinya dan lawan yang lebih tua. Tapi, itu yang membuatnya terlihat menggemaskan.
"Baiklah~ Tapi, pastikan kau melakukan pemanasan dulu, oke? Kalo tidak nanti kau bisa cedera."
"A-ah, tentu saja. Aku sudah selesai melakukan itu."
"Eh? Tapi, bukankah kau baru saja tiba...?"
Kapan dia melakukan pemanasan?
"Sudahlah, kita...kita pasti akan bermain!!"
Dia mengambil bola yang dibawanya dan mengoperkan dengan bounce pass ke arahku.
Sambil melakukan itu, dia segera mengambil posisi bertahan. Sepertinya, kami yang akan mulai bermain.
Ukuran bola yang kami gunakan memang disesuaikan untuk Yuka, yah itu bola miliknya sendiri. Bola ukuran dewasa jelas terlalu besar untuk siswi SMP.
"Jangan terburu-buru...baiklah, ayo mulai~."
Aku menerima bola tersebut dan mendekati Yuka dengan dribble. Meskipun ukurannya sedikit lebih kecil, aku tidak mengalami kesulitan dalam mengontrolnya.
Dengan segera, aku melakukan cut-in ke sisi kiri Yuka.
"Aku tidak akan membiarkanmu...!"
Hal yang mengagumkan darinya adalah kecepatanya.
Dia dengan cepat bergerak ke depan tepat di hadapku saat aku bergerak ke kiri, menghalangi jalanku.
"Sampai di sini saja!"
"Ah!"
Tapi, aku tahu kalo hanya segitu, dia akan bisa mengikutiku. Kami sudah sering bermain 1-on-1.
Apa yang aku pilih adalah akselerasi cepat diikuti dengan berhenti mendadak. Dari situ, aku akan melakukan tembakan. Aku segera masuk ke dalam gerakan tembakan dan berhasil mencetak gol dari jarak menengah.
"Baik, itu jadi poin pertamaku...eh? Yuka-chan?"
Saat aku mengambil bola yang berhasil masuk ke ring untuk mengembalikannya, aku melihat Yuka terdiam di tempatnya.
Memang, karena aku baru saja melakukan jump shot di hadapannya, aku pikir dia akan melompat untuk mencoba memblokirku, tapi sepertinya dia tidak bergerak sama sekali.
"...Ada apa?"
"Haeh..."
Wajahnya tampak sedikit kemerahan. Hah? Apa dia merasa tidak enak badan?
"Hei, wajahmu merah! Jangan-jangan kau terkena heatstroke? Apa kau mau istirahat di bangku sebentar?"
[TL\n: Heatstroke adalah kondisi serius yang terjadi ketika tubuh mengalami peningkatan suhu secara berlebihan, biasanya akibat paparan panas yang ekstrem atau aktivitas fisik yang berat dalam cuaca panas. Pada heatstroke, suhu tubuh dapat meningkat hingga lebih dari 40°C, dan kemampuan tubuh untuk mengatur suhu menjadi terganggu. Gejala heatstroke meliputi kulit kering dan panas, pusing, sakit kepala, mual, kebingungan, kejang, dan bahkan bisa menyebabkan kehilangan kesadaran atau kematian jika tidak segera ditangani. Heatstroke adalah keadaan darurat medis yang memerlukan penanganan segera.]
"A-a-aaaa!? Tidak, tidak! Aku baik-baik saja! Cepat beri aku bolanya! Aku akan segera menyamakan skornya!"
Yuka berlari dengan cepat kembali ke titik awal. Apa yang sebenarnya terjadi padanya?
Aku mengoper bola dengan bounce pass ke Yuka, dan kali ini aku yang mengambil posisi bertahan.
Kalo aku lengah, dia bisa saja melewatiku dengan mudah, jadi aku merendahkan posisi untuk bersiap menghadapi dribblenya.
"Aku mulai ya...!"
Begitu dia mengatakan itu, Yuka langsung memotong tajam ke kiri di sampingku.
Dribble ke sisi tangan kanan, yang menjadi keahliannya.
"Aku sudah tahu itu."
Tanpa ragu, aku menghalangi jalannya. Pola yang dia kuasai sudah berulang kali kulihat, jadi itu tertanam dalam ingatanku.
Tapi, Yuka dengan cepat melakukan crossover dari dribble tangan kanan ke kiri...menggeser pusat gravitasinya.
(Tetap saja, dia cepat...tapi itu juga sudah aku ketahui!)
Salah satu teknik yang dia gunakan jika tidak berhasil melewatiku dalam satu kali percobaan adalah crossover ini.
Karena dia tiba-tiba mengubah pusat gravitasinya ke sisi yang berlawanan, akan sangat sulit untuk meresponsnya pada percobaan pertama.
Tapi, aku sudah pernah melihat ini sebelumnya.
"Begitulah seharusnya, Nii-san...!"
Tapi, hari ini Yuka telah memiliki langkah berikutnya.
"Eh...!"
Setelah melakukan crossover, Yuka sudah membelakangiku.
(...Roll!)
Teknik yang memanfaatkan rotasi untuk melewati lawan dengan membelakangi mereka...roll.
Yuka seharusnya bisa melewatiku dengan cepat berkat kecepatan yang dimilikinya── seharusnya.
"Ah...!"
Sepertinya dia kurang melakukan pemanasan.
Kakinya tersandung saat melakukan roll, dan posisinya menjadi tidak stabil.
"...Yah!"
Refleksku ternyata cukup baik.
Aku melompat untuk menopang Yuka yang hampir terjatuh dari samping, menjadi bantalan sebelum dia menabrak tanah, sehingga bisa melindunginya dari benturan.
Pandanganku terasa terbalik, dan aku menutup mata rapat-rapat.
Rasa berat yang menghantam punggungku membuat wajahku sedikit meringis, tapi itu hanya sesaat.
"Au...apa kau baik-baik saja? Yuka?"
"....."
Hanya suara bola yang memantul dan bergulir ke arah ring yang terdengar di sekeliling.
"Yuka...?"
Posisi saat ini sangat tidak menguntungkan.
Yuka benar-benar berada di atas tubuhku.
...Dia punya aroma yang enak.
Hah! Tidak! Ini membuatku terlihat seperti seorang pedofil!
"Hawa..."
"...Hawa?"
Meskipun dia ringan dan tidak mengganggu sama sekali, aku berharap dia segera pindah, tapi setelah menunggu, Yuka akhirnya menunjukkan reaksi.
"Hawawawawawa!"
"Eh, ada apa!?"
Wajahnya terlihat memerah, dan dia terlihat seperti perangkat elektronik yang kena arus pendek.
Dia masih berada di atasku.
"Apa yang terjadi..."
Aku tidak punya pilihan lain, jadi aku menggendong Yuka dan membawanya ke bangku di bawah naungan pohon.
Aku membaringkannya telentang dan melipat handuk sebagai bantal untuknya.
Dilihat dari sini, dia benar-benar memiliki wajah yang cantik. Bulu matanya panjang, dan kulitnya halus serta segar.
Saat ini, kecantikannya masih terlihat kekanak-kanakan, tapi aku merasa dia akan menjadi wanita yang sangat cantik di masa depan.
(Apa yang aku lakukan menganalisisnya dengan tenang seperti ini...?)
Aku sebenarnya belum banyak mengenalnya.
Mungkin saja dia sudah memiliki pacar di usia seperti ini. Anak SMP sekarang lebih dewasa dari sebelumnya (aku yakin).
[TL\n: yah bukan cuman SMP bahkan SD aja udah ada yg punya pacar dan yang lebih membangokan lagi bocil-bocil yang masih Tk ada yang udah punya pacar. Asli sih gua yg geliat itu miris.]
"...Aku akan melakukan shooting."
Setelah beberapa saat menggunakan kaos yang ku ambil dari ransel sebagai kipas untuk megipaskan angin ke arahnya, dan setelah melihat kalo wajahnya sudah tidak merah lagi, aku memutuskan untuk berlatih shooting sendirian.
───● TIM BASKET JC MEMPERHATIKAN ●○●
Aku suka bermain basket.
Sejak dulu, aku memang suka bergerak, dan suara 'spat' saat bola masuk ke ring sangat menyenangkan, jadi aku langsung jatuh cinta dengan olahraga ini.
── Tapi mungkin aku sedikit terlalu terobsesi.
"Yukacchi, terima kasih atas kerja kerasmu!~Aku pulang dulu ya~"
"Ah, iya! Selamat tinggal!"
Di gymnasium SD.
Karena saat ini adalah libur musim semi, tempat ini dibuka bebas untuk kami yang sudah lulus. Jadi, aku bermain basket dengan teman-temanku di sini, tapi...
Semua orang sepertinya pulang pada siang hari.
(Yah mau bagaimana lagi, kan? )
Sebenarnya, aku ingin berlatih sedikit lebih lama, tapi penting juga untuk mengikuti teman-teman.
Dengan enggan, aku pun mulai bersiap-siap untuk pulang.
"Eh! Rika, kau jadi pacaran dengan Shoya-kun!? "
"Yah, pas upacara kelulusan, aku menembaknya dan dia menerima!"
Dalam perjalanan pulang, semua orang sangat antusias membicarakan cinta dengan para laki-laki.
"Eh? Tapi, bukankah Shoya-kun sedang berpacaran dengan Suzuka?"
"Katanya mereka putus. Yah, dalam skenario terburuk, kalaupun mereka belum putus, tidak masalah juga sih!"
Jatuh cinta, mengaku, pacaran, menjadi sepasang kekasih.
Meskipun aku mengagumi hal-hal itu, aku tidak memiliki orang yang ingin aku ajak seperti itu.
Ada banyak anak laki-laki di kelasku dan di tim bola basket, tapi menurutku mereka tidak menarik sama sekali.
"...? Kenapa kau linglung, Yuka? Apa kau tidak ingin menambak siapa pun?"
"Eh? Aku? Hmm, aku tidak punya orang yang aku suka, jadi..."
Itu kebenarannya.
Semua laki-laki di kelas terasa masih seperti anak-anak, dan entah kenapa mereka cenderung melihatku dari atas, jadi aku merasa tidak nyaman.
[TL\n: maksudnya para laki laki tu merasa kalo mereka lebih tinggi posisinya dan mereka ngeliat dia dengan tatapan meremehkan.]
"Yuka benar-benar idiot soal basket, ya!"
"Itu keren! Aku tentu saja masuk tim basket karena ingin bermain, tapi jujur, aku juga punya sedikit niat untuk mendekati para laki-laki juga."
"Kau bilang itu? Yah, aku juga berharap sedikit!"
Basket adalah olahraga yang cukup banyak diminati oleh para laki-laki.
Aku sangat terkejut mendengar bahwa ada orang yang bergabung dengan tim basket untuk menjalin hubungan dengan laki-laki dari kelas lain.
Tapi, aku hanya ingin bermain basket, dan meskipun aku tidak pernah memberitahu siapapun, aku juga ingin menang lebih banyak di pertandingan.
Karena aku tahu sifatku seperti itu, aku berpikir tidak ada yang akan mengajukan topik semacam itu padaku...tapi saat itu.
"Tapi, Yuka yang terlihat seperti pecinta basket ini, sebenarnya adalah orang yang tertutup."
Sebuah bom dilepaskan.
"Eh...! T-tidak, itu salah?!"
"Tidak perlu disembunyikan, Yuka. Semua orang tahu kau itu orang nya cabul."
"T-tidak seperti itu! itu tidak benar! Itu normal! Itu normal, aku bilang!"
Ketika aku melihat sekeliling, teman-temanku mengangguk setuju… Eh?! Kenapa mereka semua tampak tahu tentang itu?!
"Eh~? Tapi Yuka, kau kan sering membaca buku cabul di kelas sambil tersenyum-senyum."
"!?"
"Eh, ngomong-ngomong, saat aku main ke rumah Yuka, ada barang mencurigakan di bawah tempat tidur."
"Waaah! Berhenti! Sungguh!"
Kepalaku rasanya mau meledak!
Aku juga perempuan, dan tentu saja aku punya ketertarikan pada laki-laki!
"kau benar-benar cabul, ya."
"Kau cabul sekali, Yuka-chi."
"Sudahlah, jangan...!"
Aku normal, seperti orang-orang pada umumnya!
"Yah, sampai jumpa!"
"Sampai jumpa di SMP!"
Aku mengucapkan selamat tinggal pada teman-temanku.
Sebagian besar temanku akan pergi ke SMP yang sama, jadi setelah lulus, kami tidak akan terpisah jauh.
"Hmm..."
Setelah melambaikan tanganku, aku membuka dan menutup tangan kananku.
Sejujurnya, aku masih merasa ingin bergerak lebih banyak. Begitu memandang ke langit, aku melihat langit biru yang masih cerah membentang.
"Sepertinya aku aku akan pergi ke taman saja."
Aku memutuskan untuk pergi ke taman dekat rumahku yang biasanya ada ring basketnya.
Dum, dum, dum.
Suara bola basket yang memantul di tanah adalah suara yang aku suka.
Tapi, jika aku sudah mendengar suara itu sebelum tiba di tujuan, itu berarti... ada orang lain yang sudah datang lebih dulu.
(Bisa dibilang jarang ada orang di sini pada jam segini...)
Meskipun aku tahu ada orang lain, aku tidak bisa hanya berbalik pergi dengan ragu-ragu.
Jika ada sekitar dua orang, kami bisa bergantian melakukan tembakan, jadi tidak ada masalah. Begitu pikirku, aku lalu terus melangkah maju.
Aku mulai melihat sosok orang yang sedang bermain basket.
"...Seorang pria?"
Orang yang sedang bermain basket itu ternyata seorang pria.
Mungkin dia seorang pelajar SMA atau mahasiswa.
Keberadaannya sendiri tidak terlalu langka. Tapi, situasi di mana seorang pria berlatih sendirian mungkin sedikit jarang...?
Ketika aku mendekati lapangan, aku sudah bisa melihat wajahnya. Lalu...aku merasakan guncangan terbesar dalam hidupku.
"Fuh...!"
Dribblenya sangat cepat.
Penguasaan bola yang seolah menempel di tangannya. Crossover, back behind. Berbagai teknik yang ingin aku kuasai.
Dan setelah itu, dia melesat ke arah keranjang layaknya angin...
"Yosh,"
Layup shot. Bukan dari depan, tapi layup back dari belakang dengan asumsi ada pertahanan.
".....!"
Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku.
Aku sudah melihat permainan yang bagus di video.
Tapi, ini sangat berbeda. Melihat seorang pria bermain seanggun ini di depanku untuk pertama kalinya.
Aku merasa, dia benar-benar keren.
"Eh...?"
Kami bertatapan.
Wajahnya tampan dan dia adalah nii-san yang terlihat menarik. Tiba-tiba, jantungku berdegup kencang.
"Oh, aku mau pulang, silakan gunakan lapangan ini!"
"...Eh? Ah, terima kasih..."
Dia sudah mau pulang!?
Oh tidak, apa karena aku datang? Dengan bola ini di bawah lengan dan berdiri di sini, tentu saja dia menyadari aku datang kesini untuk bermain basket.
Sementara itu, dia memasukkan bola ke dalam ranselnya dan bersiap-siap untuk pergi.
Aku ingin sekali, ingin mengucapkan sesuatu.
Kalo aku melewatkan kesempatan ini, mungkin aku tidak akan pernah mendapatkannya lagi! ...Sekali saja, aku ingin berbicara dengannya...!
"Ah, itu...!"
"...?"
Nii-san itu menoleh ke arahku.
...Tapi, apa yang harus aku katakan?
Kau terlihat sangat keren. Tidak, jika aku mengatakannya, dia pasti akan menjauh!
Bisakah kau memberitahuku nomor WA-mu? Itu jelas sangat tidak sopan!
Apa kau mau bermain basket bersamaku? Tidak, tidak mungkin untuk meminta itu pada orang yang baru kutemui!
"Ti-tidak, tidak apa-apa..."
"Eh? Benarkah? Kalo begitu, aku akan pulang!"
Ah... aku telah melakukan kesalahan.
Aku hanya ingin berbicara denganya sedikit...
Nii-san itu semakin menjauh dan akhirnya menghilang dari pandanganku. Hanya aku yang tersisa di lapangan.
Tubuhku yang semula panas kini terasa dingin.
Deng, deng, deng, suara detak jantungku terdengar.
Dia terlihat keren.
Tapi bukan itu saja. Aura yang dimilikinya, suaranya, semuanya terasa menusukku.
"Kenapa...aku tidak bisa mengatakan sesuatu padanya... Idiot."
Dengan mengutuk ketidakberdayaanku, aku bergumama pelan.
Tapi tentu saja, aku tidak akan menyerah.
Aku tidak bisa menyerah! Aku adalah Maeda Yuka, perempuan yang pantang menyerah!
Hari ini, aku pasti akan bertemu dengan nii-san yang keren itu!
"Kalo begitu, aku pulang dulu ya!"
"Eh!? Yuka, hari ini ada penjelasan tentang klub!"
"Tidak apa-apa, karena ini kan klub basket!"
Sejak saat itu, aku pergi ke taman itu sebanyak mungkin selama waktu yang kuperoleh.
Aku bertemu dengannya sekitar jam 3 sore. Sepertinya dia sudah berlatih cukup lama, jadi kalo aku datang sedikit lebih awal, kemungkinan untuk aku bertemu denganya akan lebih besar!
Sejak saat itu, aku pergi setiap hari, tapi aku belum bertemu dengan nii-san itu.
Tapi, hari ini adalah hari Jumat yang sama dengan saat kami bertemu, jadi seharusnya peluangnya tinggi!
"Yuka, ada apa denganmu belakangan ini?"
"Apa kau mulai mengidolakan seseorang?"
Teman sekelasku mulai menaruh curiga, tapi aku tidak peduli.
Karena saat ini, aku sangat sibuk!
"Dia ada...!"
Waktu menunjukkan pukul 14:30.
Akhirnya... akhirnya aku bisa bertemu kembali dengan nii-san itu!
Ada kemungkinan besar aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Aku sempat berpikir, bagaimana kalo dia datang dari jauh dan hanya kebetulan singgah...
Gerakan kakinya tidak berbeda dari sebelumnya.
Formasi tembakannya juga sangat indah.
Dia memang terlihat keren...
Aku memberanikan diri dan menuju bangku dekat lapangan. Saat itu, Onii-san yang sedang berlatih menyadari keberadaanku.
"Oh, kau kan yang kemarin..."
Aku bisa merasakan jantungku berdetak lebih kencang.
Hei, apakah dia mengingatku? Meskipun itu hanya momen singkat!
Meski kupikir tidak mungkin seperti itu, wajahku sudah terbakar kebahagiaan karena dia mengingatku.
Hari ini! Hari ini aku harus bertanya tentang kontaknya...!
Selama seminggu ini, aku merasa sangat cemas karena tidak bisa bertemu dengannya. Meski aku tahu kemungkinan untuk bertemu sangat kecil, aku tetap tidak ingin menyerah.
Aku tidak ingin merasakan ketakutan kalo mungkin aku tidak akan pernah melihatnya lagi!
"A-aku...!"
Suara itu tersangkut di tenggorokanku.
Aku harus berkata sesuatu.
"Aku, sebenarnya sering berlatih di sini..."
"Oh, begitu ya!"
Eh? Kenapa aku merasa seperti mengatakan hal yang berbeda dari yang ingin ku katakan?
Aku ingin bermain basket bersamanya. Jadi, aku ingin meminta kontaknya... tapi ah, apakah ini akan terasa seperti mengajak seseorang berkencan? Apakah dia akan melaporkanku?
Apa yang harus aku katakan...
"Jadi, aku juga ingin berlatih di sini..."
"Begitu ya! Maaf, tapi aku sudah mau pulang sekarang!"
"Eeh, itu bukan maksudku!"
Ah, suaraku terlalu keras! Tapi aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama seperti sebelumnya...!
Bahkan Onii-san itu tampak terkejut. Aku harus segera menjernihkan kesalahpahaman ini.
"A-aku, ingin..."
Aku harus mengatakannya. Aku harus bisa menyampaikannya...! Sebelum aku menyadarinya nii-san itu sedikit membungkuk untuk menatapku. Dia mendengarkan ucapanku.
Aku harus bilang kalo aku ingin bermain basket bersamanya, aku harus bilang itu...!
Aku mengambil napas dalam-dalam.
"Bisakah kita bertanding?!"
"Eeh!?"
Sekitar satu jam kemudian.
"Wah, Yuka-chan, kau hebat sekali!? Aku terkejut."
"Terima kasih...!"
Aku sama sekali tidak bisa mengalahkan nii-san itu. Sejak aku melihat dia bermain, aku sudah tahu kalo dia sangat ahli bermain basket.
Aku tidak pernah kalah dari teman-teman sekelasku, tapi dengan Onii-san ini, aku sama sekali tidak punya peluang untuk menang. Tapi, itu justru bagus. Malah, itu yang aku inginkan.
Pertandingan itu sangat menyenangkan, dan di sela-sela pertandingan, aku bisa bertanya namanya. Namanya adalah Katagiri Masato. Itu adalah nama nii-san ini.
Dan satu hal lagi.
"Hahaha! Tapi kau belum bisa mengalahkanku, ya~. Sesuai janji, aku bisa tetap berlatih di sini, kan?"
Selama aku berjuang sekuat tenaga dan kalah, nii-san itu berjanji akan kembali ke sini. Meskipun ini terdengar sedikit aneh, itu adalah janji antara aku dan nii-san itu.
Begitu aku memikirkan hal itu, dadaku terasa berdebar-debar.
"Selanjutnya, kali ini aku tidak akan kalah."
"Haah, napasmu terengah-engah, Yuka-chan. Apa kau mau minum air dulu?"
Memang, sejak tiba di sini, aku belum minum sama sekali. Seperti yang dia katakan, aku pun menuju bangku dan duduk.
Lalu ketika aku mau mengeluarkan botol air dari ranselku...
"Eh...?"
Botol airku tidak ada. Apa tertinggal di sekolah, atau di rumah...?
"Ada apa?"
"Ah, tidak, sepertinya aku lupa membawa botol airku."
"Oh begitu."
"Tapi tidak masalah! Aku punya uang saku, jadi aku bisa membelinya!"
Untungnya, ada beberapa koin di dompetku. Ada mesin penjual otomatis di dekat sini juga, jadi aku bisa membeli minuman olahraga dengan itu.
"Eh, sayang sekali kan. Kalo kau tidak keberatan, pakai punyaku saja. Nih."
"...Eh?"
Saat aku hendak berdiri, nii-san itu menyerahkan sebotol minuman padaku. Ketika aku menerimanya, isinya sudah 'berkurang'.
Yang berarti botol itu sudah dibuka. Dengan kata lain, Onii-san itu sudah meminumnya.
...Eh?
Apa ini ciuman tidak langsung? Iya kan?
Tidak, tidak, tidak, tidak mungkin! Tapi aku tidak boleh panik! Kalo dia tahu aku sedang memikirkannya, dia pasti akan menjauh! Aku ingin minum! Sangat ingin minum! Dalam banyak artian! Tapi kalo dia sadar aku memperhatikan ini, mungkin dia tidak akan mau bertemu lagi denganku!
Aku harus segera! Secepatnya! Minum! Dengan alami! Sebisa mungkin terlihat alami! Tenanglah wahai diriku!!
"Te-terima kasih banyak!"
"Kenapa!? Wajahmu merah sekali!?"
Tidak bisa, aku gagal total. Tanganku bergetar.
Aku harus segera membuka tutup botol ini, dan segera meminumnya.
Botol itu perlahan mendekat ke bibirku. Detak jantungku terdengar keras sekali.
Panas. Panas. Jantungku terasa panas.
Eh, pandanganku... mulai kabur...
"Unyaa..."
"Yuka-chan!? Eh!?"
Kesadaranku mulai memudar... ah... ciuman tidak langsungku... Melihat Onii-san—Masato-san—yang panik, aku berpikir.
Jatuh cinta pada seseorang itu, membahagiakan sekali, ya.
Mungkin sejak pertama kali bertemu dengannya, hatiku sudah tak bisa lepas dari nii-san ini.
Ada banyak salah typo, tapi masih nyaman di baca
BalasHapusYap semangat lanjutinya
Ya maklum bre, gua tl pake Hp,+ibu jari gua lumayan gede😅😅
HapusJadi banyak typo🤣🤣🤣