Kamu saat ini sedang membaca Kanojo ni uwaki sa rete ita ore ga, shōakumana kōhai ni natsuka rete imasu volume 1 chapter 2. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
......PESTA NATAL…..
Hari Natal pun tiba.
Aku duduk di kursi di restoran yang sudah dipesan Ayaka sebelumnya, sebuah tempat yang bergaya tetapi jarang dikunjungi pasangan.
"Tapi, kau benar-benar menemukan tempat yang bagus. Kupikir di musim ini, restoran bergaya seperti ini pasti dipenuhi pasangan."
Meski suasana dan kesan mewahnya tidak sebanding dengan restoran kemarin, harga menu di sini lebih terjangkau, yang menurutku lebih cocok untukku.
Entah memahami perasaanku atau tidak, Ayaka mengangkat jempolnya sambil tersenyum puas.
"Daripada berselancar di internet, aku lebih memilih untuk melakukan survei langsung. Kalau aku yang jadi ketuanya, aku akan memastikan semuanya dilakukan dengan sempurna."
"Kau memang teliti soal hal seperti itu."
Aku memujinya dengan tulus, tapi sepertinya Ayaka tidak puas dengan kata-kataku.
"Kalo kau bilang 'hal seperti itu', kesannya biasanya aku tidak teliti. Aku ini teliti, tahu."
"Oh, kalo begitu, ada satu hal yang ingin kutanyakan, boleh?"
Aku memastikan di posisiku yang berhadapan dengannya, melintasi meja.
"A-apa sih, tiba-tiba serius begitu?"
"Yah, kenapa yang lain tidak datang?"
Begitu aku bertanya, Ayaka tampak terkejut.
"K-kau benar-benar menanyakannya, itu. Itu adalah hal tabu dari pertemuan ini."
Ekspresi wajah dan nada bicaranya yang dramatis, serta wajahnya yang teman-temanku selalu bilang cantik, membuat Ayaka tampak seperti seorang aktris.
Tapi, hatiku tidak lagi berdebar-debar melihat wajahnya yang seperti itu sejak masa SMA.
"Berisik. Apa maksudmu dengan hanya kita ber-2 di sini tanpa orang lain, baik laki-laki maupun perempuan?"
Di telepon, dia dengan jelas mengatakan kali ini adalah Gōkon.
"...Aku salah menyampaikan."
"Apa?"
"Aku salah menyampaikan waktu! Hanya ke kau aku bilang 1 jam lebih awal!"
Ayaka tiba-tiba menghentikan nada dramatisnya dan mulai berbicara seperti biasa.
"Memang ini salahku, tapi kau juga seharusnya memeriksa Hp-mu. Aku sudah mengirim beberapa pesan tapi bahkan kau tidak membacanya."
"Eh, serius?"
Saat aku memeriksa, beberapa pesan di Line telah masuk sekitar siang tadi.
"Maaf, aku salah menyampaikan waktu. Kita akan berkumpul jam 8 malam, oke."
"Berkumpul jam 8 malam, ya!"
"Tolong balas, kalo tidak aku juga harus menyesuaikan diri."
"Setidaknya lihat pesannya."
"Baiklah! Aku akan datang!"
"...Benar juga."
Biasanya aku hanya menonton video di rumah, jadi sepertinya aku tidak sadar dengan notifikasi Line. Ditambah lagi, Hp-ku dalam mode senyap.
"Kupikir, kenapa kau tidak membalas pesanku, tapi ternyata kau pasti memutar musik di rumah karena merasa kesepian tinggal sendirian, kan?"
Ayaka menghela napas dengan nada menyindir.
"Agar kau tidak menunggu lama di tempat kumpul, aku sengaja datang lebih awal."
"Hmm."
Yah, memang awalnya yang salah adalah Ayaka, tapi caranya menangani kesalahannya itu sangat khas Ayaka, baik atau buruk. Mungkin aku harus berterima kasih nanti.
"Ngomong-ngomong, bagaimana kita bisa kita masuk meski ini 1 jam lebih awal dari waktu reservasi?"
"Jam segini masih cukup sepi, jadi mereka memberikan sedikit kelonggaran. Kita harus berterima kasih saat membayar nanti."
Selama sekitar 40 menit berikutnya, kami berbincang santai sambil menunggu anggota lain tiba.
Meski agak menyebalkan, Ayaka adalah orang yang paling bisa kupercayai di antara teman-temanku.
Meskipun aku tidak bisa mengatakannya padanya karena pasti aku akan diolok-olok, aku merasa lebih menyenangkan menghabiskan waktu ber-2 seperti ini daripada ikut acara pertemuan.
★ ★ ★
"Ciss!" "Wiss!" "Halo!"
Para anggota laki-laki datang dengan sapaan khas mahasiswa, dan anggota untuk acara ini pun lengkap.
Seperti yang dipilih oleh Ayaka, tampaknya standar wajahnya cukup tinggi.
Padahal, jika mereka hanya memberi salam normal, mereka akan mendapat poin yang cukup tinggi. Aku bisa mengerti 'Ciss' dan 'Wiss', tapi 'Halo'? Kalau itu singkatan dari 'Hello', tak ada waktu yang benar-benar terhemat, dan lagipula, sekarang sudah malam.
"Selamat malam, semuanya!"
Ayaka menyapa dengan senyum lebar.
Melihatnya, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum dalam hati.
Sejak SMA, Ayaka punya banyak teman. Orang yang menyukainya, baik laki-laki maupun perempuan, tidak sedikit.
Alasannya itu terlihat dari sikapnya sekarang—kepribadian ramah di permukaan.
Semakin kau dekat dengannya, sikapnya yang biasanya cukup keras kadang terlihat, tapi tampaknya, dengan pria-pria yang diundang ke sini, dia sedang berperan sebagai gadis ceria yang ramah.
"Wah, Ayaka-chan! Terima kasih sudah mengundang kami hari ini."
"Ah, sama-sama, terima kasih juga sudah datang meski mendadak! Aku senang kau bisa datang, Motosaka-kun."
"Ah, tidak, tidak, kalo Ayaka-chan yang mengundang, aku akan selalu ikut ke mana pun."
"Walaupun begitu, jangan harap kau akan dapat apa-apa dariku, oke?"
Ayaka terkekeh, dan meskipun aku sudah tahu sisi dirinya yang biasanya, aku juga hampir tertawa.
Begitu acara dimulai, suasana percakapan antara laki-laki dan perempuan pun memanas.
Kabarnya ini adalah acara yang dikumpulkan secara mendadak karena keterbatasan waktu, tapi para pria sangat banyak bicara, dan para gadis semuanya imut.
Bahkan dalam percakapan ringan, suasana tetap ramai.
Aku, yang awalnya agak enggan, akhirnya menikmati percakapan selama sekitar 1 jam.
Kami duduk saling berhadapan, dan kebetulan gadis di depanku memiliki hobi yang sama dalam membaca manga, sehingga percakapan kami jadi semakin meriah.
Tapi, hanya pria bernama Motosaka yang duduk di hadapan Ayaka tampaknya lebih fokus merayunya daripada sekadar berbincang.
"Ah, aku benar-benar ingin punya pacar seperti Ayaka-chan!"
"Motosaka-kun kau kan keren, pasti kau akan segera dapat, kok!"
"Benarkah ya? Tapi kalau Ayaka-chan, mungkin aku lebih suka..."
"Duh, sudahlah!"
"Hahaha!"
Motosaka menepuk meja dengan tangannya. Aku bisa melihatnya. Ini bukan sekadar bercanda; ini adalah usaha pendekatan serius yang disamarkan sebagai candaan.
Meski pengalaman percintaanku tidak banyak, aku sudah sangat sering melihat ekspresi pria yang mendekati Ayaka.
Meskipun Ayaka mengaku ingin punya pacar, dia selalu menolak pendekatan dari pria-pria yang terlihat sembrono.
Dan sayangnya, sebagian besar pria yang tertarik pada Ayaka karena penampilannya biasanya memang tipe seperti ini.
Saat SMA mungkin tidak begitu terlihat, tapi begitu kami masuk kuliah, hal ini semakin jelas.
Pernah aku bertanya padanya, kenapa dia tetap berteman dengan orang-orang yang bukan tipenya, "Kenapa kau bisa berteman baik dengan semua orang begitu?"
Dan jawabannya ada "Ya, setidaknya itu tidak ada ruginya, kan?"
Menurutku, akan lebih banyak masalah yang muncul dengan caranya itu, tapi mungkin Ayaka dengan karakternya dapat menangani masalah sebelum berkembang lebih jauh.
Aku tidak pernah bertanya lebih lanjut, jadi aku tidak tahu pasti.
Tapi, pria bernama Motosaka ini...
Begitu acara dimulai, dia langsung minum alkohol berlebihan, suaranya semakin keras. Restoran ini bukan izakaya biasa, jadi kami mulai menarik perhatian.
Pada akhirnya, dia bahkan mulai membicarakan topik tidak sopan ke para gadis, hingga Ayaka tidak bisa menahan dirinya lagi, terlihat dari pelipisnya yang mulai berdenyut.
"Motosaka-kun, mungkin suara mu agak besar. Dan, sebaiknya hindari topik seperti itu ke teman-teman yang baru kau temui..."
"Eh, kenapa? Aku mewakili pria-pria di sini! Aku hanya menanyakan hal yang ingin mereka ketahui!"
Motosaka, dengan suara kerasnya, membantah sambil mencoba membuat dirinya terlihat sebagai 'moderator' kelompok pria.
2 pria lainnya hanya saling memandang dengan canggung, menunjukkan bahwa masalah ini sepertinya hanya ulah Motosaka sendiri.
"Begitu, tapi lihat, para perempuan malah merasa terganggu."
Mendengar itu, Motosaka langsung memasang ekspresi kesal.
"Apaan sih? Semua orang kok tidak asik."
"Ini bukan soal asik atau tidak. Lihat aja, suasananya jadi seperti ini sekarang."
"Itu karena kau yang menghentikan obrolan ku!"
"Itu tidak benar."
"Kenapa kau bisa seyakin itu?"
Motosaka balas menatapku dengan tajam, jelas dia tidak berusaha menyembunyikan ketidaksenangannya.
"Lagipula, kencan buta yang aku datangi juga seperti itu, bukankah ini normal?"
Mendengar itu, Ayaka ikut buka suara.
"Ya, mungkin ada acara yang seperti itu...tapi..."
Seolah aku bisa mendengar pikirannya yang berharap Motosaka bisa membaca situasi dan menyadari bahwa suasana di sini tidak sama seperti itu.
Tapi, Motosaka yang sama sekali tidak peka hanya berkata, "Oke oke. tidak apa-apa, mari kita lanjutkan." dan mulai mengembalikan pembicaraan ke topik yang mengganggu tadi.
Para perempuan yang duduk di sebelah Ayaka pun mulai terlihat gelisah; mereka sebelumnya hanya tersenyum kaku setiap kali Motosaka berbicara, namun kini wajah mereka semakin suram.
Dari ekspresi mereka, tampaknya Ayaka memanggil teman-temannya yang mungkin jarang berinteraksi dengannya.
Meski begitu, yang mengundang Motosaka ke sini tetaplah Ayaka, dan dia tampaknya menyadari hal itu. Kini Ayaka menatap dengan tekad yang kuat, siap untuk akhirnya menegur Motosaka.
Tapi, tepat saat Ayaka membuka mulutnya, suara riang yang cukup ceria untuk mengubah suasana tiba-tiba muncul.
"Oh, eh! Senpai!"
Yang muncul adalah seorang mahasiswi, Shinohara, yang baru saja resign sebagai Santa kemarin.
"Selamat malam, Hasegawa-senpai!"
Dengan mata berbinar, Shinohara berjalan menghampiriku.
Penampilannya yang menawan langsung menarik perhatian di meja ini, bahkan di antara para gadis yang memang sudah cantik.
Ayaka, yang biasanya mungkin bisa menyaingi Shinohara dalam hal penampilan, kini hanya bisa terdiam dengan ekspresi bingung melihat kedatangan tak terduga ini.
Aku, yang duduk di kursi dekat lorong, berdiri sambil berpikir kenapa Shinohara muncul di saat seperti ini.
"Eh, ini kebetulan sekali kita bertemu di sini."
"Senpaaai~ baru kemarin kita ketemu ya!"
Dengan suara manja, Shinohara menyapaku dengan nada yang terasa agak berbeda dari sebelumnya.
Aku tidak ingat pernah diperlakukan semanis ini oleh Shinohara, dan seingatku, Shinohara juga bukan tipe orang yang akan menunjukkan kelembutannya di depan umum.
Lagipula, hari ini aku bahkan tidak memberi tahu lokasi, jadi bagaimana dia bisa sampai di sini?
Saat aku merasa bingung memikirkan hal itu, seseorang yang tak terduga membuka mulut.
"Hoi, apa yang kau lakukan di sini, Mayu?"
Itu Motosaka.
Motosaka, yang biasanya tidak gentar meski sering diperingatkan olehku dan Ayaka, mendadak tampak pucat begitu melihat Shinohara.
Dari caranya memanggil namanya dan ekspresinya yang cemas, aku merasa mulai memahami hubungan mereka ber-2.
"Oh, ternyata kau di sini."
Begitu Shinohara melihat Motosaka, dia berbicara dengan nada dingin yang berbeda dari saat dia berbicara denganku.
"Y-ya, memang. Tapi, Mayu, kenapa kau ada di sini?"
"Alasanku ada di sini bukan urusanmu, kan? Kebetulan saja aku bertemu, Yudo-senpai."
Shinohara yang biasanya terlihat manis kini melemparkan pandangan tajam yang membuatnya tampak menakutkan. Dia melirik ke arah tempat duduk di sisi para gadis, lalu menghela napas pelan.
"Sepertinya kalian bersenang-senang."
"Mayu, biar ku jelas, ini cuma pesta Natal yang kita adakan bersama-sama."
"Hah, pesta? Kelihatannya tidak seperti itu, sih."
"Mana mungkin, setelah kejadian waktu itu, aku sudah kapok."
Motosaka meletakkan tangannya di kepala Shinobara, tapi Shinobara menepisnya.
"Pasti ini kencan buta, kan?"
Melihat hubungan mereka, aku akhirnya membuka mulut. Jika saja Motosaka bertindak normal, mungkin aku akan tetap diam. Tapi sekarang aku merasa tidak ada salahnya mengatakannya.
"Kau sendiri yang mengatakanya, kan? Ini sama saja seperti sebelumnya, cuma kencan buta untuk menebar lelucon vulgar ke para gadis, kan? Kenapa kau berbohong?"
"Ka-kau...!"
Motosaka menatapku dengan wajah penuh kemarahan. Aku menanggapinya dengan ekspresi polos seolah tidak mengerti, dan menatapnya tanpa rasa bersalah.
Mendengar perkataanku, Shinobara menggelengkan kepala, tampak takjub.
"Ternyata benar, aku sudah menduganya sih. Bagaimanapun, aku ini pacar Yudo-senpai, jadi tolong jangan buat aku malu."
"Tidak, bukan begitu! Itu hanya lelucon basi dari dia!"
Motosaka menggerutu padaku dan berbalik menghadap Shinobara.
"Lagi pula, bagaimana dengan mu, Mayu? Katanya kau jarang punya teman laki-laki, kan?"
"Kau menyalahkan orang lain tapi melupakan dirimu sendiri... Dan, tolong kecilkan suaramu, itu mengganggu."
Shinobara menaruh jarinya di depan mulutnya, memperhatikan pandangan orang-orang di sekitar. Mendengar itu, Motosaka yang biasanya tidak peduli langsung terdiam.
Ucapan Shinobara kemarin, "Meski dia selingkuh, dia tetap mencintaiku", sepertinya memang benar adanya.
"Dan soal hubunganku dengan Hasegawa-senpai... Kami hanya kebetulan menghabiskan malam Natal bersama, itu saja."
"Pffft."
Tanpa sadar, aku tertawa kecil. Begitu aku membuka mulut untuk meluruskan kesalahpahaman, tatapan tajam Shinohara membuatku menahan diri.
[TL\n: Serasa mau gua drop di novel jir, gua gak tahan ama heroin yg udah punya pacar, yang guma mau tu si mc jadi org pertama buat si heroin.]
Tatapannya seolah berkata, "Kumohon, ikuti saja."
...Nanti, aku akan memintanya mentraktirku sesuatu.
Motosaka yang mendengar soal Eve, wajahnya yang sudah pucat semakin kehilangan warna.
"Tidak, tidak... Itu jelas selingkuh, kan? Apa menurutmu perempuan boleh berselingkuh?"
"Lalu, laki-laki boleh berselingkuh?"
"Tapi, perempuan tidak boleh, kan?"
Dengan suara pelan namun terdengar memberontak, Motosaka membalas. Tapi, jelas bagi siapa pun di tempat itu siapa yang lebih unggul.
Di saat itu, Ayaka bertepuk tangan.
"Baiklah, mari kita akhiri di sini saja. Nanti, kalau ada kesempatan lagi, kita berkumpul lagi, oke."
Para gadis yang duduk di sebelahnya tampak senang.
Sepertinya Ayaka merasa lebih baik membubarkan acara ini daripada mencoba menenangkan Motosaka.
"Hah... Aku datang karena undangan Ayaka-chan, tapi orang-orangnya... Lain kali undang aku lagi ya."
Dengan sengaja Motosaka mengatakannya keras-keras, lalu berjalan ke arah kasir dengan langkah tegas dan membayar sendiri.
Aku terkejut bahwa dia masih berharap akan diundang lagi oleh Ayaka.
"Ayo, Mayu."
Motosaka memanggil Shinohara dan keluar dari restoran, dan tidak disangka Shinohara mengikutinya tanpa banyak bicara.
[TL\n: dahlah, bangsat, dah tau di selingkuhi masih aja ngikutin tu orang.]
Saat akan keluar dari restoran, dia melambaikan tangan dan berkata, "Kalo begitu, sampai jumpa, Senpai."
Aku mengangkat tanganku perlahan dengan sedikit kebingungan.
Pemandangan Shinohara yang menepis tangan Motosaka ketika dia mencoba menyentuh kepalanya meninggalkan kesan yang kuat.
"Maaf ya, semuanya, padahal ini malam Natal..."
Saat membayar, Ayaka tampak sedikit murung, suatu hal yang jarang terjadi.
Para pria dan wanita di sekitarnya saling memberikan dukungan kepada Ayaka. Aku melirik ke arah mereka, lalu melangkah lebih dulu membuka pintu.
Bunyi lonceng yang cocok dengan suasana Natal terdengar, tapi rasanya begitu sepi.
★★★
"Ah! Tadi itu benar-benar yang terburuk!"
Dalam perjalanan pulang, aku berjalan di jalan malam bersama Ayaka.
Kami berpisah dari teman-teman di tempat kencan di stasiun, dan masing-masing pulang ke arah mereka sendiri.
"Yah, itu akan jadi pelajaran untuk mu, kan? Kalo membawa orang yang belum pernah minum alkohol bersamamu, ada juga orang seperti itu sesekali."
"Kalo begitu kenapa harus pada malam Natal... bagaimana aku harus meminta maaf kepada semua orang?"
"Semua orang mendukungmu, kan? Mereka tetap menikmati sampai saat itu."
Aku juga cukup menikmatinya, jadi sangat disayangkan terganggu oleh Motosaka.
Kami hanya mengobrol santai, tapi dia adalah wanita yang sangat cocok untuk diajak bicara.
"Kalo semua orang menikmatinya, setelah Motosaka-kun pergi, pasti ada pembicaraan tentang mengadakan pertemuan ke-2. Kali ini benar-benar gagal."
"Begitu? Aku bisa mendengar suara semua orang, sih."
"Karena aku terus menerus didekati oleh Motosaka-kun, semua orang jadi tidak bisa mengalihkan pembicaraan, dan secara alami menciptakan lingkungan satu lawan satu. Orang-orang di kedua sisiku berusaha keras untuk tidak menghentikan pembicaraan... ya, ini juga alasan."
Ayaka menghela napas berat dan menyisir rambutnya.
"Yah, sepertinya kau menikmati di tempatmu. Aku tadi diminta mereka agar kau minta kontakmu."
"Oh, serius? Mungkin karena kami punya hobi manga yang sama."
Ayaka mengangguk dengan tulus.
"Karena tahu kalo dia menghabiskan malam Natal dengan wanita lain, mungkin dia hanya ingin menjadi teman biasa. Setidaknya balas pesan darinya."
Setelah mengatakan itu, Ayaka tiba-tiba berhenti seolah teringat sesuatu.
"Eh, jadi apa kau mengenal Shinohara-san? Santa yang katanya menghabiskan malam Natal itu, dia juga?"
"Ah, iya. Santa itu Shinohara."
"Wow, benar-benar kebetulan ya. Dia itu junior ku."
Saat itu, keraguanku yang samar mulai terjawab.
"Oh, jadi Shinohara datang karena kau memberi tahu lokasi tempatnya."
"Iya, dia menanyakan tentang tempat kencannya... Tapi, aku sudah bilang ke Shinohara-san kalau aku berteman denganmu. Tapi dia tidak terlalu terkejut sih."
"Aku tidak tahu. Mungkin dia hanya lupa?"
Sudah biasa bagiku dikenalkan secara sepihak oleh Ayaka kepada orang lain.
Mendengar jawabanku itu, Ayaka mengangguk seolah mengerti.
Kami kemudian tiba di jalan tempat biasanya kami berpisah.
Karena jalan ini ramai, rasanya aku tidak perlu mengantarkannya.
"Maaf ya hari ini. Nanti aku akan menebusnya."
"Tidak usah repot-repot. Jangan terlalu dipikirkan."
"Karena aku memaksamu keluar seperti ini, jadi aku tidak bisa tenang. Bagaimana kalau aku mengajakmu berkencan?"
Ayaka menyisir rambut hitamnya yang keriting sambil mengajukan usulan itu.
Di bawah cahaya putih lampu jalan, rambut hitamnya terlihat sangat cantik.
Aku menahan komentar itu dan menghela napas.
"Menebusnya dengan itu, seolah-olah kau terlalu menganggap dirimu penting."
"Aku rasa, kalo kau pria yang lain, kau seharusnya senang."
Ayaka mengangkat sudut bibirnya dengan berlebihan.
...Sepertinya itu tidak terlalu tulus.
Karena Ayaka sering menggodaku, perbedaan ekspresi itu sangat jelas bagiku.
"...Yah, begini saja. Kalo aku pria yang mudah terpengaruh seperti itu, kita pasti tidak akan dekat seperti ini. Hanya dengan berbicara denganmu seperti ini saja, itu sudah menyenangkan."
Mendengar itu, mata Ayaka membelalak dengan besar.
"......Benar."
Di bawah lampu jalan, Ayaka menatap langit malam.
Ekspresinya bukanlah senyum tipis yang biasa, melainkan senyuman lembut yang hanya dia tunjukkan saat hanya kami ber-2.
"Terima kasih," bisik Ayaka, dan ia tampak lebih cantik dari biasanya.
★★★
Setelah berpisah dengan Ayaka dan pulang ke rumah, aku disambut oleh ruangan satu kamar yang berantakan seperti biasanya.
Waktu masih sudah menunjukkan pukul 10 malam. Mungkin ini saatnya bagi pasangan-pasangan di luar sana untuk mulai bersenang-senang.
Setelah lama tidak membuka SNS, aku melihat banyak postingan teman-teman dari SMA dan kampus di timelineku.
Postingan di waktu seperti ini sering kali membuatku ingin memberi komentar.
Postingan yang bertuliskan, 'Hari kami ini berkencan dengan outfit Natal! Tapi aku sama sekali tidak percaya diri~', membuatku ingin bilang, kalo begitu, tidak usah memposting foto ini dari awal.
Sedangkan postingan yang bertuliskan, 'Pohon Natal ini benar-benar besar!', hanya menunjukkan foto 2 orang tanpa pohonnya, dan aku ingin menyuruhnya untuk memotret pohon itu.
[TL\n: yah gua ngarti perasaan lo bang. Gua juga sering gitu, apa lagi kalo di tahun baru gua serasa pengen ancurin dunia ini.]
Biasanya, aku tidak terlalu mempermasalahkan hal seperti itu, tetapi entah kenapa, hari ini, mungkin karena Natal, aku merasa begitu.
Meskipun aku tidak ingin mengakui, di dalam hatiku, ada rasa cemburu terhadap pasangan-pasangan tersebut.
Jika aku terus menatap timeline seperti ini, hatiku akan semakin terganggu.
Sebelum mematikan Hp-ku, entah kenapa, aku menggulir sekali lagi.
Kemudian, satu postingan menarik perhatianku.
"Hari ini sepertinya akan menjadi hari yang indah♪"
Isinya adalah sesuatu yang sangat biasa dan tidak menarik, tapi.
Ikon pengguna itu sangat familiar bagiku.
Sosok dengan rambut yang dicat coklat cerah itu adalah mantan pacarku.
Namanya Aisaka Reina.
Reina adalah orang yang selingkuh dariku sebulan yang lalu, dan kami baru saja berpisah.
Meskipun aku sudah berusaha untuk move on, melihat wajahnya seperti ini membuat jantungku berdebar.
"...Huh!"
Meskipun tidak ada siapa-siapa di dalam ruangan, aku menjulurkan lidah seolah menyembunyikan perasaanku yang terluka.
Hanya dengan kata 'hari yang indah' yang tulis Reina, aku bisa membayangkan berbagai hal.
Ketika mendekati tahun perayaan kami, aku mulai merasakan tanda-tanda bahwa perasaannya menjauh.
Awalnya, frekuensi balasan pesan di LINE-nya mulai berkurang.
Ketika aku mengajaknya berkencan, hampir setengah dari undanganku ditolak, hingga akhirnya dia mulai membatalkan janji.
Meskipun begitu, kencan yang kami jalani sesekali tetap menyenangkan, dan Reina juga sering memposting tentang kencan kami di SNS, sehingga aku masih berharap bisa memperbaiki perasaan kami.
Tapu, di saat seperti itu, dia selingkuh.
"...Ah, aku harus berhenti mengingatnya!"
Terus memikirkan hal itu tidak akan ada gunanya.
Setelah kami berpisah dan merasa sangat terpuruk, aku sudah memutuskan untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan begitu aku bisa bangkit.
Jika terus begini, aku tidak bisa menghadapi Ayaka yang terus berusaha menghiburku dengan cara yang tidak biasa.
Dengan tujuan mengubah suasana hati, aku meregangkan tubuhku dengan sekuat tenaga.
Punggungku berbunyi 'krek' dan terasa menyenangkan.
Saat merasa tidak enak, bergerak seperti ini adalah cara terbaik untuk mengatasi perasaan itu.
...Ngomong-ngomong,
Apakah Shinohara sudah sampai dengan selamat?
Kemarin, Shinohara mengatakan kalo dia ingin membalas sakit hati-nya dengan cara berselingkuh, dan hari itu adalah Natal.
Dengan sifat Motosaka, yang tampaknya memiliki harga diri yang tinggi, jika mereka bertengkar di depan orang lain dan dia di putuskan pada hari Natal, itu pasti sangat menyakitkan.
Belum lagi, perpisahan antara pasangan adalah saat yang paling rentan terhadap konflik.
Pepatah 'burung yang terbang tidak mengotori tempatnya' tidak berlaku untuk pasangan.
[TL\n: Pepatah "burung yang terbang tidak mengotori tempatnya" berarti seseorang yang berperilaku baik dan tidak menciptakan masalah di lingkungan sekitarnya. Ini menggambarkan sikap bertanggung jawab dan kesadaran akan dampak tindakan seseorang terhadap orang lain dan lingkungan.]
Sulit membayangkan akhir yang damai di mana mereka saling sepakat untuk berpisah dan, setelah beberapa waktu, kembali menjadi teman, terutama ketika melihat Shinohara dan Motosaka.
Tanpa sadar, aku sudah membuka layar LINE Shinohara dan menekan tombol panggilan.
Nada dering yang seharusnya sudah akrab kini terdengar tidak berjiwa.
Dan saat Shinohara tidak mengangkat panggilanku, layar menjadi gelap.
Sudah hampir 1 jam sejak kami berpisah, jadi dia seharusnya sudah sampai di rumah.
Ada sedikit firasat buruk, tapi kalo aku tidak bisa menghubunginya, aku tidak tahu harus berbuat apa.
Aku bahkan tidak tahu di mana rumah Shinohara, dan yang terpenting, firasat buruk jarang sekali berujung pada sesuatu yang serius.
Ketika pagi tiba, rasa cemas ini pasti akan terlupakan dengan indah.
Aku menguap besar dan menekan tombol untuk menghangatkan air mandi.
Tiba-tiba, suara dering telepon terdengar dari Hp-ku.
Ketika aku mengangkatnya, suara Shinohara terdengar.
"Hallo, Senpai?"
"Eh, Shinohara. Syukurlah."
Tanpa sadar, aku menghela napas lega.
Dari ujung telepon, aku mendengar suara tawa kecil.
"Jadi, Senpai mengkhawatirkan ku dan sengaja menelepon ku?"
"Hmm, ya...karena, kan, sepertinya ada masalah yang cukup rumit. Kalian sudah pergi lebih dulu, jadi aku penasaran."
"Hahaha, sebenarnya tidak ada apa-apa, kok."
Dia membantah dengan nada ceria.
"Sebenarnya, aku juga berniat menelepon senpai. Ketika Senpai meneleponku, aku sampai 2 kali melihat layar."
“Eh, kebetulan sekali. Apa yang mau kau katakan?”
Ketika aku bertanya, Shinohara menjawab dengan ragu.
"...Aku ingin meminta maaf. Karena aki sudah melibatkan Senpai."
"Eh?"
"Yang, tentang kejadian hari ini. Karena aku, suasana jadi tidak enak. Padahal, kalian tidak ada sangkut pautnya."
"Oh, kalo begitu itu tidak masalah. Suasana sudah buruk sebelum kau datang."
Bisa dibilang, justru kedatangan Shinohara membuatku merasa lebih baik. Lebih buruk lagi jika obrolan itu terus berlangsung tanpa henti.
"Meski begitu, aku tetap saja pacarnya."
"Jadi, akhirnya kalian putus?"
"Ya, begitulah."
Jawabannya yang mengandung makna tersirat sedikit mengusik pikiranku, tapi aku memilih untuk tidak menanyakannya lebih lanjut. Shinohara pasti akan berbicara kalo dia ingin.
"Melakukan hal-hal yang terlihat seperti pasangan hanya untuk diterima, itu bisa menjadi pertimbangan. Semua ini bermula karena aku menjalin hubungan dengan perasaan seperti itu."
Mendengar Shinohara tampak sedikit sedih, aku memutuskan untuk menyampaikan sesuatu yang sudah lama aku rasakan.
"Yah, aku rasa memang seperti itu. Pasangan yang sepenuhnya saling mencintai dari awal itu lebih jarang."
Mungkin, saat di SMP atau SMA, rasio itu lebih tinggi.
Kalo pasangan hanya bisa terbentuk dari saling suka, kemungkinan lebih dari setengah pasangan di kampus belum terjalin sama sekali.
Ada banyak orang yang berpacaran hanya karena mengagumi acara pasangan, dan aku yakin tentang hal itu. Tapi, meskipun banyak yang memikirkannya, sangat sedikit yang secara langsung mengatakannya.
Dalam situasi seperti ini, aku merasa senang karena Shinohara berbagi isi hatinya denganku.
"Bagaimanapun, senpai tetaplah senpai."
"Apa maksudmu?"
"Tidak, aku hanya berpikir, kalo kau pandai menghibur. Dalam situasi sekarang, aku mengira kau akan berkata, 'Mau bagai mana lagi, Shinohara juga salah.'"
Dia tampak terkejut, seolah melihat sesuatu yang tidak terduga.
"Aku tahu kau juga punya kesalahan, tapi karena kau tidak bisa merapikan perasaanmu, maka kau bercerita padaku, kan? Tidak ada gunanya menambah beban dengan mengingatkan kesalahanmu."
"...Hya!"
Suara Shinohara terdengar konyol.
"Senpai...apakah ini yang disebut dengan kedewasaan? Aku mengagumimu."
"Apa? Kalo kau tiba-tiba mengatakan itu, aku jadi merasa tidak nyaman."
"Oh, kejam! Aku ini, meski terlihat seperti ini, jarang menghormati orang loh!"
"Orang yang jarang menghormati orang lain bisa menghormati aku? Itu pasti ada yang aneh. Harusnya kau lebih menghormati Ayaka. Bukankah kalian saling kenal?"
Setelah jeda sesaat, Shinohara menjawab.
"Ayaka-Senpai. Yah, mungkin, aku akan memikirkan itu.”
Selama 30 menit berikutnya, kami berbincang tentang hal-hal ringan.
Jarang sekali ada orang yang bisa aku ajak berbicara setelah urusan ku selesai, kecuali Ayaka.
Kami terutama tertawa saat membahas hal-hal umum di SNS, obrolan kami terasa sangat menyenangkan karena Shinohara memiliki pemahaman yang mirip denganku.
"Ah, sepertinya aku harus mandi sekarang."
"Ya, aku juga mau tidur."
"Baiklah. Selamat malam, Senpai. Kita akan membahas ini lagi nanti."
"Okay."
"...Terima kasih untuk hari ini."
Setelah mengucapkan terima kasih, panggilan terputus.
Ternyata, posisi kami telah terbalik.
Hal itu membuatku tersenyum tanpa sadar. Meskipun urusan dengan mantannya telah mencapai titik akhir untuk saat ini,
"Nanti kah?"
Aku membuka jendela dan membiarkan udara kering musim dingin masuk.
Setelah melewati berbagai pertemuan, kehidupan baru akan dimulai.
Perasaan itu seolah mewarnai kembali pemandangan yang sudah biasa ku lihat.
Selanjutnya
Ho
BalasHapus