Kamu saat ini sedang membaca Danjo Hi 1 : 5 No Sekai De Mo Futsu Ni Ikirareru to Omotta? Geki E Kanjona Kanojo Tachi Ga Mujikaku Danshi Ni Honro Saretara volume 2 chapter 3. Kalo kamu menyukai karya ini silahkan tinggalkan jejak komentar. Dan juga jangan lupa dukung mimin dengan cara donet se iklasnya di Trkateer mimin buat mimin makin semagat+buat dana untuk beli raw
CINTA YANG TERLALU BERAT TERKADANG MENGHANCURKAN DIRI SENDIRI
───● OL TSUNDERE YANG MENYADARI SESUATU ●○●
[TL\n: OL: Office Lady (wanita pekerja kantoran]
Itu terjadi pada suatu hari Kamis.
"Memang enak mendapat libur setengah hari, tapi..."
Aku tiba-tiba diberi libur setengah hari.
Meski aku pulang ke rumah sekalipun, akhir-akhir ini tidak ada game yang benar-benar membuatku terpikat, dan tidak ada hal khusus yang ingin kulakukan, jadi aku memutuskan untuk pergi ke kafe favoritku.
Kafe ini sudah sering kukunjungi sejak masa sekolah, kafe itu terletak di sebuah jalan kecil yang agak terpencil, tempat itu tidak terlalu ramai, menjadikannya tempat persembunyian favoritku.
Sambil meminum teh Darjeeling tanpa gula, aku memainkan Hp-ku.
Meskipun aku tidak membenci waktu seperti ini, tapi tetap saja ini terasa agak sepi karena aku hanya menghabiskan waktu di kafe meskipun sedang libur.
Tiba-tiba, suara notifikasi berbunyi, dan aku kembali menatap layar Hp-ku.
《Masato》: "Ya, hari ini aku tidak ada shift kerja."
"....Yah, memang begitu sih..."
Tentu saja, aku tahu harapanku sia-sia. Saat aku meninggalkan kantor, aku mencoba menghubungi Masato. Kupikir, kalo saja Masato berada di boy's bar hari ini, aku bisa menghabiskan waktu di sini terlebih dahulu dan dengan senang hati menemui Masato setelahnya.
Saat aku menghela napas, notifikasi dari Hp-ku kembali berbunyi.
《Masato》: "Kalo kau ada waktu, coba mampir ke tempat itu. Aku memang tidak ada di sana, tapi banyak orang baik di sana!"
...Kenapa dia mengatakan hal seperti itu?
Aku merasakan perasaan gelap muncul di dalam dadaku. Masato selalu seperti ini, mengucapkan kata-kata yang membuatku kecewa. Bagiku, hanya Masato yang ada di pikiranku. Aku tidak bisa membayangkan orang lain selain dirinya.
Aku harus menyampaikan ini dengan benar. Kalo selain dirinya, aku tidak memikirkan orang lain—aku harus mengatakannya dengan jelas.
Tapi, aku terdiam sejenak, mempertimbangkan sesuatu.
Faktanya, aku memang jarang berinteraksi dengan staf lain selain Masato.
Meskipun kemungkinannya sangat kecil, bahkan mendekati mustahil, mungkin saja ada orang lain seperti Masato di sana.
".....Lagipula aku punya waktu, jadi mungkin aku akan kesana sebentar saja."
Sambil menyesap sisa teh yang tinggal sedikit, aku memutuskan tempat yang akan kutuju malam ini.
Pukul 20.00. Aku menaiki kereta ke arah yang berlawanan dari tempat kerjaku, beberapa stasiun jauhnya, hingga tiba di stasiun yang cukup ramai. Meskipun sudah memutuskan untuk pergi ke boy's bar, aku memutuskan tidak akan pergi ke tempat biasa, 'Festa'.
...Beberapa staf di sana sudah mengenal wajahku, dan entah kenapa aku merasa tidak nyaman kalo Masato sampai tahu kalo aku datang di luar hari Jumat.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan itu, tapi perasaanku sendiri yang menolak, jadi aku memutuskan untuk mencoba tempat lain.
Di sudut distrik hiburan yang gemerlap, aku menemukan tempat yang kucari, di antara deretan toko-toko yang berkilauan.
Aku menuruni tangga menuju pintu masuk bawah tanah. Di atas pintu masuk tergantung papan neon yang berkilauan.
Aku menghela napas panjang. Kalo ini adalah tempat Masato, aku sudah terbiasa. Tapi, kenyataannya aku tidak memiliki banyak pengalaman dengan tempat seperti ini.
Setelah aku mengumpulkan keberanian, aku membuka pintu bar itu.
"Selamat datang."
Yang menyambutku adalah seorang wanita berseragam rapi, mengenakan setelan jas.
"Ini pertama kalinya aku ke sini..."
"Baik, terima kasih telah datang. Berapa lama Anda ingin menghabiskan waktu di sini?"
Aku tidak berniat tinggal lama, jadi aku memberi tahu dia kalo aku cuman cepat di sini, lalu aku kemudian diantar ke tempat duduk. Ruangan yang ditunjukkan adalah sofa di sebuah bilik setengah tertutup.
Setelah duduk, perasaanku tetap gelisah. Saat aku masih merasa canggung, seorang pelayan pria datang menghampiriku.
"Selamat malam! Ini highball pesanan Anda!"
"Ah, terima kasih."
Sambil membawa minuman yang kupesan, dia duduk di sebelahku. Aku memang belum terbiasa dengan pria yang duduk begitu dekat denganku dan itu membuatku sedikit tegang.
Pelayan itu, usianya mungkin sedikit lebih muda dariku. Rambutnya diwarnai pirang, dengan riasan di wajah yang membuatnya tampak lebih muda dari usia sebenarnya. Kesan pertama yang muncul adalah penampilannya yang mencolok.
"Apa ini pertama kalinya kau datang ke sini? Senang sekali! Onee-san kau cantik sekali, aku jadi gugup~"
"....Begitu."
Ah, ternyata begitu.
Di dalam hatiku, aku merasa ada sesuatu yang jatuh pada tempatnya. Aku sadar jawabanku terdengar dingin, dan aku merasa sedikit bersalah. Tapi tetap saja, ada sesuatu yang berbeda.
"Aku ingin bisa bersama seseorang secantik dan sebaik Seira-san."
Dia jelas berbeda dari orang yang memberitahuku apa yang dia pikirkan dari lubuk hatinya, meskipun dia gugup, dan tersenyum malu-malu.
Kata-kata yang keluar dari mulut pemuda di depanku terasa ringan hingga aku tidak bisa mempercayainya sama sekali. Aku tahu, dia pasti mengatakan hal yang sama kepada siapa pun.
Karena ini adalah pekerjaannya, jadi itu wajar saja. Mungkin ada orang yang merasa terhibur karenanya. Jadi, tentu saja tidak ada yang salah dengan anak ini.
Tapu—
"Ah, 15 menit sudah berlalu, jadi aku akan digantikan, ya! Kalo kau mau, lain kali tolong pilih aku lagi!"
"Ya, terima kasih."
Waktu habis, dan pelayan yang menemaniku pun kembali ke belakang. Kalo aku bersama Masato, 15 menit terasa seperti 5 detik saja, tapi kali ini 15 menit terasa begitu panjang. Mungkin saja dia menganggapku sebagai tamu yang membosankan.
Saat aku menikmati minumanku dengan tenang, seorang pelayan lain datang.
"Aku Hiro. Senang bertemu denganmu."
"Senang bertemu juga."
Anak baru yang datang memiliki aura yang lebih tenang. Dia tdak mengenakan aksesori mencolok dan dia lebih menyerupai Masato dibandingkan anak sebelumnya.
Tapi meski begitu aku tidak merasakan degup hati yang sama. Mencari pengganti seperti ini hanya akan menjadi hal yang tidak sopan, baik bagi dirinya maupun bagi Masato.
Percakapan yang terjadi setelahnya adalah percakapan yang biasa saja.
"Bekerja di lingkungan seperti ini pasti luar biasa. Aku sangat menghormati mu."
"Benarkah? Terima kasih."
Percakapan tentang pekerjaan dan hobi. Di tengah percakapan itu, sesekali terselip pujian untukku. Tentu, rasanya menyenangkan mendengarnya, tapi di sudut hatiku, aku tahu itu tidak sungguh-sungguh. Ini hanya kebiasaan lamaku yang tidak berubah sejak masa sekolah.
"Terima kasih banyak. Kami tunggu kunjungan Anda berikutnya."
Akhirnya, setelah dilayani oleh 2 pelayan, aku pun keluar dari bar.
Tagihannya sekitar 5.000 yen. Yah, kurasa itu wajar.
Saat aku menemui Masato, membayar kurang dari 10.000 yen tidak pernah terjadi. Bahkan, ada hari-hari biasa di mana aku membayar hingga 50.000 yen.
[TL\n: kenapa sekarang gua jarang konversi mata uang luar ke uang Indo yah jawabanya singkat, karena nilai mata uang kadang naik dan kadang turun. Jadi gua males aja buat konversi nya.]
Setelah meregangkan tubuh ku sejenak, aku melirik jam tanganku. Ternyata belum genap 1 jam sejak aku masuk ke bar tadi.
"....Yah, setidaknya aku merasa sedikit lega."
Waktu dan uang yang kuhabiskan tadi mungkin tidak bisa disebut sebagai kesenangan, tapi pengalaman ini memberiku pelajaran berharga. Karena, yang paling penting adalah aku kembali menyadari sesuatu yang tak tergantikan.
"Memang, Masato yang terbaik untukku."
Aku meletakkan tangan di dada dan memikirkan dirinya. Hanya dengan mengingatnya saja, hatiku terasa hangat, seolah-olah api kecil menyala di dalamnya.
Masato benar-benar berbeda dari mereka yang kutemui tadi. Ini bukan sekadar kesalahpahaman. Dia istimewa, satu-satunya, seseorang yang terasa seperti takdir bagiku.
Menyadari hal itu saja sudah membuat hari ini menjadi hari yang baik.
Aku membuka Hp-ku dan memeriksa chat-ku dengan Masato. Rupanya, ada pesan yang masuk darinya beberapa menit lalu—aku baru menyadarinya karena sibuk dengan pembayaran.
《Masato》: "Ah, tapi sesekali panggil aku juga, ya! Hahaha."
《Masato》: "Kalo Seira-san tidak memesan aku lagi, aku tidak akan punya pelanggan! Hahaha."
"...Huh!"
Ah, sungguh...
Bagaimana mungkin dia bisa mengacaukan hatiku seperti ini?
Api yang tadinya kecil kini membesar, seperti diberi tambahan kayu bakar, membakar lebih terang dan hangat di dalam dadaku.
Aku ingin segera bertemu dengannya saat ini, aku ingin membuatnya mengerti kalk dia adalah satu-satunya untukku.
Aku ingin memeluknya erat, membuatnya menyadari kalo hanya dia yang ada dalam pandanganku, dan berharap aku pun menjadi satu-satunya yang ada di dalam hatinya.
"Haaah..."
Dengan susah payah, aku menekan perasaan yang berkobar ini. Aku ingin segera bertemu dengannya.
Cepat. Cepat.
Aku membuka layar chat dan mulai mengetik balasan untuk Masato.
"Jangan khawatir, aku hanya akan memilihmu."
...Tapi, mungkin ini terlalu langsung. Karena dia adalah orang yang penting bagiku, aku harus berhati-hati dalam memilih kata-kataku.
"Bagaimana ya...tapi kalo Masato sampai berkata seperti itu, mungkin aku bisa mempertimbangkan untuk memilihmu."
Itu terlalu sombong.
Kalo dia salah paham dan membenciku, semuanya akan berakhir.
Aku ingin menyampaikan perasaanku dengan cara yang halus, tanpa terlihat terlalu berlebihan.
"Jangan khawatir, aku pasti akan memilihmu. Aku sangat suka berbicara dengan Masato."
Ya, sepertinya ini pas.
Aku merasa puas dengan kalimat yang kutulis.
Aku lalu menekan tombol kirim, lalu aku menutup Hp-ku.
Saat aku terkena angin malam, itu membantu meredakan perasaan ku yang menggebu-gebu ini.
"Masato...Aku pasti akan membuatmu bahagia."
Aku pulang ke rumah dengan perasaan bahagia, membayangkan masa depan bersama Masato.
───● TEMAN MASA KECIL JD YANG KHAWATIR 2 ●○●
Akhir-akhir ini, ada yang berbeda dengan Mizuho.
Hal yang sama terjadi ketika aku meminta Masato pergi ke batting center beberapa hari yang lalu, dia terlihat tidak bersemangat dan sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu. Rasanya itu bukan hanya perasaan ku saja.
"Mizuho? Ah, iya, belakangan dia terlihat agak melamun."
"Benar! Mizuho kemarin makan udon (kecil) di kantin! Biasanya dia selalu makan (besar) dengan tempura!"
"Tadi dia juga terlihat melamun sambil melihat selembar kertas kecil? Aku penasaran apa itu, lalu coba mengintip dan dia langsung buru-buru menyembunyikannya. Itu apa ya? Oh, ngomong-ngomong, Koumi, perkenalkan aku dengan pria keren yang ikut kelas denganmu!"
Ini terlihat jelas ketika aku berbicara dengan seorang temanku. Oh, dan pada akhirnya, aku lari dari temanku yang memintaku untuk mengenalkannya pada Masato. Maaf.
Pokoknya, kalo Mizuho sedang merasa cemas, aku ingin membantunya. Kami sudah berteman cukup lama, dan bagi ku, Mizuho adalah sahabat yang sangat penting bagiku.
Aku rasa, Mizuho juga memandang ku dengan cara yang sama, karena kami sudah menjalin hubungan yang cukup dekat.
Hari ini, aku memiliki kelas pertama yang sama dengan Mizuho, dan Masato tidak ada. Mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk mendengarkan cerita Mizuho.
"Selamat pagi..."
"Selamat pagi, Mizuho."
Mizuho datang dengan wajah yang terlihat mengantuk. Kalo aku membandingkan dengan Mizuho yang biasanya datang dengan semangat tinggi di pagi hari, ini sudah menunjukkan kalo dia tidak sedang dalam mood yang baik.
Dia duduk di sebelah ku dan membungkuk di atas meja.
Biasanya, kuncir kembarnya yang biasanya memberikan ilusi bahwa itu adalah telinga kucing, tampak layu dan kurang energi.
Waktu sebelum pelajaran dimulai tidak lama lagi.
Aku lalu mengetuk perlahan di bahunya.
"...Hei, Mizuho."
"Mm?"
Mizuho hanya menolehkan wajahnya ke arah ku.
Ekspresinya tersenyum, tapi, sebagai seseorang yang sudah lama mengenal Mizuho, aku tahu itu adalah senyum yang dia paksakan, senyum yang dia buat dengan susah payah.
"Apa kau sedang memikirkan sesuatu? Belakangan ini kau terlihat kurang bersemangat... Kalo kau mau, aku bisa mendengarkan, lho?"
"...Eh, eh!? Apa aku terlihat begitu tidak bersemangat? Tidak kok, aku baik-baik saja, seperti biasanya! Nya-ha!"
Aku menatap langsung ke mata Mizuko. Seketika, aku melihat matanya bergerak-gerak.
"...Apa ada hal yang tidak bisa kau ceritakan padaku?"
"Eh...bagaimana ya...iya..."
Bahu Mizuho merosot meminta maaf, seolah dia sudah menyerah padaku. Begitu ya...kalo dua tidak ingin berbicara, mau bagaimana lagi. Aku ingin membantunya kalo aku bisa, tapi...
"Mm, aku mengerti. Kalo Mizuho sedang merasa cemas, aku ingin membantu. Jangan ragu untuk bicara kapan saja padaku ya."
"Uweee, Koumi, terima kasih. Memang benar, yang kita butuhkan adalah sahabat, ya."
"Sahabat? Apa itu...?"
Saat akhirnya aku merasa sedikit lega karena Mizuho terlihat mulai ceria, bel tanda dimulainya pelajaran berbunyi.
Pada siang hari itu, setelah jam makan siang, di jam ke-3.
"──Itu yang terjadi."
"Begitu ya... Karena Mizuho yang biasanya selalu ceria, jadi aku khawatir."
Aku memberi tahu Masato, yang datang ke kampus mulai jam ke-3, kalo belakangan ini Mizuho terlihat kurang bersemangat.
Mizuho dan Masato sepertinya sudah cukup dekat dalam waktu singkat, jadi kalo Masato tahu sesuatu, aku ingin mendengarnya.
Masato menyentuh dagunya seolah sedang berpikir.
"Apa ini ada kaitannya dengan senpai dari klub yang dulu pernah dia tembak?"
"Hmm, itu bisa jadi..."
Mizuho pernah mengalami penolakan yang sangat berat dari seseorang yang dia sukai.
Memang, pada saat itu, karena sikap orang tersebut yang sangat buruk, Mizuho terlihat sangat terluka.
Tapi...
"Tapi, kan Mizuho sempat bilang kalo dia sudah bertemu dengan orang yang dia anggap sebagai takdirnya? Sejak saat itu, dia terlihat lebih bersemangat dan bahkan dia tampak lebih hidup."
"Benar juga, itu memang terjadi."
Ketika aku bertemu dengan Mizuho keesokan harinya, dia terlihat sangat bahagia.
Meskipun aku terkejut melihat betapa banyak perubahan yang terjadi padanya hanya dalam 1 hari, aku tetap bahagia untuknya.
"...Mizuho itu, sejak dulu memang gampang jatuh cinta."
Sejak di SMA, Mizuho memang sangat mudah jatuh cinta. Bisa dibilang, dia lebih suka merasakan perasaan jatuh cinta itu sendiri.
"Apa kau tidak ingin menjalani kehidupan SMA yang penuh dengan kilau?"
"Senpai itu sangat keren!"
"Pacar, aku pengen punya pacar~!"
Mizuho selalu terlihat sangat ingin jatuh cinta dan memiliki pacar, tapi kali ini, sepertinya ada perbedaan yang sangat mencolok.
"Tapi, Mizuko sempat bilang, 'Ternyata, begini rasanya mencintai seseorang.'"
"...."
Pada hari itu, Mizuho datang ke kampus dengan semangat yang luar biasa.
"Beginikah rasanya mencintai seseorang!"
Dia berkata begitu sambil tersenyum, dan dia terlihat benar-benar meyakini perkataannya.
"Aku rasa ini adalah cinta pertamanya yang benar-benar dia rasakan, cinta yang dia impikan selama ini. Itulah kenapa aku ingin mendukungnya dan aku benar-benar berharap agar cintanya bisa terwujud."
Ini adalah pertama kalinya dia bisa bertemu seseorang yang sangat dia sukai. Tidak sulit membayangkan itu membuatnya sangat bahagia. Saat ini, sangat diragukan apakah cintanya itu akan membuahkan hasil, tapi meski begitu, karena aku tahu masa lalunya, keinginanku untuk mendukungnya lebih kuat dari keinginan orang lain.
"Koiumi dan Mizuho memang benar-benar sahabat yang baik, ya."
"Eh!? Benarkah... Tentu saja, aku menganggapnya sebagai sahabat terbaikku..."
Senyuman lembut di wajah Masato begitu indah sehingga aku hanya bisa memalingkan muka. Dia memang tidak memberikan celah sedikit pun... Tapi, kalo dikatakan kalo dia sedang dekat dengan Mizuho, tentu saja aku tidak merasa keberatan.
"Yah, ngomong-ngomong, aku ingin tahu kenapa kau sedih..."
"Itu karena informasinya belum cukup, ya. Hm, ini sulit juga."
Menurut perkiraanku, hal yang mengganggunya pasti terkait dengan seseorang yang dia anggap sebagai takdirnya... Tapi, apa yang sebenarnya tidak bisa dia katakan padaku?
"Maaf, aku memang tidak bisa memikirkan sesuatu..."
"Ah, iya! Maafkan aku kalo aku terlalu memaksamu!"
Bagaimanapun, seperti itu. Dalam hal ini, aku harus menunggu sampai Mizuho sendiri yang datang untuk berkonsultasi, ya...
"Tapi, aku yakin Mizuho juga akan senang mendengar perasaan Koumi."
Masato berkata dengan suara lembut.
"Jadi...baiklah, sekarang kita tunggu saja sampai Mizuho tenang. Setelah dia sudah tenang... mungkin kita bisa minta dia untuk mengenalkan kita pada orang yang dimaksudkan takdirnya itu."
"...Ahaha, itu mungkin ide yang bagus!"
Benar juga, itu mungkin yang terbaik. Alih-alih terlalu mencampuri urusannya, kita bisa seperti yang kita lakukan pagi itu, dan kalo Mizuho kesulitan, kita bisa membantunya.
Aku juga ingin sekali bertemu dengan orang yang Mizuho anggap sebagai takdirnya!
Setelah berpikir seperti itu, aku merasa sedikit lebih lega.
"Terima kasih, Masato! Kau selalu membantu ku."
"Tidak, tidak, hari ini aku benar-benar tidak melakukan apa-apa, kok?"
Memang, Masato benar-benar orang yang luar biasa. Sambil mengonfirmasi itu lagi dalam pikiranku, aku memutuskan untuk terus memantau keadaan Mizuho.
Dan, itu satu hal...
Aku melihat jam dan menyadari masih ada sedikit waktu sebelum jam kuliah dimulai, jadi aku meraih lengan Masato yang duduk di sampingku.
"...Eh, hari ini setelah pulang, apa kau mau makan di luar?"
"Ya, boleh. Hari ini aku tidak punya sif kerjan paruh waktu juga."
"Yey! Kemana kita harus pergi hari ini?"
Aku harus menunjukkan perhatian pada Masato! Aku pasti akan membuat Masato jadi pacarku!
...Di masa depan, kalo Mizuho bisa berpacaran, kami berempat mungkin bisa akan pergi bersama. Aku ingin mencoba sesuatu seperti itu..
Dengan perasaan senang, aku mulai mengutak-atik Hp-ku untuk mencari restoran yang akan kami kunjungi sebelum pelajaran dimulai.
───● GENKI-KKO JD MELAKUKAN PERSIAPAN●○●
[TL\n: Genki-kko (元気っ子) adalah istilah dalam bahasa Jepang yang menggabungkan kata genki (元気), yang berarti "enerjik" atau "bersemangat," dan -kko (っ子), yang berarti "anak" atau "orang yang." Jadi, genki-kko merujuk pada anak atau orang yang sangat bersemangat, energik, ceria, dan aktif.]
Beberapa hari setelah mengetahui kalo orang yang ku anggap sebagai takdirku mungkin bekerja di sebuah boy's bar, aku mulai mencari informasi tentang tempat tersebut.
"Jadi bisa berbicara dengan para cast pria... bisa bergaul... minum alkohol... hmm."
Ketika aku mencari, banyak informasi yang muncul. Ada penjelasan tentang jenis toko itu, cerita pengalaman di boy's bar yang ditulis di blog, hingga situs yang mempromosikan toko-toko tersebut.
Di salah satu sudut ruang kuliah kosong yang tidak ada pelajaran, aku duduk sambil menatap informasi itu dengan kosong.
Sebenarnya, aku sudah tahu kalo meskipun toko itu utamanya menyediakan alkohol, mereka juga menawarkan minuman non-alkohol seperti cocktail, sehingga remaja pun bisa masuk ke dalam toko tersebut.
Meskipun itu adalah hal yang menggembirakan, rasa cemas ku tetap belum hilang.
"Jelas tidak mungkin aku pergi ke sana sendirian..."
Setidaknya, kalo ada seseorang yang menemaniku, itu akan lebih baik.
Meskipun aku berpikir begitu, aku sama sekali tidak mengenal siapa pun yang tahu banyak tentang jenis bar seperti ini.
Menurut ku, yang terbaik adalah pergi bersama seseorang yang berpengalaman di tempat seperti ini...
Sambil memikirkan hal tersebut, aku terus mencari informasi, hingga akhirnya aku menemukan sebuah artikel yang menarik perhatian ki.
'Apakah mungkin menjadi pasangan setelah pergi ke boy's bar!?'
"...!"
Tanpa sadar, aku sudah mengetuk artikel tersebut.
Tunggu, tunggu, tunggu!
Tidak, tidak, aku hanya penasaran saja, kok.
Aku sama sekali tidak berharap bisa menjalin hubungan seperti itu secara tiba-tiba...
Eh, siapa yang sedang aku berikan alasan ini?
Artikel tersebut berisi cerita pengalaman seseorang yang berhasil menjalin hubungan dengan salah satu cast boy's bar.
Tentu saja, hal itu sangat jarang terjadi, dan pergi ke sana dengan tujuan mencari pasangan bukanlah ide yang baik, yang sebenarnya merupakan nasihat yang sangat masuk akal.
"Ya, tentu saja itu tidak akan berjalan semudah itu..."
Kalo seseorang bekerja di boy's bar, artinya mereka sudah terbiasa berinteraksi dengan perempuan.
Meskipun kita merasa sedang mengobrol dengan menyenangkan, ternyata bisa saja mereka merasa bosan dan tidak tertarik sama sekali.
Hanya membayangkannya saja sudah menakutkan...
Setelah selesai membaca artikel itu, aku menutup Hp-ku.
Aku lalu meregangkan tubuhku dan bersandar pada sandaran kursi, lalu menatap langit-langit kelas.
"Sepertinya, karena dia seorang boy, wajar kalo dia bersikap baik..."
Setelah memikirkan hal itu, aku dengan cepat berdiri dari kursi.
Yah, aki tidak bisa terus begini! Kalo aku terus duduk dan berpikir, pikiran ku cenderung akan semakin negatif.
"Ayo! Setelah itu baru kita pikirkan!"
Ada pepatah yang mengatakan, '1000 kali mendengar belum tentu sejelas sekali melihat.'
Intinya, aku tidak akan tahu apa-apa kalo aku tidak mencobanya langsung, jadi aku memutuskan untuk pergi ke tempat itu.
Aku memang orang yang lebih suka bertindak daripada hanya berpikir!
"Jadi, aku akhirnya datang dengan semangat, tapi..."
Di kawasan pusat kota dekat stasiun tempat toko itu berada, saat malam hari seperti sekarang, tempat ini ramai dengan banyak orang.
Hari ini aku hanya berniat untuk mencari informasi, jadi aku tidak berniat masuk ke dalam toko.
Ya, aku harus memeriksa tempatnya, kan?
Mungkin ini penting untuk nanti.
Lagipula, siapa tahu...
"Mungkin aku bisa bertemu dengannya..."
Aku tahu harapannya sangat kecil.
Tapi, seperti hari itu, kalo aku berada di kota ini, kemungkinan bertemu dengannya pasti akan lebih besar.
Karena dia pasti bekerja di bar itu.
Dengan tekad, aku mulai melangkah maju.
Menurut google map, bar yang dimaksud sepertinya berada di sebuah gang setelah aku melanjutkan sedikit lagi di kawasan pusat kota ini.
Saat aku terus berjalan, semakin lama semakin jelas kalo suasana di sekitar mulai berubah.
Di dekat stasiun, banyak orang yang terlihat seperti pelajar atau karyawan kantor yang baru pulang kerja.
Tapi, begitu aku memasuki gang ini, suasananya jelas berubah, dengan deretan toko yang memberikan kesan tempat yang melarang masuk bagi mereka yang masih di bawah umur.
Sambil melihat sekeliling, aku mengikuti petunjuk di peta Hp-ku.
Dekorasi yang mencolok dan mewah.
Di luar, aku melihat wanita berpakaian jas dan pria yang berpenampilan rapi berdiri di berbagai sudut jalan.
"Onee-san, bagaimana kalo kita pergi ke boy's bar?"
"Hah!? Ah, tidak, terima kasih!"
Tolong jangan tiba-tiba menyapa ku begitu saja!
Aku buru-buru melangkah cepat untuk menjauh dari tempat itu dan terus melangkah ke dalam gang.
Seharusnya, bar yang aku cari sudah dekat.
"Ini dia..."
Bar tersebut ternyata tidak terlalu jauh setelah aku masuk ke gang.
Di papan nama yang terpasang, ada tulisan 'Festa' dengan cahaya neon yang mencolok.
Itu sesuai dengan nama yang ada di kartu nama yang aku terima.
Aku lalu melihat papan informasi yang terletak di depan toko.
"...Hah, aku tidak mengerti..."
Yang tertulis di papan tersebut adalah informasi tentang harga per jam dan biaya 'charge'.
Sejujurnya, meskipun aku sudah mencari tahu sebelumnya, aku hanya mengetahui perkiraan biaya yang dibutuhkan, tapi aku tidak tahu sistem apa yang diterapkan di sini.
Eh, seperti karaoke? Ada harga per 30 menit, begitu?
"Selamat datang! Apakah Anda tertarik dengan toko kami?"
"Hah!? Ah, tidak, bukan begitu..."
Saat aku membeku melihat papan nama, tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggilku.
Begitu aku berbalik, aku melihat seorang pria muda yang mengenakan seragam yang familiar.
Tapi, aku langsung bisa tahu kalo dia bukanlah orang yang aku anggap sebagai takdir ku, juga dia bukan pria yang memberi ku kartu nama sebelumnya.
"Apakah ini pertama kalinya Anda datang kesini? Di sini harganya tidak terlalu mahal, dan saya rasa Anda akan menikmati waktu di sini! Oh, kalo perlu, saya bisa menemani Anda duduk dulu, lho!"
"Ah, eh... maksud ku..."
Wah, ini menakutkan!
Meskipun dia tersenyum lebar, dan terlihat baik, tapi rasanya seperti dia sedang melihat mangsanya!
Aku merasa sangat takut!
Tolong bantu aku, Koumi!
Aku pikir aku sudah cukup percaya diri dalam hal komunikasi, tapi rasa percaya diri itu hancur berkeping-keping hanya dalam 5 detik pertama!
"Kalo Anda tertarik, bahkan satu jam saja, kami sangat menyambut Anda!"
Selama aku bingung mencari cara untuk merespons, pria itu terus mendekat.
Apa yang harus aku lakukan?
Mengingat aku tadi melihat papan informasi, mengatakan tidak tertarik sepertinya sulit...
Jika Mizuho-chan yang tidak punya keteguhan seperti ini, kalo masuk ke bar ini... pasti uang ku akan habis sampai dompet ku kosong!
Itu pasti akan terjadi!
Tapi, bagaimana aku harus menolaknya... Mungkin aku hanya bisa kabur...
"...Mizuho?"
"...Eh?"
Aku mendengar suara yang familiar.
Itu adalah suara yang sering aku dengar belakangan ini, suara yang sangat menenangkan...tapi juga suara yang sering membuat ku bingung dan menjadi sumber masalah untuk ku.
"Ma... Masato...?"
Sebelum aku menyadarinya, teman baik ku, Koumi, yang juga menjadi orang yang ku sukai, Katasato Masato, tiba-tiba sudah berdiri di belakang ku dengan penampilan santai yang biasa.
"Ma... Maaf ya... Terima kasih sudah menolong."
"Hmm, itu sih tidak masalah. Tapi, apa kau tidak diperlakukan aneh-aneh tadi?"
"Tidak, kok! Tidak ada masalah... Tapi, aku terkejut kalo kau kenal dengan orang di bar itu."
Masato berbicara dengan orang dari Bar itu dan membebaskan ku.
Rupanya, dia kenal dengan orang-orang di bar itu.
Tadi aku sempat mendengar orang di bar itu hampir mengatakan sesuatu, tapi Masato dengan cepat mencegahnya.
Apa yang sebenarnya ingin mereka katakan?
Aku berjalan bersama Masato ke arah stasiun.
Biasanya, aku bisa langsung berbicara dengan mudah, tapi setelah kejadian sebelumnya, aku merasa bingung dan tidak tahu harus membicarakan apa...
"Omong-omong, apa yang kamu lakukan di tempat seperti itu...?"
"Eh? Ah... itu, bukan begitu! Aku sedang mencari salon rambut yang akan kutuju, tapi kemudian... aku sedikit... salah jalan!"
Melihat tatapan Masato yang terlihat seperti sedikit berhati-hati, aku langsung merasa panik dan buru-buru membenarkan kata-kata ku.
Jangan sampai dia berpikir aku sering pergi ke tempat seperti itu!
"...Kalo menurutku sih, itu biasa sih..."
"Ini salah! Jangan beri pandangan penuh pengertian karena ini cuma kesalahpahaman!"
"Aku cuma bercanda, bercanda. Maaf ya."
"...!...Ah, ini membuatku bingung!"
Kalimat yang diucapkan Masato sambil tertawa begitu menarik, sehingga aku tanpa sadar mengalihkan pandanganku.
Sungguh, Masato selalu berusaha meningkatkan kesan baiknya untuk meningkatkan kesukaanku kapan pun dia punya kesempatan...sungguh itu membuat ku bingung!
"Ngomong-ngomong, apa yang Masato lakukan di tempat seperti itu?"
"Ah, aku, soalnya ini stasiun terdekat dari rumahku."
"Oh, jadi begitu..."
Memang benar, di stasiun inilah Masato selalu turun dalam perjalanan pulang.
Sepertinya dia tinggal sendirian di sini.
Dengan Masato yang terlihat agak ceroboh, aku jadi khawatir dia tinggal sendiri!
Sambil berpikir begitu, kami akhirnya sampai di stasiun.
Ternyata, Masato berjalan pulang lewat pintu keluar yang berlawanan.
"Apa kau yakin kau tidak perlu diantar?"
"Ya, tidak apa-apa! Aku punya rencana lain setelah ini."
Meskipun dia punya rencana lain setelah ini, Masato tetap mengantarku sampai ke gerbang stasiun.
Dia benar-benar orang yang sangat disiplin.
"Oh, iya."
"Apa?"
Gerbang stasiun mulai terlihat, dan di eskalator, Masato yang sudah terlebih dahulu naik menoleh ke arahku.
"Aku senang kamu terlihat lebih baik. Koumi khawatir tentangmu."
"....Nyahaha. Ah, aku kan selalu energik, aku ini Mizuho-chan orang yang selalu penuh semangat, jadi kenapa kau khawatir?"
Mendengar nama Koumi, rasa bersalah langsung muncul dalam diriku.
Aku harus menjelaskan kalo ini hanya kebetulan bertemu di stasiun.
"Selain itu... aku juga khawatir."
"Eh?"
Eskalator akhirnya sampai di lantai yang memiliki gerbang stasiun.
"Mizuho, meskipun kau mungkin punya masalah, kau selalu berusaha untuk bersikap ceria di hadapan orang lain, kan? Karena itu, aku khawatir apa kau memaksakan diri."
...Tolong jangan katakan itu.
"Tapi, aku baru saja mengenalmu, jadi mungkin aku belum bisa mengatakan hal-hal seperti itu. Tapi, aku selalu mendapat energi dari keceriaan dan senyummu."
Tolong, jangan lakukan itu.
Jangan bersikap baik lagi padaku.
Dengan langkah cepat, aku melewati Masato yang berjalan di depanku.
Setelah itu, aku berusaha menenangkan napasku dan, dengan penuh tekad, aku berbalik untuk menatap Masato.
"He-heh! Mizuho-chan yang populer harus selalu ceria seperti ini! Masato, kau juga harus berterima kasih, lho! Kalo Mizuho-chan yang ceria seperti ini ada di sebelahmu, kau bisa hidup tanpa lampu bahkan di malam hari, kan? Nah, besok aku akan membawakan keceriaan ini untukmu lagi... sampai jumpa!"
"Yup, sampai besok," jawab Masato, dan aku melangkah melewati gerbang stasiun.
Aku tidak tahu kenapa, tapi sepertinya ada sesuatu yang meluap dari mataku.
Aku tidak tahu kenapa, meskipun aku senang, tapi rasanya begitu menyakitkan.
"Aku benar-benar ingin tahu... kenapa, kenapa ini bisa terjadi...!"
Dengan langkah cepat, aku berjalan hingga Masato tidak terlihat lagi.
Aku pun melepaskan perasaan yang tidak bisa kutahan.
Beberapa detik aku menghela napas dengan tergesa-gesa, lalu perlahan, beberapa kali menarik napas dalam-dalam.
Akhirnya, perasaanku sedikit tenang.
".....Aku harus pergi. Ke bar itu."
──Karena kalo aku terus seperti ini, aku rasa aku tidak akan sanggup bertahan lebih lama lagi.
Aku ingin melepaskan diri dari perasaan ini.
Untuk menemui orang yang seharusnya menjadi takdirku.
───● KLUB BASKET JC PERGI BERBELANJA ●○●
Suatu hari, bermain basket bersama Yuka sudah menjadi rutinitas.
Setelah latihan selesai, kami melakukan pemanasan ringan, dan tiba-tiba Yuka merendahkan tubuhnya.
"Ah...?"
"Ada apa?"
"Tidak, sepertinya tali sepatu ku..."
Saat kulihat lebih dekat, kulihat tali sepatu Yuka memang terlepas.
Tapi, ada satu hal yang lebih menarik perhatianku.
"Sepatumu sudah cukup rusak, ya... dan ini, sepertinya bukan sepatu basket, kan?"
"Ah, sebenarnya...aku hanya punya sepatu untuk dalam ruangan, jadi untuk di luar aku pakai sepatu olahraga biasa..."
Sepatu basket, atau yang biasa disebut 'bashu', adalah sebutan untuk sepatu khusus basket.
Biasanya, basket dimainkan dengan menggunakan sepatu khusus ini, tapi itu berlaku untuk lapangan dalam ruangan.
Di lapangan luar, seperti tempat aku dan Yuka berlatih, sepatu basket untuk dalam ruangan tidak bisa digunakan, dan sering kali orang bermain menggunakan sepatu olahraga biasa...tapi.
"Sepertinya lebih baik kalo kau punya sepatu basket yang khusus untuk di luar."
"Begitu, ya?"
"Risiko cedera memang lebih terkontrol kalo kau memakai sepatu basket."
Sepatu olahraga biasa sebenarnya tidak masalah...tapi, kalo memikirkan beban yang ditanggung oleh pergelangan kaki dan lutut, lebih baik memang bermain dengan sepatu basket.
Selain itu, kami juga sudah mulai membicarakan kemungkinan pertandingan resmi, dan meskipun tidak, sebagai adik perempuan yang sangat penting bagiku (yang dia sebut sendiri), aku tidak ingin dia cedera sedikit pun, apalagi di masa pertumbuhannya.
Kalo bisa, aku ingin dia bermain dengan sepatu basket.
Melihat Yuka yang sedang sibuk mengikat tali sepatu, aku tersadar.
Dia sangat pandai bermain sampai-sampai aku lupa kalau dia seorang siswa SMP.
Ini adalah masa yang penuh dengan potensi besar.
Aku ingin meminimalkan risiko nya terluka saat berlatih bersama ku di saat yang penting...
"Yuka."
"Ya!"
Yuka menjawab dengan cepat dan semangat.
Itu juga salah satu kelebihannya.
"Ayo beli sepatu basket."
"Eh!?"
"Sepertinya lebih baik kalo kau punya sepatu basket baru... bagaimana kalo kita pergi minggu depan?"
"Iya, tentu!"
Aku merasa kami sudah cukup dekat, jadi ini tidak masalah, kan?
"Jadi, ini... berarti... ini kencan, kan...? Kencan belanja, ya? Betul, kan...? Kencan... dengan Onii-san..."
"...? Ada apa, Yuka?"
"Hyai! T-tidak, tidak ada apa-apa!"
Rasanya dia tadi membisikkan sesuatu...wajahnya juga sedikit memerah, tapi mungkin itu hanya perasaanku.
Minggu berikutnya
Untuk membeli sepatu basket di toko olahraga yang terletak di salah satu sudut mal dekat stasiun, aku dan Yuka berjanji bertemu di stasiun.
Aku tiba sekitar 10 menit lebih awal dari waktu yang disepakati, tapi begitu aku keluar dari gerbang tiket, aku sudah melihat Yuka yang sedang menengok ke sana kemari, seperti mencari seseorang.
"Selamat pagi, Yuka. Kau sudah datang? Kau cepat sekali."
"Ah, Onii-san! Selamat pagi! Aku bangun lebih awal, jadi aku langsung berangkat."
Yuka tersenyum polos dengan wajah ceria yang sesuai dengan usianya.
Imutnya.
Kalo aku benar-benar punya adik seperti ini, aku pasti akan sangat menyayanginya.
Saat itu, aku menyadari sesuatu.
"Kalo dipikir-pikir lagi, ini mungkin pertama kalinya aku melihat Yuka mengenakan pakaian kasual."
"Be-benar juga...biasanya aku selalu memakai pakaian basket..."
Sambil tersenyum malu, Yuka membuka ke-2 tangannya sedikit, memperlihatkan pakaiannya agar lebih mudah dilihat.
"Ba-bagaimana menurut onii-san...?"
Yuka mengenakan kemeja putih yang sederhana, dipadukan dengan overall denim.
Overall yang sedikit longgar itu memberikan kesan imut dan terlihat seperti anak yang sedang berusaha tampil lebih dewasa.
Karena biasanya dia selalu tampil sporty, pakaian kasual ini menonjolkan sisi femininnya.
"Ya, kau imut sekali. Cocok untukmu."
"Ah, te-terima kasih..."
Anak-anak SMP zaman sekarang memang perhatian sekali dengan penampilan mereka, ya.
Aku hanya bisa kagum.
"Ii-imut, ya. Aku senang sih, tapi...hmm..."
"Yuka?"
"Hyai! I-iya, ayo kita pergi sekarang!"
★★★
Hari ini adalah hari kencan dengan Onii-san.
Meskipun tujuannya membeli sepatu basket, ini tetap kencan yang sesungguhnya...!
Jujur saja, aku terlalu bersemangat sampai aku tidak bisa tidur sama sekali tadi malam.
Aku takut terlambat bangun, jadi aku memasang alarm lebih awal dan akhirnya aku tiba di tempat pertemuan 30 menit lebih awal.
Onii-san tiba 10 menit sebelum waktu yang dijanjikan, lalu...
"Ii-imut, ya. Aku senang sih, tapi...hmm..."
Seandainya dia mengatakan aku terlihat cantik, itu akan lebih sempurna...
Karena ini adalah kencan yang langka dengan Onii-san, aku ingin dia melihatku sebagai seorang gadis.
Aku sudah berusaha memilih pakaian yang paling dewasa untuk hari ini.
Tapi, ini baru permulaan.
Aku harus memanfaatkan sepanjang hari ini untuk membuat kesan yang baik!
Dengan semangat, aku mengikuti langkah Onii-san dari belakang.
"Tempatnya luas sekali, ya...!"
"Ya, di sini ada perlengkapan selain basket juga. Ayo, kita lihat bagian perlengkapan basket!"
"Baik!"
Lantai 3 mal.
Tepat setelah naik eskalator, kami menemukan toko olahraga yang menjadi tujuan kami.
Saat berjalan di dalam toko, berbagai perlengkapan olahraga terlihat di sekeliling.
Aku hanya bermain basket, tapi Onii-san pernah bilang kalo dia tidak pernah benar-benar belajar bermain basket secara formal.
Fakta kalo dia bisa sebaik itu tanpa latihan formal...benar-benar luar biasa.
Tapi untuk saat ini, aku akan menyimpan kekagumanku itu.
Mungkin Onii-san pernah bermain olahraga lain sebelumnya.
Di sampingku, Onii-san sedang melihat sekeliling dengan ekspresi nostalgia.
"Onii-san apa kau pernah ke sini sebelumnya?"
"Ya, pernah sih. Tapi rasanya ini seperti baru pertama kalinya aku kesini."
Mungkin tempat ini sudah direnovasi?
Aku tidak tahu olahraga apa yang pernah Onii-san mainkan sebelumnya.
Sebenarnya, aku masih belum tahu banyak tentang Onii-san.
Jadi, aku ingin memanfaatkan kesempatan seperti ini untuk mengenalnya lebih baik.
Setelah berjalan sedikit, kami menemukan bagian perlengkapan basket.
Di sana, berbagai sepatu basket berjajar di sepanjang dinding.
"Berapa ukuran kaki, Yuka?"
"Kalo Bash, sekitar ukuran 23."
Sambil mendengarkan ceritaku, Onii-san memperhatikan sepatu-sepatu basket dengan tatapan serius.
Melihat dia begitu memikirkanku, rasanya hatiku hangat dan bahagia.
"Mungkin yang ini cocok...ukurannya sama, dan mereknya juga terkenal."
"Setuju!"
Syukurlah, aku sudah berbicara dengan Ibu sebelumnya dan dia memberikan uang untuk membeli sepatu.
Sebenarnya aku bisa memilih sendiri, tapi karena sepatu ini akan sering kupakai saat latihan dengan Onii-san, aku ingin dia ikut memilih juga.
"Oh, desainnya mirip dengan yang kupakai."
"Benarkah!?"
"Ya, tapi punyaku untuk dalam ruangan. Aku suka garis biru muda di sini, itu kelihatan keren."
Onii-san mengambil sepatu dengan warna dasar putih, dihiasi logo dan garis berwarna biru muda.
Sepatu itu sebenarnya juga menarik perhatianku sejak pertama kali aku melihatnya.
"Kalau begitu, aku pilih yang ini!"
"Hah? Cepat sekali?"
"Tidak apa-apa! Aku akan mencoba memakainya dulu!"
Aku meminta bantuan staf toko untuk mencoba sepatu itu.
Ya, ukurannya pas.
Tidak terlalu sempit, tapi juga tidak terlalu longgar hingga sulit bergerak.
"Aku pilih yang ini!"
"Eh? Oh, ya? Kalo Yuka suka, tentu saja tidak masalah."
Mengenakan sepatu yang sama dengan Onii-san rasanya benar-benar menyenangkan!
Apalagi ini juga desain yang langsung menarik perhatianku, jadi aku memutuskan dengan cepat.
"Kalo begitu, Yuka, tunggu di sini sebentar sambil lihat-lihat sepatu. Aku mau beli sesuatu juga."
"Hm? Baiklah!"
Aku sebenarnya ingin ikut kalo itu tentang perlengkapan basket, tapi Onii-san sudah mulai berjalan.
Jadi, aku tetap tinggal di tempat sambil melihat-lihat sepatu lainnya.
Belakangan ini, desain sepatu yang imut dan menarik semakin banyak, jadi melihat-lihat saja sudah cukup menyenangkan.
Setelah berjalan di pojok perlengkapan bola basket beberapa saat, Onii-san kembali...dengan sebuah kantong di tangan kanannya.
"Yuka, maaf membuat mu menunggu...ini!"
"Hah?"
Aku menerima kantong itu, dan ketika aku memeriksanya, di dalamnya ada sepatu yang tadi kupilih.
"Eh!? Ta-tapi, aku sudah bicara dengan Ibu-ku dan akan membelinya sendiri!"
"Sudah, tidak apa-apa. Aku juga banyak terbantu olehmu, Yuka. Anggap saja ini sebagai ungkapan terima kasih."
"~!"
Saat Onii-san mengusap kepalaku dengan lembut, aku tidak bisa berkata apa-apa.
Tanpa memberitahuku, dia sudah membelikan sepatu ini.
Rasanya aku begitu bahagia sampai aku kehabisan kata-kata.
Tapi...setidaknya aku harus mengucapkan terima kasih!
"Te-terima kasih banyak!"
"Ya, sama-sama. Mari kita terus berlatih bersama, ya."
"Iya!"
Ah, Onii-san selalu memberi begitu banyak hal untukku.
Aku menahan dorongan untuk memeluknya erat, dan sebagai gantinya, aku memeluk sepatu yang baru saja dia belikan.
Bahagia...aku sangat bahagia!
"Kalo kau suka, aku senang sekali."
"Iya! Aku sangat suka, benar-benar suka!"
"Kalo begitu, semoga sukses di pertandingan nanti, ya?"
"...! Tentu saja!"
Aku memang suka desain sepatunya, tapi yang paling penting...
Mendapat hadiah dari orang yang kusukai ternyata sebahagia ini...
Aku menatap Onii-san yang tersenyum lembut kepadaku.
Senyuman Onii-san begitu lembut, seperti Mc dalam manga shoujo yang tiba-tiba muncul di dunia nyata.
Rasanya, aku tidak akan heran kalo itu benar-benar terjadi.
Hari ini, aku sudah berusaha keras agar dia melihatku sebagai gadis, bukan hanya adik kecil.
Tapi pada akhirnya, aku justru mendapat hadiah darinya.
Onii-san mungkin masih melihatku sebagai adik, tidak lebih.
Bagaimana caranya agar Onii-san memandangku sebagai seseorang yang istimewa?
Bagaimana caranya agar aku bisa menjadi gadis yang pantas berdiri di sisinya?
...Aku masih terlalu muda untuk mengetahui jawabannya.
Untuk saat ini, aku hanya bisa menerima dengan senang hati kehangatan dari tangannya yang mengusap kepalaku.
───● OL TSUNDERE YANG RUMIT ●○●
Perasaan di malam Sabtu itu cukup rumit.
Ada kalanya merasa senang karena bisa begadang, mengingat besok masih hari libur, tapi, ada juga perasaan sedih karena satu hari libur sudah berlalu begitu saja.
Bagaimanapun, aku termasuk orang yang lebih suka menghabiskan waktu di hari libur yang berharga ini untuk diri saya sendiri.
"Megu, akhir-akhir ini bagaimana?"
"Eh? Tidak ada yang berubah. Tapi, tinggal bersama ternyata cukup sulit, ya."
"Waah! Seru sekali! Aku juga ingin tinggal bersama pacarku!"
"......."
Hari ini, aku diundang oleh teman-teman baik ku dari masa kuliah untuk makan malam dan minum di sebuah izakaya yang cukup bagus.
Selain aku, semua orang yang hadir sudah memiliki pacar... sejujurnya, aku merasa agak canggung.
Sebenarnya, aku tidak terlalu ingin datang, tapi karena Mai, teman yang paling dekat dengan ku, mengundang ku dengan sangat antusias, aku merasa sulit untuk menolak.
Sudah sekitar 1 jam sejak aku beralih dari makan ke minum, dan percakapan mulai beralih ke topik tentang pacar.
Sebenarnya, aku sudah tahu ini akan terjadi, makanya aku tidak ingin datang...
"Eh, sebenarnya bagaimana sih? Tinggal bersama itu... apa kalian melakuka ngewe setiap hari?"
"Wah, itu terlalu vulgar, tapi yah tetap saja itu membuatku penasaran juga."
Awalnya, kami memang suka membahas topik-topik yang agak ekstrim.
Tentu saja, percakapan akan berlanjut ke arah seperti ini.
"Hal seperti itu kan biasanya sulit untuk dibicarakan, kan?"
"Apa yang kau katakan! Seira juga pasti penasaran, kan? Dulu kau juga suka membahas hal-hal seperti ini."
"Betul! Mereka yang tinggal bersama punya kewajiban untuk menceritakan hal-hal seperti ini! Kami datang ke sini untuk mendengar cerita yang nyata!"
Hah...
Meskipun aku dipaksa mendengarkan urusan orang lain, rasanya akh tidak begitu tertarik... Setidaknya aku sempat melihat wajah pacarnya.
Memang, dia cukup tampan.
Taoi, sebenarnya Masato lebih tampan.
Sambil mengabaikan obrolan teman-teman ku yang tidak pantas, aku memasukkan camilan yang diantar ke mulut ku.
"Bagaimana dengan Seira? Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini?"
"Hah? Aku?"
Sebelum aku menyadarinya, percakapan itu beralih kepada ku.
Mereka tahu tentang perlakuan mantan pacar ku... walaupun membuatku merinding menyebut nya mantan pacarku.
Mereka tahu apa yang terjadi dan alasan kami berpisah.
Itulah kenapa aku sebenarnya agak enggan bertemu mereka...tapi...
"Belakangan ini cukup menyenankan."
"Hah! Kau ada pria!? "
"Seia mendapatkan pacar!? Tunjukkan fotonya!!"
"...Kalian ini langsung berpikir tentang pria, ya... meskipun memang tidak salah sih..."
Teman-teman ku yang sudah sedikit mabuk dan wajahnya memerah segera mendekat dengan antusias padaku.
Mereka benar-benar terlalu suka membicarakan urusan asmara, ya...
Dengan terpaksa, aku menunjukkan foto Masato yang aku ambil saat kencan sebelumnya.
Pada kencan itu, setelah makan malam dan sedang minum teh, aku mengarahkan Hp-ku ke arah Masato, dan dia tersenyum sambil memberi isyarat peace.
Sungguh dia imut sekali.
Dia seperti malaikat.
"Eh, tampan sekali. Dia bukan tipe pria tampan yang keren, tapi dia lebih memberikan kesan tampan yang menyegarkan."
"Kelihatannya dia sangat baik~~ Enak sekali memiliki pasangan seperti itu. Di mana kau mengenalnya?"
Aku merasa bangga mendengar pujian untuk Masato.
Tentu saja, Masato itu tampan, baik hati, dan seperti malaikat.
Dengan sedikit pengaruh alkohol, aku menjadi lebih terbuka dan akhirnya berbicara terlalu banyak.
"Dia bekerja di bar. Seminggu sekali. Jadi, aku sering pergi menemui dia saat dia bekerja."
"Eh?..."
"....Bar itu, bar seperti apa?"
"...? Oh, iya, bar tipe boy's bar."
3 orang itu saling bertatap muka.
Ada apa? Apa aku mengatakan sesuatu yang aneh?
Dengan ragu, Mai mengembalikan Hp-ku.
"Jadi, Seira kau pacaran dengan anak itu?"
"Mm... Belum, kami belum pacaran."
"Eh… Seira, berapa banyak uang yang kau habiskan untuk anak itu setiap bulan?"
Apa? Suasana menjadi agak aneh
Menurut ku, uang bukanlah masalah yang terlalu besar.
"Uang? ... Bukan jumlah yang besar sih. Kira-kira sekitar setengah gaji bulanan ku."
"Setengah gaji bulananmu!? "
Kenapa dia berteriak begitu keras seperti itu...?
Karena aku sering pergi setiap minggu, aku rasa jumlahnya sekitar itu.
Lagipula, kemarin aki juga menghabiskan banyak uang untuk kencan, dan alu berpikir untuk membeli hadiah untuknya nanti.
Semoga Masato senang, ya...
"Seira."
"...Ada apa?"
Mai, yang sebelumnya terlihat ceria, kini mengubah ekspresinya menjadi serius dan mengambil tangan ki.
Ke-2 temanku yang lainnya juga memandang ku dengan ekspresi khawatir.
"Orang seperti itu, sebaiknya kau hindari. Aku akan minta pacarku untuk mengatur Gōkon, kau datang saja ke sana."
"...Eh?"
Gōkon?
[TL\n:Gōkon (合コン) adalah istilah Jepang yang merujuk pada acara pertemuan kelompok untuk kencan buta, di mana pria dan wanita bertemu dalam suasana santai untuk mencari teman baru atau calon pasangan. Acara ini biasanya dihadiri oleh kelompok kecil, misalnya
Aku sama sekali tidak tertarik.
Sekarang, aku tidak punya uang untuk dibelanjakan untuk pria lain selain Masato.
Lalu, apa maksudnya dengan 'Orang seperti itu, sebaiknya kau hindari'?
"Aku tahu aku bersikap kasar,tapi Seira, kau hanya dijadikan dompet berjalan banginya saja."
"Ah, itu yang kau khawatirkan, ya? Tenang saja, Masato bukan orang seperti itu. Dia cuma nekerja seminggu sekali, dan aku satu-satunya pelanggan tetap di sana. Jadi, aku yang harus bayar kalo kami pergi."
Oh, begitu. Aku mengerti sekarang.
Mereka kira Masato itu sama seperti para pria lain di bar, ya?
Kalo itu yang mereka khawatirkan, sebenarnya itu tidak perlu.
Masato itu istimewa.
Aku sudah memastikannya saat aku pergi ke bar lain beberapa waktu lalu.
Masato itu berbeda.
Dia bukan orang seperti itu.
Jadi, aku akan baik-baik saja.
"Seira..."
...Jadi, hentikan ekspresi itu.
"Seira, itu masih belum bagus. Kau harus datang ke Gōkon itu. Lupakan orang itu, dia tidak baik untukmu."
...Untuk ku? Apa maksudnya?
Kemarahan mulai muncul dalam diri ku.
"Apa maksudnya 'untuk ku'? Kalo kau berpikir untuk kebaikan ki, kenapa kau tidak mendukung ku!? Apa yang kau tahu tentang ku!?"
"Seira... tenanglah."
"Ini bukan lelucon! Kau tahu kan, apa yang sudah aku alami!? Saat aku merasa kesulitan dan menderita, yang membantu ku adalah Masato! Dia bukan orang seperti itu! Kenapa kau tidak bisa mengerti!?"
Masato selalu khawatir apa aku menghabiskan terlalu banyak uang untuknya.
Dia selalu memberi kata-kata yang baik padaku.
Seharusnya itu bukan pekerjaan yang ingin dia lakukan.
Jadi, kalo aku sedikit bisa membantu dengan membayar, apa salahnya?
"...Jangan khawatirkan hal yang aneh. Masato bukan orang seperti itu. Kami sedang baik-baik saja. Tolong jangan merusak semuanya."
Meski begitu, Mai dan dua teman lainnya masih memandang saya dengan ekspresi sedih.
Tolong jangan.
Jangan lihat aku dengan wajah seperti itu...!
Aku yakin mungkin hari sudah berganti.
Dalam perjalanan pulang setelah minum, aku berjalan sendirian di jalanan yang diterangi lampu jalan sambil mengingat kata-kata yang diucapkan teman-teman ki tadi.
"Kau sedang dibohongi."
"Kau hanya dijadikan dompet berjalan banginya saja."
"Itu karena pekerjaan."
── Itu tidak benar.
Itu tidak benar, tidak benar, tidak benar, tidak benar, tidak benar, tidak benar!!!
Masato bukan orang seperti itu.
Aku yang paling tahu itu.
Dia anak yang baik hati.
Senyumnya yang imut dan itu membuat ku ingin melindunginya.
Dia jelas bukan pria biasa seperti yang mereka katakan.
Bukan seperti para pria di bar yang aku kunjungi sebelumnya, yang hanya bisa merangkai kata-kata kosong.
Dia juga bukan orang yang mempermainkan perasaan wanita untuk meraup uang, seperti seorang penjilat uang.
Itulah yang paling aku tahu.
Aku tidak salah.
Aku membuka Hp-ku dan mengetuk aplikasi SNS.
Di sana, ada pesan yang baru saja aku kirimkan untuk Masato.
《Seira》"Tadi aku baru saja minum dengan teman-temanku"
《Seirs》"Aku diajak ke Gōkon. Sebenarnya aku tidak terlalu menyukainya, tapi...."
...Tidak masalah.
Masato pasti akan menghentikan itu.
Dia akan berkata, "Kan aku ada di sini."
Aku memandangi foto Masato yang aku jadikan latar belakang di layar percakapan SNS dengan penuh kekaguman, lalu pesan itu sudah dibaca.
Tanpa sengaja, aku mengembalikan layar ke pesan tersebut.
Pasti balasan akan segera datang.
"Ah...!"
Pesan itu datang.
《Masato》"Terima kasih sudah menghubungi ku! Apa itu seru?"
《Masato》"Wah! Itu bagus! Mungkin kau akan menemukan orang baik di sana!"
...Kenapa?
Kenapa dia tidak menghentikannya...?
Tidak ada orang baik di sana...
Hanya kau yang ada untuk ku...
Hanya kau yang ada untuk ku...
Tetesan air jatuh di layar Hp-ku.
Hujan tidak turun.
Itu adalah air mataku yang mengalir tanpa bisa ku kendalikan.
Jumat.
Aku sudah memutuskan untuk tidak lembur hanya pada hari Jumat, tapi karena bos ku yang menyebalkan, aku terpaksa lembur.
Aku benar-benar tidak bisa memaafkan orang itu...
Karena situasi tersebut, aku berjalan tergesa-gesa menuju bar.
Minggu ini, aku harus menjalani hari-hari dengan perasaan yang berat.
Tapi, perasaanku tidak berubah.
Hanya Masato yang ada untuk ku.
Hanya aku yang bisa menghabiskan uang untuk Masato di bar itu.
Jadi, aku memutuskan satu hal.
Setelah kami pacaran, aku akan memberi tahu teman-teman ki.
Saat ini, kami belum pacaran, jadi mereka khawatir.
Tapi kalo kami sudah pacaran, masalahnya akan selesai.
Saat itu, aku yakin teman-teman ku juga akan memberi dukungan.
Oleh karena itu, aku dan Masato harus melangkah ke tahap berikutnya.
Kami sudah melakukan kencan sebelumnya... jadi berikutnya adalah setelah kencan, atau semacamnya.
Masato yang baik hati pasti akan memberi izin.
Perasaan ku mulai meningkat.
Makan malam di tempat yang bagus bersama Masato, menciptakan suasana yang menyenangkan.
Lalu, dengan sedikit keberanian, aki akan mengundangnya untuk datang ke rumah ku.
Dan ketika kami menghabiskan malam dan tidur bersama, itu pasti akan menjadi pengalaman yang indah dan romantis.
Tapi, untuk mencapai itu, aku perlu mempersiapkan diri sekarang.
Aku harus lebih mendekatkan diri dengan Masato.
Aku akhirnya sampai di bar.
Ini sudah cukup larut.
Pada jam seperti ini, apa Masato sedang melakukan tugas pendaftaran?
Aku merapikan penampilan ku agar aku siap bertemu Masato, lalu aku membuka pintu bar.
"Selamat datang, Ojou... Ah, terima kasih seperti biasa."
Tapi, yang menyambut ku bukanlah Masato.
Tapi, karena aku mulai datang setiap minggu, wajah ku, yang memalukan, sudah dikenal oleh para pria di toko ini.
"Eh...?"
"Masato, kan?"
"Ah, iya. Benar."
Meski memalukan, aku juga merasa sedikit lebih unggul.
Seolah-olah sudah menjadi hal yang pasti kalo aku yang akan memilih Masato di bar ini.
"Maaf, Masato sedang melayani pelanggan sekarang... Jika Anda mau, saya bisa mengantar dengan pria lain."
──Eh?
Masato sedang melayani pelanggan?
Siapa?
Siapa selain aku?
Dengan alasan menunggu Masato, aku keluar dari bar untuk sementara.
Aku butuh waktu untuk menenangkan diri, dan aku tidak berniat menerima pelayanan dari pria lain di toko ini.
Aku masih bisa berbicara dengan mereka, tapi untuk menerima pelayanan, aku merasa keberatan.
Masato sedang melayani seseorang.
Ini semua salah ku.
Karena aku datang terlambat.
Seharusnya aku mencari alasan untuk pulang lebih awal setelah lembur dan segera datang.
Wanita lain telah memberi Masato waktu yang dia butuhkan...!
Tanpa sadar, aku menginjakkan kaki dengan marah.
Aku tidak akan pernah bekerja lembur lagi pada hari Jumat.
Entah dengan alasan sakit atau apapun, aku akan pulang.
Aku melihat jam tanganku.
Sudah waktunya, sepertinya.
Ayo kembali ke bar.
Berjalan kembali ke bar.
Kecuali jika diperpanjang terlalu lama, seharusnya ini segera selesai.
Aku yakin.
Aku yakin dia hanyalah pengunjung yang tidak biasa.
Hari ini saja, pasti hanya kebetulan.
Aku pasti sudah menghabiskan lebih banyak uang untuk Masato dan mendapatkan lebih banyak perhatian darinya.
Jadi, aku baik-baik saja.
Aku mencoba meyakinkan diriku sendiri, dan saat aku sampai di depan bar──.
Tepat saat itu, Masato sedang mengantar pelanggan keluar.
Dan, di tempat dia menatap.
Aku melihatnya. Wanita itu.
Aku mengenalnya.
Aku tahu siapa wanita itu.
Meskipun gaya rambutnya berbeda, aku langsung mengenalnya.
Gadis yang dulu dirawat dengan lembut oleh Masato di apotik...!
Perasaan gelap berputar-putar di dasar hatiku.
Aku tahu.
Dulu aku menganggapnya sebagai gadis yang kumuh, tapi ternyata tidak begitu.
Seorang gadis dengan rambut kuncir ganda yang tersenyum ceria.
Dan Masato juga sedang tersenyum saat mengantarnya pergi.
Ah. Masato sedang tersenyum.
Suatu perasaan tumpah dari ember emosiku.
Tidak.
Tidak, tidak, tidak, tidak!!!
Itu tidak boleh!
Dia adalah...dia adalah... milikku──!!!
"Jadi, sampai jumpa lagi, Masato."
"Ya, sampai jumpa lagi."
"Sampai jumpa lagi?"
Aku menundukkan tangan ke lututku di tempat itu.
"U... oeh..."
Aku merasa seperti akan muntah.
Bagaimana pun juga, aku tahu jawabannya.
Mereka ber-2 lebih cocok.
Anak muda yang ceria dan aktif itu, dengan Masato yang tampan.
Interaksi mereka tampak begitu bersinar.
Siapa pun yang melihat, pasti akan menjawab kalo dia lebih cocok dengan Masato kalo dibandingkan dengan aku.
...Tapi.
Aku sudah memutuskan.
Aku mengeluarkan cermin kecil dan sekali lagi merapikan penampilanku.
Warna wajahku terlihat sangat buruk.
Tapi itu tidak bisa aku ubah.
Aku tidak akan menyerah.
Meskipun seberapa kotor dan jeleknya aku, aku sudah memutuskan kalo hanya Masato yang ada untukku.
Aku tidak akan menyerah.
Aku tidak akan menyerah, tidak akan menyerah, tidak akan menyerah, tidak akan menyerah.
Dengan langkah yang goyang, aku berdiri di belakang Masato yang masih mengantarkan gadis itu pergi.
Bagaimana── aku harus memulai percakapan?
Ah, benar.
Aku tidak boleh langsung mulai dengan merendahkan gadis itu.
Masato mungkin punya alasan tertentu.
Lagipula, aku mungkin akan memberikan kesan buruk pada Masato.
Lebih baik kalo aku memujinya terlebih dahulu.
Jadi, begini saja.
Mari kita lakukan ini.
"Dia gadis yang imut."
───● GENKI-KKO JD MEMASUKI DUNIA ●○●
"Tolong!!"
Aku menyatukan ke-2 tanganku di depan wajahku.
Mataku terpejam sejenak, namun saat aku membukanya, aku melihat sahabatku dengan ekspresi kesusahan di wajahnya.
"Seperti yang kuduga, bahkan permintaanmu yang satu ini tidak bisa aku penuhi, Mizuho..."
"Eh~~!! Kenapa sih~~!! Kan kau bilang kalo aku dalam kesulitan, kau akan siap membantuku~~!"
"Itu sih benar, tapi... ini berbeda, maksudku..."
Di ruang istirahat kampus.
Karena sekarang sedang jam kuliah, suasana kampus sangat sepi, hampir tidak ada orang.
Di waktu kosong kami, kami menghabiskan waktu dengan mengobrol di sini, dan di sinilah aku memberanikan diri untuk mengungkapkan masalah yang sedang aku hadapi pada Koumi.
Koumi sangat perhatian padaku, jadi aku merasa, kalo berbicara dengannya, mungkin aku bisa merasa lebih baik.
Apa yang aku ceritakan adalah kalo aku hampir tahu di mana orang yang menjadi takdirku bekerja.
Dan untuk memasuki tempat itu, aku membutuhkan keberanian yang sangat besar.
"Aku takut pergi ke sana sendirian, Koumi~ Ayo pergi bersama aku~"
"...Kenapa kau tidak mengajak teman lain saja?"
"Hal seperti ini cuma bisa aku ceritakan ke Koumi~"
Orang yang menjadi takdirku kemungkinan bekerja di boy's bar.
Aku tidak tahu apakah dia bekerja melayani pelanggan atau di bekerja belakang layar, tapi sepertinya dia mengenakan sesuatu yang terlihat seperti seragam...
Itulah sebabnya aku berniat pergi ke sana hari ini, tapi aku takut karena ini pertama kalinya aku pergi ke tempat seperti itu.
Jadi aku mencoba meminta tolong ke Koumi...
"Aku ingin menemanimu, tapi... kau tahu... rasanya aku tidak enak dengan Masato..."
"Ah, iya... kau benar..."
Hmm, kalo begitu aku harus mencari teman lain untuk dimintai tolong, tapi rasanya sulit untuk meminta mereka.
"Ngomong-ngomong...apa kau yakin? Apa dia baik karena dia seorang 'boy'? Maksudku, apa dia cuma baik karena itu...?"
"......"
Aku terdiam dan menundukkan kepala di atas meja.
Kekhawatiran Koumi sangat masuk akal.
Aku juga sebenarnya sempat berpikir begitu.
Tapi...
Aku teringat.
Kata-kata yang dia ucapkan saat itu.
Senyumnya.
Itu adalah──.
"Sepertinya, aku tidak bisa mempercayai kalo itu hanya akting atau kebohongan..."
"...Iya. Maaf, aku meragukanmu."
"Tenang saja. Aku rasa Koumi benar."
Berlarut-larut meragukan diri sendiri tidak ada gunanya.
Aku memang bukan orang yang suka berpikir terlalu dalam.
Aku harus segera bertindak!
Dengan semangat, aku bangkit.
"Aku akan pergi sendiri! Aku tidak mau terus-menerus meragu seperti ini!"
"Iya... maaf ya, Mizuho."
"Jangan meminta maaf! Ini memang tantangan yang diberikan padaku..."
Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kukatakan ketika bertemu dengannya, atau bahkan apakah aku bisa mengenalinya sebagai orang itu.
Tapi, kalo aku tidak bertindak, tidak ada yang akan terwujud!
Aku mengangkat tangan kananku dengan penuh semangat.
"Ayo kita pergi~!! Saatnya menuju medan perang!!"
Tangan kananku yang terangkat itu tiba-tiba saja dipegang oleh seseorang.
Hah?
"Ke mana kau akan pergi untuk bertempur, Mizuho?"
Saat aku menoleh ke belakang, di sana ada...
"Ma... Masato, selamat pagi~"
"Ah, selamat pagi! Jadi? Mizuho kau mau pergi ke mana? Apa yang kau bicarakan, medan perang?"
Ah, ini berbahaya...
Tanpa sadar, aku segera menoleh mencari pertolongan pada Koumi.
"K-kenapa kau malah melihat ke sini!?"
Tidak bisa!
Koumi yang dalam keadaan canggung seperti itu tidak akan bisa membantu!
Aku harus menghadapinya sendiri!
"Ah, eh... Dulu, Panglima Zhuge Liang konon menggunakan strategi api melawan pasukan Cao yang berjumlah 1 juta prajurit. Meskipun angin diperkirakan tidak akan bertiup pada saat itu, Zhuge Liang berdoa sehingga angin datang, dan dengan strategi penghubung rantai, dia membakar pasukan itu..."
"Ah, iya, Pertempuran Chibi. Tapi kenapa tiba-tiba kau berbicara tentang China?"
"Ah... yah, yah, yah, kita ber-3! Meskipun hidup kita berbeda, kita bersumpah untuk mati pada saat yang sama!"
"Kenapa sumpah Peach Garden? Kita cuma punya botol plastik, bukan cangkir!"
[TL\n: Sumpah Peach Garden merujuk pada kisah terkenal dari Romance of the Three Kingdoms, sebuah karya sastra klasik Tiongkok yang ditulis oleh Luo Guanzhong. Dalam cerita tersebut, sumpah ini diucapkan oleh tiga tokoh utama: Liu Bei, Guan Yu, dan Zhang Fei, yang bersumpah persaudaraan di taman persik (Peach Garden). Mereka berjanji untuk saling mendukung dan berjuang bersama demi keadilan serta kemakmuran rakyat, dengan janji bahwa mereka akan hidup dan mati bersama meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah. Sumpah ini menjadi simbol persahabatan sejati, kesetiaan, dan semangat kolektif untuk tujuan bersama.]
Koumi tersenyum sambil tertawa kecil, sementara Masato hanya bingung.
Dengan senyum canggung dari Koumi dan sebuah botol plastik, kami bersulang!
"Cheers untuk sahabat baikku yang penuh perhatian!"
"Jadi, dengan itu, aku harus menuju medan perang!"
"Ooh, begitu... entahlah, aku tidak begitu mengerti, tapi semoga berhasil...?"
Yosh.
Aku berhasil melewati ini dengan baik.
Komunikasi yang sempurna.
Efek suara ceria bergema di kepalaku.
Setelah kuliah selesai, kami ber-3 pulang bersama.
Karena kereta yang dinaiki oleh Koumi berbeda, kami berpisah di awal, dan aku menghabiskan waktu di dalam kereta sambil berbicara ringan dengan Masato.
Kami duduk berdampingan, tapi setelah aku mulai fokus pada orang yang kucintai, aku merasa percakapan dengan Masato juga menjadi lebih alami.
"Eh, ngomong-ngomong, Masato, apa rumahmu dekat dengan stasiun tempat biasanya kau turun?"
"Yup, cukup dekat. Jaraknya bisa ditempuh dengan berjalan kaki."
"Oh, begitu... kalo begitu, kalo kereta berhenti karena badai hebat, aku boleh menginap di rumahmu, kan?"
Aku bisa bercanda seperti ini.
"Tentu, silahkan hubungi saja aku kalo itu terjadi."
"Eh, seriusan? Tidak, kau tidak bisa melakukan itu! Seharusnya kau menolaknya!"
"Hah? Kenapa? Mizuho, kau akan mendapat masalah jika tidak bisa pulang."
"I-ya sih, tapi... tidakkah ada yang ingin kau katakan lagi? Kau kan laki-laki, Masato?"
"...?... Iya, memang begitu, kenapa?"
Ah, ini tidak bisa dibiarkan.
Ini masalah besar, Koumi-san.
Aku harus mengubah pola pikir anak ini.
"Dengar ya, seorang laki-laki tidak boleh dengan mudah mengizinkan seorang wanita menginap begitu saja!"
"Kenapa? Aku tahu itu, kok. Tapi kan karena Mizuho, jadi aku bilang itu tidak masalah. Bukan berarti aku akan membiarkan siapa saja menginap."
......
Masato kau licik.
Dia dengan mudah mengatakan hal seperti itu.
Memang, sudah cukup lama aku berteman dengan Masato, tapi...kalo dia bilang begitu, aku bertanya tanya apakah aku ada kemungkinan untuk...
"Kalo begitu, hal seperti itu seharusnya kau katakan pada Koumi. Dia pasti akan datang."
"...? Kenapa kau tiba-tiba membicarakan Koumi?"
Dasar bodoh!
Kalo bukan karena Koumi dan orang yang kucintai, bisa jadi aku malah terjebak dalam situasi berbahaya.
Mungkin suatu saat nanti, tanpa ada kereta yang berhenti, aku malah akan berbohong dan menginginkan untuk menginap di tempatnya.
Saat kami berbicara seperti itu, kereta akhirnya tiba di stasiun.
Bersama Masato, aku turun dari kereta.
"...Eh? Mizuho, bukannya kau harus pindah kereta?"
"Ah, iya! Hari ini aku ada janji, ingat kan? Aku harus pergi ke salon yang aku ceritakan waktu itu!"
"Begitu ya...? Kalo begitu, aku akan ke sana dulu. Sampai jumpa."
"Uh, ya! Daaah!"
...Apa aku tidak dicurigai?
Aku melihat Masato yang keluar dari gerbang stasiun, lalu masuk ke kafe di dalam stasiun.
Aku memesan satu es cafe au lait dan duduk di tempat yang tersedia.
"Fuh... baiklah."
Aku mengeluarkan sebuah kartu nama dari dompetku.
Di latar belakang yang menampilkan pemandangan malam, ada sebuah gelas anggur.
Pada kartu nama yang berkilau itu, tertulis nama tempat dengan huruf alfabet bergaya tulisan tangan.
'Festa'...kah?
Karena aku sudah melakukan pencarian sebelumnya, aku tahu lokasinya.
Hanya saja, sekarang masih siang hari.
Aku harus menunggu sampai malam.
"Ah, aku ingin tahu apa mereka akan marah kalo aku hanya makan satu cangkir es cafe au lait...?"
Dengan sedikit khawatir akan pandangan dari pelayan dan orang di sekitar, aku perlahan-lahan meneguk minuman ku dengan sedotan.
Waktu menunjukkan sekitar pukul 18:30.
Jarum jam terus bergerak, dan seiring malam yang semakin dekat, jantungku berdetak lebih cepat.
Tentu saja, ini adalah pertama kalinya aku ke Boy’s bar.
Aku mencari informasi di internet tentang etika, aturan, dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan.
Ternyata ada sistem pemilihan, tapi bagaimana ya... aku tidak mungkin bilang, "Tolong carikan aku seorang mahasiswa," kan...?
Mungkin lebih baik aku minta siapa saja untuk menemaniku, lalu bertanya pada orang tersebut?
Tapi entah kenapa, aku merasa bersalah hanya dengan pergi ke Boy’s bar.
Tiba-tiba, aku teringat sesuatu.
──Rasa bersalah.
Sebenarnya, kepada siapa aku merasa bersalah ini?
Apa kepada orang yang kucintai?
Atau──.
Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat.
Sekarang, aku tidak ingin memikirkan hal-hal lain.
Aku datang ke sini untuk membuat keputusan, jadi aku harus fokus pada perasaan ini.
Aku mengembalikan wadah cafe au lait yang sudah lama aku habiskan ke tempat pengembalian dan keluar dari kafe.
Kota sudah mulai gelap, dan aku merasa jumlah orang yang berlalu-lalang semakin banyak dibandingkan sebelumnya.
"Setelah belokan di depan sana...?"
Dengan mengandalkan ingatanku, aku melangkah menuju bar tersebut.
Setelah berbelok di sudut jalan, aku melihat papan nama bar itu.
'Festa'... itu dia.
Papan nama yang bersinar terang, hampir menyilaukan.
"Ha──ss... fuh──"
Aku menarik napas dalam-dalam.
Ini bukan untuk keinginan pribadiku...
Eh?
Tapi kan aku ingin bertemu dengan orang yang kucintai, jadi sebenarnya ini keinginan pribadiku juga, kan?
Ah, tidak apa-apa!
Di depan pintu, tidak ada seorang pun.
Dengan hati-hati, aku membuka pintu itu.
Tidak masalah!
Aku sudah mengambil cukup uang!
Hanya hari ini!
Hanya untuk hari ini!
Aku melangkah masuk ke dalam bar.
Ternyata, meskipun eksteriornya berkilau, interiornya tidak sebercahaya yang aku bayangkan.
Suasana di dalam bar terasa lebih tenang.
Tapi, mungkin karena bar ini memang bertema malam, pencahayaan yang redup dan lembut menciptakan atmosfer yang dewasa.
Saat aku terdiam berdiri di tempatku, seorang staf dari bar itu menyadari kehadiranku dan mendekat.
"Selamat datang, Ojou... sa...ma..."
"Eh...?"
Setelan jas yang berkelas. Atas dan bawah, berwarna biru tua, dan rompi hitam.
Di dadanya, ada sapu tangan putih bersih menjadi aksen yang mencolok.
Rambutnya dipermak dengan gaya ikal yang longgar.
Gaya rambut ini, belakangan sering aku lihat dalam keseharianku.
"Masato, kan...?"
Anak laki-laki yang selalu membuatku bingung... Katasato Masato.
Dengan pakaian yang terlihat sangat keren, dia berdiri di sana.
Masato mengetahui aku datang ke boy’s bar.
Ternyata, Masato bekerja di boy's bar.
Ke-2 fakta ini berputar-putar dalam kepalaku.
Aku tidak bisa berpikir jernih. Entah sudah berapa detik aku berdiri di sana?
"......!"
Tanpa sadar, aku membalikkan tubuhku.
Kenapa?
Kenapa aku merasa begitu tersiksa?
Masato harus tahu kalo aku datang ke boy’s bar, dan ternyata Masato bekerja di boy’s bar.
Kenapa perasaanku begitu kacau?
Seharusnya aku bisa tertawa seperti biasa, dengan ceria mengatakan, "Aku datang untuk bersenang-senang!" Seharusnya aku bisa berkata, "Masato apa kau bekerja di tempat seperti ini?!"
Aku tidak ingin disalahpahami.
Tapi, pada saat yang sama, aku merasa terluka dengan kenyataan kalo Masato bekerja di sini.
Aku benar-benar bingung.
Semua terasa kacau.
"Tunggu! Mizuho!!"
Tangan kiriku yang hendak pergi ditarik.
Aku tidak ingin menoleh.
Aku pasti terlihat sangat buruk sekarang.
"Mizuho, tunggu... sekali saja... sekali saja, mari kita bicara?"
Di sudut ruangan yang gemerlap.
Aku dan Masato duduk ber-2 di meja bundar.
"Eh... jadi, orang yang menjadi pahlawanmu? Dia pemilik tempat ini, dan kau bekerja di sini sebagai bentuk balas budi... begitu?"
"Iya, benar. Tapi, ya, sebenarnya tidak ada paksaan sih. Aku juga tertarik karena rasa ingin tahu jadi aku bertanya padanya kalo aku boleh bekerja di sini... ya, kurang lebih seperti itu."
"Begitu... jadi itu sebabnya kau juga ada di sekitar sini beberapa waktu lalu."
"Ya, bisa dibilang begitu..."
Masato memutar sedotan jus jeruk yang dia persiapkan untukku dengan ringan.
Es batu mengeluarkan suara kering saat bergesekan.
"Hanya seminggu sekali sih. Tapi karena bekerja di sini, aku bisa melanjutkan kuliah... ya, lebih atau kurang begitulah."
"Begitu... aku benar-benar tidak tahu."
Meskipun aku merasa sudah cukup dekat dengan Masato, ternyata aku belum begitu mengenalnya.
Aku tidak tahu kalo dia punya alasan seperti itu.
Tapi, entah kenapa, aku merasa sedikit lebih tenang.
"Bagaimana denganmu, Mizuho? Kenapa kau datang ke sini?"
"Eh, begini..."
Aku mulai berbicara pelan-pelan.
Tentang bagaimana orang yang menjadi takdirku kemungkinan besar bekerja di sini.
Tentang alasan aku datang ke tempat ini untuk mencari informasi itu.
Saat berbicara, aku semakin terbawa suasana.
...Kenapa ya?
Selama berbicara, aku sadar kalo aku benar-benar tidak ingin disalahpahami oleh orang ini.
"Begitu... tapi sebenarnya, aku hanya bekerja di sini seminggu sekali, jadi aku tidak mengenal semua karyawan di sini."
"Ah, iya, pasti sulit untuk mengetahui semuanya, ya..."
"Ah, tapi mungkin ada orang lain yang tahu sesuatu, dan aku bisa membantu!"
"Benarkah?"
"Iya, tapi sebagai gantinya..."
Setelah melihat sekeliling dengan cepat, Masato mendekatkan tubuhnya kepadaku.
Ada sesuatu yang berbeda dalam suasana kali ini, dan aku tidak bisa menahan diri untuk merasa gugup.
Dia sudah tampan, dan dengan pakaian seperti ini, rasanya wajar kalo aku merasa deg-degan.
Dengan aura yang sedikit lebih dewasa, aku mulai merasa sedikit pusing...
"Hal ini... bisa kau merahasiakan ini dari Koumi?"
"Eh...?"
"Koumi itu sangat khawatir, jadi kalo dia tahu aku bekerja di tempat seperti ini, pasti dia akan sangat marah, kan...? Kalo Koumi marah, dia bisa sangat menakutkan, kau pasti paham, kan, Mizuho?"
Memang, Koumi cenderung sangat terbatas pandangannya ketika menyangkut Masato.
Tapi, menyembunyikan ini dari Koumi rasanya agak... sejujurnya, aku merasa sangat bersalah...
"Tolong! Aku benar-benar akan membantu mencari orang yang menjadi takdirmu, kok."
"...."
Aku menatap Masato dari atas hingga bawah.
Dia benar-benar tampan, baik hati, dan... seorang anak laki-laki yang luar biasa.
Orang yang dicintai oleh Koumi.
Koumi mempercayaiku dan memperkenalkan Masato kepadaku.
Tapi ini rahasia yang hanya antara aku dan Masato...?
Sekejap, tubuhku merinding.
Tidak bisa.
Ini adalah tipe hal yang tidak boleh menjadi kebiasaan...
"...Baiklah."
Tanpa sadar, kata-kata itu keluar dari mulutku.
"Benarkah!? Terima kasih...! Artinya kedamaian di kampus tetap terjaga! Terima kasih, Mizuho!"
Dia tersenyum dan memegang tanganku.
Detak jantungku tak bisa berhenti.
Aku tahu ini salah.
Ini seharusnya tidak terjadi.
Tapi, melihat Masato sekarang, aku sangat gugup.
Detak jantungku yang bergerak seolah-olah itu bukan milikku, terdengar begitu keras.
❤
BalasHapusseira & mizuho best girl
BalasHapus